Pada masa pandemi corona (covid-19) telah merubah lanskap perekonomian global menjadi tatanan ekonomi yang baru. Hal ini juga dipicu oleh percepatan adopsi teknologi digital terhadap sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat, salah satunya Indonesia.
Dikutip dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan bahwa 41,9% dari total transaksi ekonomi digital ASEAN adalah berasal dari Indonesia. Nilai ekonomi digital sendiri dari Indonesia pada tahun 2020 sebesar USD44 Miliar yang mana artinya tumbuh 11% dari tahun sebelumnya 2019 dan memiliki kontribusi sebesar 9,5% terhadap PBD Indonesia.
Menko memaparkan bahwa peluang besar ekonomi digital Indonesia didukung oleh sejumlah faktor, seperti Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia dengan usia produktif lebih dari 191 juta atau 70,7% dan sebagian besarnya adalah generasi Z dan generasi milenial. Yang mana dari sisi digital user jumlah penggunaan ponsel di Indonesia saat ini sebesar 345,3% juta dengan penetrasi internet sebesar 73,7% dan trafik internet yang meningkat 20% sepanjang tahun 2020.
Presiden Joko Widodo sendiri sudah memberikan arahan ke dalam transformasi digital Indonesia untuk Visi di tahun 2045 bahwa kedaulatan dan kemandirian digital harus menjadi prinsp penting di transformasi digital. Untuk mewujukannya, Pemerintah telah menyusun PJID (Peta Jalan Indonesia Digital) 2021-2024 yang mana diharapkan boleh mempercepat seta meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi digital Indonesia.
UANG DIGITAL
Uang digital atau sering juga kita sebut electronic currency atau cyber cash adalah mata uang yang tidak bewujud dan hanya bisa ditransaksikan lewat smartphone dan alat elektronik lainnya yang terhubung dengan internet. Seperti uang pada umumnya uang digital dapat digunakan untuk berbelanja, membayar tagihan serta bayar layanan lainnya.
Menurut Erwin Haryono, uang digital dan uang elektronik memilik perbedaan. Uang digital (central bank digital currency/CBDC) adalah uang yang diterbitkan dan kewajiban bank sentral terhadap penggunanya. Sedangkan uang elektronik merupakan instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh pihak swasta/industri dan menjadi kewajiban penerbit terhadap penggunanya.
Bank Indonesia atau Bank Sentral Indonesia adalah suatu lembaga negara yang independen dalam melakukan tugas dan wewenangnya yang bebas dari campur tangan Pemerintah atau pihak lainnya. Bank Indonesia memilik tujuan dalam melaksanakan fungsinya yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran bank Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas moneter tetapi juga stabilitas sistem keuangan. Keberhasilan menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan tidak akan berarti banyak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
BANK SENTRAL DIGITAL 4.0
Bank Sentral 4.0 merupakan salah satu strategi untuk mendorong inovasi ekonomi dan keuangan digital dari Bank Indonesia, demi memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta memperkecil kesenjangan masyarakat. BI juga memberikan dukungan dalam integrasi ekonomi dan keuangan secara nasional yang telah menyusun arah kebijakan Sistem Pembayaran Indonesia. Telah meluncurkan Sistem Pembayaran Indonesia 2025 : " Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital.
Pada dasarnya Bank Sentral dibuat karena menyikapi menurunnya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi. Ekonomi dan keuangan digital yang berkembang pesat dalam berbagai bentuk layanan keuangan baik fintech maupun layanan keuangan digital unbandling di luar bank.
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN
Sistem pembayaran adalah sistem pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lainnya yang mana sistem pembayaran ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sistem keuangan maupun perbankan suatu negara. Keberhasilan sistem pembayaran ini bisa mempengaruhi perkembangan sistem keuangan dan perbankan dari negara tersebut. Dan sebaliknya jika mengalami kegagalan akan mengalami ketidakstabilian ekonomi secara menyeluruh.
Pengaturan dan prinsip dari sistem pembayaran ini umumnya dilakukan oleh Bank Sentral, yang berarti bank sentral merupakan lembaga yang mengatur dan menjamin keamanan sistem pembayaran di Indonesia.
KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besarnya moneter untuk bisa mencapai perkembangan kegiatan ekonomi yang diinginkan. Upaya dari kebijakan moneter sendiri adalah untuk stabilitas ekonomi makro yang dicerminkan oleh
-Stabilitas harga (rendahnya laju inflasi)
-Membaiknya perkembangan output rill (pertumbuhan ekonomi)
-Luasnya lapang kerja atau kesempatan kerja yang tersedia
Dalam KL (kajian literatur) kebijakan moneter dikenal menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kebijakan moneter ekspansif merupaka kebijakan yang bertujuan mendorong kegiatan ekonomi.
2. Kebijakan moneter kontraktif merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memperlambat kegiatan ekonomi.
INFLASI
Inflasi sering dikenal dengan arti sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus dan umum dalam jangka waktu yang tertentu. Inflasi biasa dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Di tengah tekanan inflasi dari berbagai negara maju, laju inflasi di Indonesia masih terbilang stabil dan rendah pada tahun 2021 yang berada di bawah kisaran target 31% (yoy) yang sudah ditetapkan. Hasil pengendalian ini semua tidak lepas dari dari koordinasi yang baik dan kuat oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia yang menjaga  stabilitas harga.
Inflasi yang stabil dan rendah juga adalah persyaratan dari pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan akhirnya bisa memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
RESESI TAHUN 2023
Resesi merupakan kemerosotannya ekonomi yang penyebabnya dari aktivitas ekonomi itu sendiri, biasanya perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor adanya resesi. Resesi 2023 Bank Dunia mencatat bahwa pemicunya adalah bank-bank sental dunia melakukan penaikan suku bunga sebagai tanda respons terhadap inflasi.
Jika penaikan suku bunga ini disertai juga dengan tekanan keuangan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) maka global akan melambat menjadi 0,5% di tahun 2023. Yang artinya kontraksi 4.0 % per kapita dan kondisi inilah yang secara teknis dimaksudkan dengan resesi global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H