Kesehatan Tambahan di era krisis BPJS sangat efektif, terutama di tengah penghapusan kelas standar rawat inap BPJS menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) atau yang juga disebut dengan Kelas Tunggal merupakan kebijakan dalam penyelenggaraan JKN melalui BPJS Kesehatan. Kebijakan ini nantinya akan menggantikan klaster atau kelas kepesertaan BPJS Kesehatan yang saat ini dibedakan menjadi kelas 1, 2, dan 3 yang pada 2023 akan menjelma menjadi kelas tunggal atau KRIS. Dengan kata lain, nantinya para peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan pelayanan yang sama, serupa dan standar.
Skema Coordination of Benefits (CoB) dalam konteks  AsuransiSesuai dengan amanah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 Ayat 4 yang menyatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di RS, maka diberikan kelas standar. Tujuannya adalah untuk mewujudkan ekuitas dalam Program JKN (Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2004, 2004). Tidak ada lagi pembagian kelas karena setiap peserta BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan yang sama. Rancangan kebijakan KRIS bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas dalam program JKN. Ekuitas merupakan kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besarnya iuran yang telah dibayarkan. Kebijakan KRIS diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2022, dengan skema pada tahun 2022 diberlakukan pada RS vertikal, pada tahun 2023 diberlakukan pada RSUD dan RS Swasta, dan pada tahun 2024 ditargetkan sudah bisa diimplementasikan secara keseluruhan.
Berdasarkan data belanja kesehatan di Indonesia tahun 2014--2023, belanja rumah tangga atau out of pocket mencapai 175,5T (28,9%) menunjukkan tren peningkatan. Berdasarkan data tersebut perlu pengalihan belanja rumah tangga atau out of pocket peserta ke sistem asuransi melalui mekanime koordinasi antar penyelenggara jaminan dengan skema Coordination of Benefits (CoB) yaitu BPJS Kesehatan dengan asuransi kesehatan tambahan agar peserta mendapatkan perlindungan dari produk asuransi yang dibeli meliputi kebutuhan dasar kesehatan dan kebutuhan lainny. Berdasarkan data belanja kesehatan menunjukkan bahwa total klaim asuransi kesehatan swasta lebih besar dibanding dari total premi. Pada tahun 2023 total klaim mencapai Rp. 26,94 T dan ini lebih besar dibanding total premi yaitu Rp. 21,03 T.
Program Jaminan Kesehatan Nasional yang menganut Social Health Insurance salah satu cirinya adalah kepesertaan wajib. Oleh karena itu seluruh penduduk Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Selain menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat dapat menjadi peserta jaminan kesehatan lainnya yang dikelola asuransi kesehatan tambahan/ badan penjamin lainnya. Untuk menanggulangi dampak dari asuransi rangkap atau over insurance tersebut maka diperlukan Coordination Of Benefit (CoB).
Coordination of Benefits (CoB) adalah mekanisme yang memungkinkan peserta BPJS Kesehatan memiliki perlindungan tambahan melalui asuransi kesehatan tambahan. Dalam skema ini, BPJS dan asuransi kesehatan tambahan bekerja sama untuk menanggung biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan masing-masing. Implementasi ini sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang menyatakan bahwa bahwa peserta dapat meningkatkan kelas asuransi kesehatan dengan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan dan atau membayar sendiri selisih biaya antara yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya Dan Selisih Biaya Dalam Program Jaminan Kesehatan, menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan, perlu memberikan acuan dalam pengenaan urun biaya dan selisih biaya sebagai bagian upaya kendali mutu dan kendali biaya serta pencegahan penyalahgunaan pelayanan di fasilitas Kesehatan. Peserta dapat meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif. Peserta yang ingin meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya sebagaimana dimaksud dikenakan selisih biaya antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan. Pembayaran Selisih Biaya dapat dilakukan secara mandiri baik oleh Peserta maupun pemberi kerja, atau melalui asuransi kesehatan tambahan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya Dan Selisih Biaya Dalam Program Jaminan Kesehatan menjelaskan tentang ketentuan peserta yang dikecualikan dan tidak bisa menggunakan skema Coordination of Benefits (CoB) dengan asuransi Kesehatan tambahan yaitu bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dan terakhir peserta pekerja penerima upah yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan anggota keluarganya. Didalam Permenkes tersebut sudah jelas bahwa skema Coordination of Benefits (CoB) tidak bisa dimanfaatkan oleh semua peserta BPJS Kesehatan.
Dalam skema Coordination of Benefits (CoB) ini BPJS Kesehatan menjadi pembayar klaim utama, sedangkan asuransi swasta menjadi penunjang. Jika klaim peserta melebihi limit yang ditanggung BPJS, kekurangannya akan ditanggung oleh asuransi swasta. Untuk kenaikan kelas rawat inap, peserta harus menanggung selisih biaya antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dan biaya layanan yang diinginkan. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1366/2024 Tentang Pedoman Pelaksanaan Selisih Biaya Oleh Asuransi Kesehatan Tambahan Melalui Koordinasi Antara Penyelenggara Jaminan, menjelaskan bahwa penyelenggaraan koordinasi selisih biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan.
Dalam hal ini  fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dalam melakukan kesepakatan dengan asuransi kesehatan tambahan perlu memastikan adanya koordinasi antara asuransi kesehatan tambahan dengan BPJS Kesehatan terkait selisih biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan. Pelaksanaan Selisih Biaya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1366/2024 dijelaskan sebagai berikut:
Biaya pelayanan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan sebesar 75% dari tarif INA-CBG sesuai dengan hak kelas perawatan peserta yang diklaimkan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut. Tarif Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.
Selisih biaya pelayanan yang ditanggung oleh asuransi kesehatan tambahan dihitung dari selisih tarif fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, paling banyak sebesar 125% dari tarif INA-CBG sesuai dengan hak kelas perawatan peserta.