Dalam pelajaran bahasa / sastra Indonesia terdapat salah satu bab yang memberikan kekayaan pemikiran sebagai bekal kehidupan masa depan pelajar yaitu peribahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peribahasa memiliki arti yaitu  kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, dan perumpamaan).
Poin yang menekankan kiasan ini yang menurut saya adalah bentuk perikemanusiaan dalam berkomunikasi antar sesama manusia. Sebab dalam peribahasa kita bisa mengkritik atau menyindir orang lain agar tahu kekurangan atau kesalahannya tanpa membuatnya merasa dipermalukan. Dengan kata lain, peribahasa merupakan kesepakatan tidak tertulis dalam bersosialisasi dan berkomunikasi antar manusia malalui kiasan.
Saya masih ingat, demi dapat menghafal banyak peribahasa, saat masih SD saya membeli sebuah buku berjudul kumpulan 1000 peribahasa. Alasan  saya sering membacanya adalah demi mendapat nilai yang bagus. Tentunya tidak semua bisa saya ingat sampai hari ini. Meski demikian, ada beberapa peribahasa yang masih saya ingat karena maknanya sering relevan dengan kehidupan kita sehari-hari. Beberapa peribahasa itu antara lain :
Menegakkan benang basahÂ
Peribahasa yang saya sebutkan diatas memiliki dua makna yaitu "Melakukan pekerjaan yang tidak akan berhasil" atau "melakukan sesuatu yang tidak bisa dikerjakan". Dalam pencarian lain saya juga menemukan arti "membela satu hal yang salah". Dengan kata lain peribahasa lain ingin menegaskan bahwa apa yang dimaksud adalah sia-sia.
Saya sering menggunakan peribahasa ini sebagai komunikasi intrapersonal saya sendiri alias mengkritik diri sendiri. Sadar tidak sadar, saya maupun orang lain diluar sana pasti pernah bahkan sedang menegakkan benang basah. Kita seirng kali melakukan pekerjaan sia-sia seperti over thinking, terlalu memikirkan opini orang, bergosip, berdebat pada hal yang tidak penting, main smartphone atau rebahan terlalu lama. Pekerjaan yang diibaratkan dengan menegakkan benang basah nyatanya adalah hal dekat pada kita semua.
Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak
Sesuai dengan perumpamaannya yaitu kuman yang kecil tapi bisa tampak walau dari seberang laut jauh dan luas. Sedangkan gajah yang notabene hewan darat paling besar didepan tidak tampak. Peribahasa ini memiliki makna bahwa orang memiliki kecenderungan suka mencari-cari kesalahan orang lain sekecil apapun, namun kesalahan sendiri walau besar luput dari perhatiannya.
Peribahasa ini memiliki kemiripan dengan peribahasa lain yaitu "Buruk Muka Cermin dibelah" atau "Tak pandai menari dikatakan lantai terjungkit" Tidak jauh beda dengan arti "kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tak tampak", makna kedua peribahasa tersebut yaitu lebih suka menyalahkan orang lain daripada introspeksi diri sendiri.
Menurut saya banyak fenomena saat ini yang dimana orang-orangnya sesuai dengan makna tersebut. Misalnya ada artis bisa terkenal karena dihujat, hal ini menunjukkan bahwa netizen Indonesia lebih hobi melihat kekurangan orang lain sehingga orang itu layak dihujat daripada introspeksi pada dirinya sendiri. Karena jika netizen berorientasi pada kualitas, seorang artis terkenal harusnya karena karya dan prestasi bukan dari aib dan kontroversinya.
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian