Mohon tunggu...
Rilla Amanda
Rilla Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Actively Job Seeker

Udah lulus malah bingung mau ngapain | Tyring to turn overthinking into a more serious thing

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kekerasan Dokumen dalam Media: Analisis Etika Jurnalistik pada Film Nightcrawler [2014]

13 Februari 2022   19:14 Diperbarui: 13 Februari 2022   19:16 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media seakan tidak puas hanya melaporkan proses peradilan, lalu menempatkan diri sebagai penyidik atau jaksa penuntut. Para wartawan pun mengadopsi cara kerja polisi atau jaksa, sabar, mendetail, dan ulet (Civard-Racianis, dalam Haryatmoko, 130:2007). 

Dalam scene-scene klimaks Nightcrawler, menuju bagian akhir film, Lou bekerja untuk mendapatkan rekaman terkait sebuah penempakan di sebuah rumah yang menewaskan seluruh anggota keluarga rumah tersebut, Lou sengaja mendahului polisi ke TKP, ia berhasil mendapat gambar pelaku, merekam semua korban dirumah itu, kemudian menayangkan lebih awal beritanya di stasiun televisi. 

News director dari KWLA TV yang mempunyai hubungan cukup dekat dengan Lou menerima masukan Lou untuk segera menayangkannya, bahkan ketika tim editor televisinya meragukan demi kenyamanan khalayak. Saya melihat kemampuan komunikasi Louis Bloom atau Lou ini membuat ia berhasil memanipulasi cerita dan informasi yang ia temukan dilapangan.

Kekerasan yang ditampilkan dalam media harus menimbang berbagai sudut pandang khalayaknya. Seperti berita-berita kekerasan yang ditayangkan di KWLA TV, mereka selalu mengingatkan bahwa berita yang ditampilkan adalah khusus untuk penonton dewasa. 

Meskipun ditonton oleh orang dewasa, yang ditakutkan dengan adanya kekerasan yang ditampilkan media ini ialah skenario penularan kekerasan dalam media menjadi kekerasan (atau menjadi contoh pada) sosial secara riill. 

Selain itu, untuk anak-anak yang mengkonsumsi informasi kekerasan yang ditampilkan di media, berdasarkan studi oleh American Psychological Association pada tahun 1995, dapat mempengaruhi perilaku dan persepsi anak tentang dunia.

Kalau saya pikir-pikir, sebenarnya film itu (yang juga adalah media) adalah yang menampilkan kekerasan itu sendiri. Makanya itu penting ya untuk kita memperhatikan informasi pada media apa yang bisa kita terima, apalagi untuk konsumsi anak-anak.

Bagi saya film ini, adalah film pertama yang menggubah saya untuk menuliskan sebuah ulasan yang cukup panjang---dan kacau. Sebelumnya saya sering menulis ulasan untuk film-film yang saya tonton, cukup banyak penggemar saya di WhatsApp Stories yang memberi tanggapan hahaha. Kali ini, saya mencoba menuliskannya lebih panjang, sebagai latihan. 

Tidak tau untuk apa, yang penting tulis saja dulu. Kebetulan juga saya sedang membaca buku Etika Komunikasi dari Dr. Haryatmoko yang beberapa kutipannya saya masukkan disini, halaman yang saya baca terasa relate gitu dengan film yang baru saya tonton ini.

Untuk yang sedang mencari film bertema jurnalistik, ini bisa jadi salah satu rekomendasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun