Menilik kasus Artheria Dahlan, bagaimana sebaiknya dia bersikap terhadap orang yang berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti? Pertama, Ada baiknya untuk meminta yang bersangkutan menggunakan bahasa Indonesia agar dapat dimengerti bersama.Â
Sedikit banyak saya mengerti perasaannya, karena saat pertama kali saya hidup di tanah Sunda, saya juga tidak paham bahasa Sunda. Seiring waktu dengan kita open minded bahasa lain malah memperkaya khasanah kecerdasan kita.Â
Selama bahasa daerah yang digunakan lawan bicara kita tidak bermaksud merendahkan atau menghina kita, selama itu juga kita tidak perlu emosional apalagi temperamental. Kecuali menggunakan bahasa kasar yang bermaksud menyinggung, akan berbeda ceritanya.
Kedua, hal yang perlu disadari ketika telah melakukan kesalahan yaitu minta maaf. Bukan mencari dalih pembenaran terhadap pernyataan kita yang salah.Â
Hanya berbicara Sunda secara serta merta tidak akan memunculkan Sunda Empire. Terlebih Sunda Empire di Kejaksaan Agung yang notabene seluruh pegawainya sudah terikat sumpah berbakti pada Indonesia sebagai abdi negara.
Cacat logika atau sesat pikir semacam ini sering terjadi dimasyarkat, seperti pemakaian cadar, jegot panjang, celana cingkrang yang diidentikkan dengan terorisme dan pendirian khilafah Islam di Indonesia.Â
Wanita keluar malam diidentikkan perempuan nakal, pelacur didentikkan manusia sampah, pecandu narkoba dianggap aib, orang miskin dianggap beban negara, dsb. Â
Penarikan kesimpulan semacam ini memiliki premis-premis terlalu lemah yang berbahaya jika dicerna bagi masyarakat yang kurang pendidikan dan suatu bentuk kedzaliman.
Tegas Bukan Berarti Arogan
Sikap tegas adalah bentuk sikap yang baik jika konteksnya sesuai yaitu "nahi munkar" atau memerangi keburukan. Namun ketika sikap tegas salah konteks dan salah subjek atau objek adalah bentuk arogansi.Â
Saya akui salut dengan beberapa anggota DPR yang bersifat tegas pada beberapa kementerian yang menghabiskan anggaran terlalu banyak untuk riset tapi outcomenya kurang.Â