Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta, Novita Sari 202111038
Efektivitas Hukum dalam Masyarakat dan Syaratnya
Sebelum membahas mengenai efektivitas hukum dalam masyarakat. perlu kiranya memahami lebih dahulu pengertian sistem hukum. Suatu kajian terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat tidak hanya mengkaji kaidah-kaidah hukum dan pengertian-pengertian dalam hukum saja. Berbagai kaitan dan hubungan hukum dengan faktor-faktor non-hukum perlu memperoleh perhatian. Suatu bidang studi yang mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai salah satu gejala sosial dengan gejala sosial yang lain adalah Sosiologi Hukum.
Efektivitas berasal dai kata efektif yang mengandung arti keberhasilan Dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Efektifitas selalu tentang hubungan antara hasil yang di harapkan dan hasil yang sebenarnya tercapai. Efektivitas adalah kemampuan untuk melakukan tugas organisasi.
Efektifitas hukum membahas mengenai pengaruh hukum terhadap masyarakat, penerapan efektifitas hukum dimana saja diseluruh dunia selama ada manusia yang hidup bermasyarakat maka disitulah juga terdapat hukum, hanya bentuk dari hukum itu sendiri yang membedakan karena menyesuaikan peradabannya. Itu selaras dengan salah satu sifat hukum yaitu hukum menyesuaikan dan mengikuti perkembangan jaman. Karena dimana ada masyarakat disitu juga ada hukum, maka hukum banyak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
Jadi, menurut saya suatu Efektivitas hukum dalam masyarakat dapat dipengaruhi juga oleh peran manusia melihat dari sudut pandang hukum progresif. Sosiologi hukum yang membuka mata kita terhadap peran manusia dalam berhukum. Hukum dapat dilihat sebagai teks dan mengeliminasi faktor serta peran manusia, mendapatkan koreksi besar dengan menempatkan peran manusia tidak kurang dari posisi sentral.
Hukum dapat efektiv di dalam masyarakat apabila ada suatu aturan yang jelas mengatur, ada penegak hukum agar aturan tersebut berjalan sebagaimana mestinya, adanya prasarana yang mendukung, dan adanya warga masyarakat yang menjalankan aturan tersebut. Hukum di dalam masyarakat tidak akan efektiv apabila masyarakat tidak dapat menerima hukum itu sendiri, ini berarti hukum harus tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat.
Efektivitas hukum dapat diartikan dengan kemampuan hukum untuk menciptakan atau melahirkan keadaan atau situasi seperti yang dikehendaki atau diharapkan oleh hukum. Dalam kenyataannya. hukum itu tidak hanya berfungsi sebagai sosial control, tetapi dapat juga menjalankan fungsi perekayasaan sosial (social-engineering atau instrument of change). Dengan demikian, efektivitas hukum itu dapat dilihat baik dari sudut fungsi sosial kontrol maupun dari sudut fungsinya sebagai alat untuk melakukan perubahan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas hukum itu dapat diperinci sebagai berikut:
- Faktor hukumnya sendiri.
- Faktor penegak hukum, yakni pihakpihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
- Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
- Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
- Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Untuk mencapai keefektifan hukum dalam masyarakat ada syarat syarat yang harus di ketahui yaitu: Undang-undang harus dirancang secara baik, undang-undang itu bersifat melarang dan bukan bersifat mengharuskan, Jika undang-undang tersebut memuat sanksi, hendaknya sanksi yang diancamkan di dalam undang-undang tersebut sesuai dengan sifat undang-undang yang dilanggar, Sanksi yang diancamkan kepada pelanggar jangan sampai terlalu berat (berlebihan), Adanya sanksi yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa enggan bagi penegak hukum untuk menerapkan sanksi secara konsekuen, Adanya kemungkinan untuk mengamati dan menyelidiki perbuatan atau sikap tindak yang telah dipatoki dan dipedomani oleh kaidah-kaidah dalam undang-undang itu, Hukum yangmengandung laranganlarangan moral cenderung lebih efektif dari hukum yang tidak selaras dengan moral, Undang-undang yang telah dibuat perlu "dimasyarakatkan" melalui penyuluhan-penyuluhan yang terarah.
Contoh Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah
Pendekatan sosiologis dibedakan dari pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara agama dan masyarakat. Pentingnya Pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. telah ditunjukan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial. Adapun sosiologi agama mempelajari bagaimana agama mempengaruhi masyarakat, dan boleh jadi agama maysrakat mempengaruhi konsep agama. Pendekatan sosiologi memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha untuk memahami dan menggali makna-makna yang sesungguhnya dikehendaki oleh Al-Qur'an.
Signifikansi pendekatan sosiologi dalam studi Islam, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Karena banyak kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan bantuan dari ilmu sosiologi. Di samping itu, besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial yang mendorong umatnya untuk memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Setidaknya ada lima bentuk dalam studi hukum Islam yang dapat menggunakan pendekatan sosiologi, yakni meliputi:
- Studi tentang pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat.
- Studi tentang pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama atau konsep keagamaan.
- Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat.
- Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim.
- Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan beragama.
Contoh pendekatan sosiologi dalam hukum ekonomi syariah adalah mengacu pada perbedaan gejala studi Islam pada umumnya, maka hukum Islam juga dapat dipandang sebagai gejala sosial. contohnya Interaksi orang-orang Islam dengan sesamanya atau dengan masyarakat non-Muslim di sekitar persoalan hukum Islam adalah gejala sosial.
Contoh lain yakni persoalan kegiatan jual beli yang dilarang dalam Islam yang bersifat gharar atau berkesan memiliki ketidakjelasan tujuan dari pokok barang yang dijual. Sebagai contoh yaitu jual beli di Electronic commerce atau e-commerce yaitu segala aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media elektronik. Jual beli ini dapat menjadi terlarang atau bersifat gharar diantaranya adalah karena ketidakjelasan atau ketidaksesuaian objek/barang dalam jual beli yang bersifat tidak ditempat. Sehingga jual beli seperti ini akan memunculkan percekcokan antara pembeli dan penjual dimana pembeli merasa  dirugikan karena ketidaksesuaian barang. Solusi dari praktek jual beli ini adalah dengan memunculkan sistem akad saling senang atas kesepakatan bersama.
Latar Belakang Munculnya Gagasan Progressive Law
Pernyataan tentang pelaksanakan dan penegakan hukum di Indonesia dengan satu kalimat "tajam ke bawah tumpul ke atas". Pernyataan ini tentu memiliki alasan yang kuat dengan menyaksikan implementasi penegakan hukum dan hukum yang sangat menjadi sororotan itu adala implementasi hukum pidana. Padahal dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepstian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" dalam pasal tersebut tercantum kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum artinya setiap warga negara memiliki hak yang sama dan tidak di banding bandingkan dengan kekayaan, status, jabatan maupun keturunan.
Progressive law atau hukum progresif muncul akibat hukum dinilai tajam ke bawah dan tumpul ke atas karena dianggap tidak adil bagi semua kalangan masyarakat. Progressive Law merupakan hukum yang bersifat maju yang artinya suatu tatanan hukum harus menuju ke arah yang lebih baik agar suatu hukum itu bebas dalam cara bertindak sebagaimana agar sistem hukum lebih berguna demi suatu kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, hukum progresif ini dilatarbelakangi oleh dasar filsafat hukum progresif yaitu hukum yang mensejahterakan dan hukum yang berkeadilan.
Law and Social Control, Socio-Legal, dan Legal Pluralism.
Law and social control atau Kontrol sosial adalah metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan serta mengarahkan individu anggota masyarakat untuk bertindak sesuai norma dan makna nilai sosial yang sudah ada dan terlembaga dalam masyarakat dengan sifat formal berupa perundang-undangan ataupun non formal yang berlaku pada dasar istiadat tertentu.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Hal ini berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Menurut penulis, dari pernyataan tersebut hukum sangat dibutuhkan guna mempertahankan ketertiban aturan yang dibuat dan juga sebagai pedoman dalam pengendalian sosial apabila masyarakat melakukan penyimpangan dan melanggar aturan yang sudah dietapkan. Berdasarkan hal tersebut, hukum dijadikan sebagai sarana control sosial agar masyarakat berhati-hati dalam bertindak dan berbuat benar menurut aturan, sehingga ketertiban dan ketentraman akan terwujud.
Socio-Legal, Studi sosio legal merupakan kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial. Studi hukum di negara berkembang memerlukan kedua pendekatan baik pendekatan ilmu hukum maupun ilmu sosial. Socio-Legal merupakan perpaduan antara bermacam-macam metodologii dari berbagai kajian kemanusiaan dan hukum. Kajian Socio-Legal adalah salah satu metode interdisipliner yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana hukum bisa dipraktikkan secara efektif di masyarakat.
Studi sosiolegal melakukan studi tekstual, pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan dapat dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subyek hukum. studi sosiolegal juga mengembangkan berbagai metode "baru" hasil perkawinan antara metode hukum dengan ilmu sosial. Jadi, menurut penulis dalam hal ini Ilmu sangat berperan penting dalam mengembangkan hukum di suatu negara.
Pluralisme Hukum (legal pluralism) Pluralisme hukum ialah munculnya suatu ketentuan atau sebuah aturan hukum yang lebih dari satu di dalam kehidupan sosial. Kemunculan dan lahirnya pluralisme hukum di indonesia di sebabkan karena faktor historis bangsa indonesia yang mempunyai perbedaan suku, bahasa, budaya, agama dan ras.
Pluralisme hukum memang tidak seketika menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi, pluralism hukum hadir untuk memberikan pemahaman yang baru kepada partisi hukum, pembentuk hukum negara (para legislator) serta masyarakat secara luas bahwa disamping hukum negara terdapat sistem-sistem hukum lain yang lebih dulu ada di masyarakat dan sistem hukum tersebut berinteraksi dengan hukum negara dan bahkan berkompetensi satu sama lain. Disamping itu, puralisme hukum memberikan penjelasan terhadap kenyataan adanya tertib sosial yang bukan bagian dari keteraturan hukum negara. Jadi, menurut penulis dalam kehidupan sosial hukum akan terus berkembang dan memunculkan ketentuan/hukum baru, walaupun tidak langsung menyelesaikan permasalahan sosial masyarakat, tetapi hadir juga untuk memberikan pemahaman baru secara luas kepada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H