Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BNN Dibubarkan Saja?

24 Maret 2021   17:22 Diperbarui: 25 Maret 2021   06:49 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Menghilangkan mafsadat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat."
-Kaidah Fiqih-

Wacana pembubaran BNN pada dasarnya tidak hanya mencuat tanggal 18 Maret yang lalu saat Komisi III DPR raker dengan BNN pada tahun ini. Tahun 2019 lalu lebih mencuat lagi karena mungkin pertama kali viral di publik. 

Saya prediksi tahun 2022 juga ada kemungkinan terulang lagi lontaran anggota DPR untuk pembubaran BNN. Mengapa ada wacana pembubaran BNN? 

Menurut komisi III BNN dianggap tidak memiliki terobosan? Kemudian muncul pertanyaan lagi, mengapa BNN dianggap tidak memiliki terobosan? Karena apapun yang dilakukan BNN selama ini, nyatanya tidak mengurangi prevalensi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia. Sehingga hal ini dianggap sebagai premis bahwa  pekerjaan BNN dianggap tidak efektif. Apa bedanya ada jika kinerjanya sama saja dengan tidak ada? 

Maka dari itu tanpa mengurangi rasa hormat, saya ingin mengkritisi premis dan kesimpulan ini agar tahun depan tidak perlu lagi muncul wacana pembubaran ini lagi. Atau mengutip dari pernyataan Deputi Pemberantasan Irjen Pol Arman Depari pada November 2019 lalu kalau mau dibubarkan, dibubarkan saja. 

Entah bermaksud sarkas atau sindiran, namun wacana semacam ini tidak seharusnya terus mencuat ke masyarakat  dari tahun ke tahun setiap Raker Komisi III dengan BNN. Karena akan mengurangi rasa hormat terhadap lembaga ini. Lalu bagaimana seharusnya penanganan BNN oleh pemerintah dan memang apakah pantas dibubarkan?

Saya akan merangkum terlebih dahulu bagaimana kondisi Narkoba di Indonesia saat ini yang menurut saya menarik dari pernyataan anggota DPR Komisi III antara lain:

1. Sebagian tempat di Indonesia ternyata lebih banyak pengedarnya dari konsumennya.

2. Sekarang Daerah tambang seperti Kalimantan Timur meningkat penyalahgunaan narkobanya dibanding dulu sebelum ada pembukaan tambang/ tambang masih sempit (baca : tak seluas sekarang).

3. Pegawai yang bekerja di BNN tidak bangga dengan profesinya.

4. Pengedar menyasar anak SMP agar memiliki customer abadi dan ketika berprofesi "penting" dapat membantu Bandar narkoba di masa depan.

Empat hal ini saja yang saya soroti dan saya hubungkan dengan tugas fungsi BNN yaitu 4 Pilar P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) antara lain:

1. Pencegahan : sosialisasi tentang bahaya narkoba (memutus demand/permintaan). 

2. Pemberdayaan Masyarakat : memberdayakan masyarakat agar kebal narkoba (memutus demand/permintaan) 

3. Pemberantasan : Memberantas peredaran narkoba (memutus supply/ penawaran)

4. Rehabilitasi : Memulihkan yang terlanjur kecanduan (memutus demand)

Prevalensi Narkoba yang Tidak Kunjung Menurun, Apakah Karena BNN Kurang Terobosan atau Kurang Anggaran?

Menurut saya pemikiran agak naif jika peredaran narkoba tidak turun atau malah naik hanya karena BNN kurang terobosan atau secara sarkastik adalah  salah BNN. Karena ada masalah yang lebih besar yang perlu dituntaskan oleh sistem yang lebih kuat dari sebuah instansi BNN. Seperti masalah ketenagakerjaan, life style, dan yang terpenting adalah budaya. Mari  kita kupas sebagian kecil dari itu semua yang diambil dari pernyataan Komisi III di atas:

1. Sebagian tempat di Indonesia ternyata lebih banyak pengedarnya dari konsumennya

Ini mengingatkan saya pada  fakta Ojek Online (Ojol) saat ini, bahwa pengemudi lebih banyak daripada penumpangnya. Supply (penawaran) lebih tinggi daripada demand (perimintaan). 

 Sama halnya pada sejarah tahun 1998 narkoba di Indonesia, kenapa pada saat itu peredaran narkoba tiba-tiba tinggi? Karena kejatuhan ekonomi besar-besaran yang membuat banyak usaha bangkrut dan banyak orang kehilangan pekerjaan formal. 

Sedikit mirip terjadi saat pandemi covid, ketika seseorang tidak punya pekerjaan, maka tidak berpenghasilan, padahal dia butuh makan atau ada orang yang perlu dia beri makan. Menjadi pengedar narkoba adalah pekerjaan alternatif bertahan hidup selain pekerjaan haram lainnya

Dengan kata lain, ada krisis yang lebih besar dari sekedar  menyadarkan orang agar tidak mengedarkan narkoba, yaitu menyediakan/ memicu peningkatan pekerjaan yang halal  agar tidak berbisnis narkoba. 

Mari kita lihat data pengangguran di Indonesia tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2020 mencapai 9,77 juta orang. 

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan jumlah pengangguran tersebut naik 2,67 juta orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, penambahan pengangguran tersebut juga turut dipengaruhi pandemi Covid-19. Jumlah angka pengangguran yang tinggi  (jika lebih dari 7%) memiliki potensi konflik horizontal dan meningkatkan kriminalitas tidak terkecuali peredaran narkoba.

2. Sekarang daerah tambang seperti Kalimantan Timur meningkat penyalahgunaan narkobanya dibanding dulu sebelum ada pembukaan tambang/ tambang masih sempit (baca : tak seluas sekarang).

Salah satu anggota DPR mengatakan asal daerahnya Kalimantan Timur bahwa dulu daerah tersebut minim penyalahgunaan narkoba, namun semenjak ada tambang penyalahgunaan narkoba tinggi karena tuntutan pekerjaan. 

Perusahaan tambang mungkin tidak menuntut pekerja untuk bekerja lebih giat. Namun target yang ditetapkan serta keinginan pekerja untuk tetap dipekerjakan, atau tuntutan hidup yang perlu dipenuhi sehingga perlunya melakukan lembur adalah alasan yang membuat para pekerja menyalahgunakan narkoba untuk memicu vitalitasnya.

Ada pergeseran budaya ekonomi dari pembukaan tam bang ini yang secara tidak langsung mengubah behavior/ tindakan pekerja tersebut yang diakibatkan oleh ekosistem pekerjaan tambang.

Permasalahan budaya tidak dapat berubah secara drastis hanya melalui penyuluhan atau sosialisasi, melainkan kebijakan internal perusahaan untuk bertindak tegas pada pegawainya yang menyalahgunakan narkoba seperti pemecatan agar muncul efek jera. Selain itu kebijakan aturan/Undang-Undang Kementerian yang berwenang mengatur usaha pertambangan agar tidak hanya tamah lingkungan, melainkan juga harus ramah pekerja. 

Tugas BNN di Kaliimantan Timur adalah seharusnya mampu mempengaruhi kebijakan internal manajemen perusahaan tambang tersebut. Namun mampukah BNN dan maukah perusahaan tambang tersebut menerima saran dari BNN? Apakah BNN memiliki otoritas mempengaruhi kebijakan internal terhadap perusahaan besar? Apakah diberi kewenangan? 

3. Pegawai yang bekerja di BNN tidak bangga dengan profesinya.

Ketidakbanggaan ini setidaknya ada dua aspek utama keminderan terhadap kekuatan fisik dan kekuatan ekonomi. Ketidakbanggaan kekuatan fisik terdapat pada fungsi Pemberantasan, BNN memiliki fungsi sama halnya TNI dan Polri yaitu menangkap penjahat dan memberantas kejahatan. 

Namun tidak sedikit BNN berasal dari PNS yang tidak memiliki bekal bela diri dan senjata yang tangguh kecuali yang berasal dari POLRI. Pelatihan menembak dan bela diri juga minim untuk mereka yang bertugas di lapangan. 

Menjadi masalah ketika turun di lapangan, personil dengan jumlah dan kapasitas yang pas-pasan sedangkan mereka masuk ke kampung yang sudah teracuni narkoba. Hal ini tentu dapat membahayakan nyawa mereka bila di keroyok oleh penduduk kampung tersebut. Hal semacam ini pernah diberitakan sehingga terpaksa personil harus lari dari amuk massa.

Ketidakbanggaan pada Kekuatan Ekonomi. Sebagai lembaga pencegahan dan pemberantasan Narkoba secara ekonomi tidak terlalu membanggakan bila dibandingkan dengan lembaga serupa yang menangani kejahatan luar biasa seperti KPK dan BNPT. Ketidakbanggaan menyangkut kekuatan fisik dan kekuatan ekonomi ini pada dasarnya sempat menjadi perhatian mantan Kepala BNN Budi Waseso yang saat ini menjadi Kepala Bulog. 

Buwas pernah mengusulkan untuk memperkuat BNN melalui semua hasil tindakan kejahatan narkoba tidak dicampurkan kedalam APBN melainkan digunakan lagi untuk penanggulangan kejahatan narkoba. Sayangnya hal ini ditolak pemerintah dengan alasan tertentu. Padahal menurut Buwas dengan penguatan BNN, dapat melemahkan Bandar dan pengedar di Indonesia. kompas.com

4. Bandar dan Pengedar menyasar anak SMP agar memiliki customer abadi dan ketika berprofesi "penting" dapat membantu Bandar narkoba di masa depan.

Jika memang pernyataan ini benar, maka tidak seharusnya kita biarkan. Pergaulan remaja baik secara offline maupun online perlu dikendalikan. Terlebih melalui informasi melalui gawai yang dapat dimanfaatkan oleh bandar untuk mencuci otak anak-anak ini. 

Keadaan seperti ini tentunya di luar kendali BNN karena menyangkut pola asuh, mindset, dan lifestyle yang diulang secara terus menerus dalam kondisi lingkungan personal terdekat seorang anak. Orang tua yang masih kesulitan ekonomi atau terlalu sibuk oleh kegiatan ekonomi seringkali melewatkan/melupakan perihal pertumbuhan dan pembangunan karakter anak.

Selain itu, Pengenalan dan pemberian gadget pada usia dini juga menjadi faktor anak-anak memiliki tingkat literasi yang rendah. Berbeda jika anak-anak dibiasakan membaca buku dan menonton film atau berwisata dialam terbuka yang akan mengasah kepekaan empatinya baik melalui logika pemikiran, toleransi sosial, dan pelestarian alam. Anak yang memiliki dasar empati yang tinggi tidak mudah terprovokasi untuk merusak hidup orang lain apalagi dirinya sendiri.

Dalam kaidah Fiqih terdapat pernyataan bahwa "Menghilangkan mafsadat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat." Hal ini berkaitan dengan 3 kejahatan luar biasa di dunia yaitu Narkoba, Terorisme, dan Korupsi. Sebagai kejahatan yang luar biasa, seharusnya penegakannya tidak sebelah mata. Pelaksanaan ancaman hukuman mati bagi yang pelanggaran berat dan  penguatan secara fisik dan ekonomi lembaga penegak hukumnya agar lebih dihormati baik oleh kawan (rakyat Indonesia) dan musuh (Bandar narkoba Internasional) adalah keharusan.

Analogi penegak hukum, pertahanan dan keamanan dalam suatu negara ibarat kawanan anjing penjaga yang melindungi binatang ternak dari rubah atau serigala. Bila anjing tidak kalah cerdas dan buas dari hewan pemangsa, maka akan mudah hewan pemangsa memangsa hewan ternak. 

Dalam kasus narkoba, rakyat dan generasi muda adalah binatang ternak, walaupun mungkin sudah menolak dengan mengatakan "tidak" pada narkoba namun kesusahan mendapat penghidupan seringkali membuat gelap mata. 

Maka dua hal yang perlu dilakukan pemilik ternak (pemerintah), pertama, membuat anjing-anjing ini kuat untuk menjaga perbatasan luar dari hewan pemangsa. Kedua, mencukupi kebutuhan makan dan mengubah cara berinteraksi (budaya) hewan ternak agak tidak tergoda rayuan serigala yang terlanjur lolos masuk dengan berpura-pura berbulu domba.

Wallahu a'lam bis showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun