Cerita ini adalah pengalaman pahit dari salah seorang kerabat saya. Dia sebetulnya ingin menuliskan kejadian ini, namun karena mengingat beberapa nama yang nantinya bakal ikut sedih atas apa yang menimpa pada dirinya, maka dia urung kan niatnya. Hanya saja agar pengalaman pahitnya tidak terjadi pada orang lain dan memberikan kewaspadaan bagi semuanya, maka saya minta ijin untuk memposting di sini.
Berikut ceritanya:
Pelayan sudah menanyakan apakah kami akan memesan sesuatu lagi sebagai last order untuk mengusir kami dengan halus ketika pertanyanku untuk mas Firman dijawab oleh kang Dudung bahwa pak Dian Kelana menulis di Kompasiana bahwa akun FB pak Thamrin Dahlan di-hack. Aku reflek memandang suamiku dan berbisik “should!” sebagai ungkapan kaget bercampur kecewa yang sebenarnya berasal dari kata “sh**!” dan seperti biasa dia menatapku tenang tanpa berkata apa-apa untuk menenangkanku.
Pertanyaanku itu seharusnya kutanyakan sebelum kejadian tidak menyenangkan yang kualami karena aku ingin memastikan apakah mas Firman sempat memperhatikan akun FB pak Thamrin yang memuat beberapa foto gadget terbaru dari merek-merek terbaik saat ini dan sebuah statusnya yang menerangkan bahwa pak Thamrin baru membeli beberapa gadget asli dengan harga sangat murah dari lelang Bea Cukai yang berasal dari barang sitaan. Disitu memang disebutkan juga harga beberapa item yang membuat mataku membesar karena tidak percaya.
Aku sebenarnya hanya berniat menyapa pak Thamrin setelah melihat kejanggalan pagi tadi karena tidak biasanya pak Thamrin memuat gambar-gambar gadget seperti itu namun status yang provokatif tentang harga gadget yang begitu murah membuatku tergiur dan lengah.
Sempat meninggalkan komentar apakah statusnya serius karena jika iya, aku berminat. Pertanyanku itu langsung dijawab melalui inbox dengan mempersilahkan aku menghubungi sepupunya yang diperkenalkan sebagai pejabat Bea Cukai jika aku memang berminat.
Akhirnya aku langsung menghubungi pak Narzan, sepupunya itu.
Alarmku sudah berbunyi ketika pak Narzan mengatakan jika aku beminat sungguh-sungguh aku harus mentransfer uang dalam waktu setengah jam namun jawabannya yang meyakinkan bahwa barang yang aku inginkan yaitu McBook Pro dan iPad2 banyak yang menginginkan dan dia tidak bisa menjamin apakah masih ada jika aku tidak segera mentransfer karena akan diberikan kepada peminat lain, membuatku tidak memiliki kesempatan untuk berpikir panjang.
Aku sempat meminta pertimbangan kepada suamiku dan dia tidak setuju aku membeli gadget yang harganya menurut dia sangat mencurigakan namun aku bersikeras bahwa ini saudara sepupunya pak Thamrin Dahlan jadi tidak mungkin dia melakukan penipuan karena pak Thamrin sendiri yang memberikan nomer hp-nya.
Maka setelah menutup telefon suamiku, dalam hitungan detik uangku Rp.5.500.000,- pun berpindah dari rekeningku ke rekening yang diberikan oleh pak Narzan. Menurutnya itu no rekening anaknya karena namanya berbeda tanpa aku tanya.
Aku dan pak Narzan masih berhubungan melalui sms ketika dia menanyakan no kartu kreditku. Ketika aku tanya untuk apa? Dia menjelaskan bahwa untuk mengeluarkan barang dari gudang di Bea Cukai harus ada surat resmi untuk mengeluarkan barang dan diperlukan data beserta kartu kreditku. Aku pun memberinya no kartu kreditku beserta nama di kartu. Aku sempat bertanya dengan pak Thamrin melalui inbox mengapa nomer kartu kreditku ditanyakan dan pak Thamrin menjawab memang demikian. Tidak berapa lama 3 digit nomer di belakang kartu kreditku pun ditanyakan oleh pak Narzan beserta tgl kadaluarsanya. Aku kaget dan bertanya lagi untuk apa. Dengan kalem dia berkata aku akan dikenakan biaya sebesar US $ 5 untuk surat izin tersebut sehingga data CCV (3 digit nomer di belakang kartu) dan tgl kadaluarsa diperlukan.
Aku menghubungi suamiku dan dia memintaku untuk tidak memberikan dua keterangan yang diminta namun lagi-lagi aku membandel karena menurutku alasan pak Narzan cukup masuk akal. Apalagi dia membalas smsku bahwa dia adalah bendahara di Bea Cukai dan banyak sekali data kartu kredit yang dimiliki dari transaksi sebelumku namun tidak ada satu pun keluhan dari semua yang sudah memberikan bahwa kartu mereka dipakai belanja oleh Bea Cukai.
Akhirnya aku memberi semua data yang yang diminta dan sempat bertanya kapan barang akan diterima, dia menanyakan alamatku. Ketika kujawab, dengan mantap dia mengatakan pengiriman hanya sehari saja karena masih di wilayah Jakarta.
Aku tidak sedikit pun berparasangka jelek setelahnya hingga aku mendapat informasi dari kang Dudung tentang tulisan pak Dian Kelana tadi.
Ini berarti pak Thamrin Dahlan yang aku ajak bicara melalui pesan di inbox facebook bukan pak Thamrin Dahlan yang sebenarnya. Demikian juga pak Narzan yang no hpnya tidak aktif lagi ketika aku mencoba menghubunginya setelah mendapat infomasi tentang pembajakan akun Facebook, dia bukan sepupu pak Thamrin.
Setelah pindah dari restoran yang mau tutup itu menuju meja kosong di area foodcourt, di depan teman-teman ku aku segera menghubungi layanan 24 jam untuk kartu kreditku dan benar saja ada tagihan baru sebesar Rp 3,700,000,- yang tidak pernah kulakukan hari ini. Luar biasa, mereka pasti sangat butuh uang karena uang transferanku masih belum cukup buat mereka.
Aku tahu uang yang kutransfer melalui bank Mandiri itu pasti sudah diambil langsung oleh pemilik rekening yang bernama A. Wahyudi. Aku juga tahu kalau pun aku melapor ke polisi kemungkinan untuk berhasil melacak penipuan ini hanya 50-50 dan pengalamanku selama ini jika menjadi korban dan melapor ke kepolisian hanya akan menjadi korban dua kali karena akan memakan waktu, biaya, tenaga yang tidak sebanding dengan harapanku kepada penyidik kepolisian.
Jadi aku hanya mengikuti masukan suamiku untuk berdoa agar uang yang aku kirimkan bisa bermanfaat untuk mereka yang menipuku…. aamiin
Selesai? Belum!
Aku merasa bersalah karena mengajak salah satu teman kantor untuk ikut membeli gadget yang menggiurkan itu. Kebetulan dia sedang menginginkan iPad2 dan MacBook Pro juga sehingga ketika aku mengkonfirmasi apakah dia jadi membeli keduanya, dia setuju untuk menggunakan uangku terlebih dahulu sebesar Rp 5,000,000,-, yang langsung aku transfer lagi ke rekening yang disebutkan pak Narzan tadi . Aku membayangkan dia pasti sedih jika teman-teman kami yang lain menanggapi musibah kami ini spontan dengan kurang bijaksana. Suamiku menatapku heran mengapa aku berpikir sampai sana. Aku juga tidak tahu tapi mungkin itu rasa bersalahku saja.
Biar lah kalau dia enggan mengganti, aku tidak apa-apa karena ini memang salahku. Meskipun aku sudah memperingati sebelumnya agar aku saja yang membeli dahulu sehingga jika terjadi penipuan aku saja yang rugi namun keyakinanku bahwa pak Thamrin Dahlan bukan orang sembarangan menularkan keyakinan yang sama untuknya. Demikian juga ketika dia kuminta untuk meng-invite pak Thamrin atau menghubungi pak Narzan langsung, aku tetap salah karena seharusnya aku konsisten dengan permintaanku itu bukan akhirnya menyetujui keamuan dia untuk membeli gadget melaluiku saja.
Suamiku memelukku dan bertanya apakah aku baik-baik saja setelah kami berpisah dengan teman-teman lain untuk pulang ke rumah. Tentu saja aku tidak baik-baik tapi aku merasa lebih baik jika dia tidak mengasihaniku karena aku memang pantas mendapat “jeweran” ini. Aku tahu jika aku meminta suamiku untuk mengganti uangku yang hilang, dia pasti akan berusaha untuk memenuhinya namun aku pun tahu bahwa membuat orang lain rugi karena ulahku hanya akan membuatku merasa lebih rugi lagi berlipat-lipat. Jadi aku hanya meminta dia mendoakan aku supaya lebih bijak dan ikhlas setelah mendapat pelajaran pahit ini.
Terimakasih tulus untuk mereka yang menipuku karena sudah mengingatkan aku yang kurang bersedeqah, merasa sombong karena berkali-kali heran jika mendengar bagaimana mudahnya orang ditipu oleh sesuatu yang sebenarnya jelas sekali suatu penipuan, kurang memperhatikan kedua orangtuaku yang baru kuingat jika mendapat masalah dan untuk bersyukur sebagai pihak yang dizhalimi, bukan yang menzhalimi di penipuan ini. Semoga rezeki melaluiku itu bermanfaat untuk mereka dan bisa membuat mereka berhenti menipu orang lagi.
Beberapa pelajaran penting dari pengalamanku ini :
1. Jika teman kita memuat sesuatu berbeda di wall facebook-nya dan tidak pernah dilakukan sebelumnya, waspada lah karena kemungkinan besar akun Facebook-nya dibajak.
2. Jangan pernah memberikan tiga digit angka dibelakang kartu kredit (ccv) dan juga keterangan lainnya dari kartu kredit kita kepada siapa pun. Jika itu itu memang dibutuhkan untuk bertransaksi pastikan bahwa kita bertransaksi dengan pihak yang benar, terpercaya dan bisa menjaga kerahasiaan data kartu kredit kita itu.
3. Jangan pernah tergiur jika melihat harga murah karena hukum dagang pasti berlaku dimana pun. Ada harga, ada barang! Kalau harganya sesuai barang, barangnya pasti ada tapi kalau harganya terlalu murah pasti barangnya jelek atau bahkan tiada ada sama sekali.
4. Jangan pernah mengambil keputusan dalam suasana hati tidak tenang karena sedang berbunga-bunga, terlalu senang, bingung, dipenuhi harapan, terburu-buru, khawatir dll
5. Pertemanan bukan pertemanan jika kita belum memiliki nomer handphone teman kita. Bila merasa berteman baik, menanyakan nomer handphone yang bisa dihubungi adalah hal yang lumrah yang bisa sangat membantu jika kita ingin menge-check sesuatu jika diperlukan.
6. Biasakan berbelanja dengan sistem COD (Cash on Delivered) yaitu membayar setelah barang diterima apabila keadaan tidak memungkinkan untuk melihat wujud asli barang yang ingin kita beli.
7. Jangan serakah karena setiap orang ada takarannya masing-masing. Kalau kebanyakan atau melebihi pasti diambil paksa karena memang bukan takarannya.
8. Terakhir yang paling penting adalah dengarkan apa kata suami atau istri karena mereka sangat mengenali kita sehingga mereka bisa obyektif ketika kita sedang tidak waspada menghadapi sesuatu.
Omong-omong, jangan percaya kalau aku seperti tidak merasa kehilangan atau rugi, aku memilih sikap tidak kemrusung setelah mengalami penipuan semata-mata karena tidak melihat kemrusung atau sikap negatif lainnya akan mengembalikan uangku yang hilang. Aku berharap peristiwa pahit yang bisa dianggap sebagian orang menunjukan keluguan (baca : begok) karena mudah ditipu ini tidak terjadi kepada yang lain. Jangan lagi ada ‘korban’ seperti aku.
Mudah-mudahan cerita kerabat saya tersebut bisa bermanfaat , dan kita bisa lebih waspada menghadapi modus penipuan yang makin kreatif sehingga bisa terhindar dari kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H