Edward Said dalam bukunya Orientalism menjelaskan tentang fenomena pasca-kolonialisme dan peradaban Timur dari perspektif Barat. Terminologi Timur sebagai the orient dan Barat sebagai the occident mempunyai dikotomi yang bertolak belakang.Â
Timur dikonsepsikan oleh Barat sebagai dunia yang irasional, bejat moral, biadap, dan aneh. Sementara itu Barat memandang diri mereka sendiri sebagai dunia yang modern, rasional, beradab, progresif, serta manusiawi.
Seiring berkembangnya globalisasi, konsep orientalisme sedikit mengalami modifikasi menjadi neo-orientalisme. Kini, pola relasi antara Barat dan Timur dinarasikan melalui media informasi. Media Barat menunjuk pada masalah tertentu, menciptakan potret tentang dunia Timur, kemudian menggiring opini untuk menggeneralisasi Timur.Â
Media Barat itu sendiri yang menentukan bagaimana Timur ditampilkan, diinterpretasikan, dan kemudian disajikan kepada seluruh dunia. Dalam hal ini, kita dapat mengambil contoh tentang bagaimana media Barat menggambarkan Timur Tengah dan Islam.
Semenjak insiden serangan teroris Al-Qaeda yang meruntuhkan gedung World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001, prasangka Barat terhadap Islam berubah secara drastis dan terus berlangsung hingga sekarang.Â
Hal ini diperparah dengan berbagai konflik di Timur Tengah serta serangkaian serangan teroris yang mengatasnamakan Islam. Media Barat menggambarkan kekerasan orang Arab dan Muslim dengan istilah barbarism baru.Â
Kekerasan dipandang sebagai identitas utama umat Islam. Media Barat mengonsepsikan Islam sebagai agama yang mengizinkan tindakan radikal-ekstrim asalkan demi kepentingan agama.Â
Konsep jihad yang secara harfiah berarti usaha untuk membela agama Islam oleh media Barat salah diinterpretasikan sebagai bentuk terorisme. Framing yang salah dari media Barat ini menanamkan citra negatif Islam terhadap masyarakat global.
Sebagai implikasi terhadap stereotip yang dilakukan media Barat tersebut, kini masyarakat awam akan memandang aneh dan takut saat melihat orang yang menggunakan atribut-atribut Islam.Â
Perempuan yang menggunakan cadar atau laki-laki yang mengenakan sorban, menggunakan baju ala Timur Tengah, serta berjanggut panjang akan langsung diindikasikan sebagai teroris. Hal ini tentu saja akan membuat orang yang benar-benar menjalankan agama Islam seolah teralienasi dalam masyarakat.
Konseptualisasi media Barat terhadap Islam dapat kita lihat pada Front Pembela Islam. FPI adalah organisasi masyarakat beraliran Islamisme yang didirikan pada tahun 1998 oleh Muhammad Rizieq Shihab.Â
Terlepas dari kegiatan dan alasan pembubarannya, FPI sering mendapatkan stereotip buruk dari masyarakat Indonesia. Seruan jihad kepada anggotanya sering dianggap sebagai upaya radikal yang akan membahayakan kedaulatan Indonesia.Â
Selain itu, kegaiatan politik yang berorientasi pada Timur Tengah juga kadang diindikasikan sebagai bentuk afiliasi kepada organisasi teroris seperti ISIS. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa media Barat terus-menerus membentuk identitas yang salah terhadap Islam. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin stereotip tersebut dapat selamanya melekat dalam masyarakat global.
Referensi:
Alghamdi, Emad. (2015). The Representation of Islam in Western Media: The Coverage of Norway Terrorist Attacks. International Journal of Applied Linguistics & English Literature. 4. 198-204. 10.7575/aiac.ijalel.v.4n.3p.198.
Diary, Palestine. (2021, Oktober 28). Edward Said On Orientalism [Video]. Youtube, https://www.youtube.com/watch?v=fVC8EYd_Z_g
Errady, Abdelatif. (2020). Orientalism In Western Media. 10.5281/zenodo.3625125.
Said, E. W. (1978). Orientalism. New York: Pantheon Books.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H