Mungkin peristiwa ini dianggap sebagai kisah yang terlupakan di masa lalu. Peristiwa pilu dari padang Karbala (kini Iraq), yang menyebabkan umat Islam terbelah menjadi dua golongan. Yakni Sunni dan Syiah. Sebuah peristiwa memilukan, yang telah diisyaratkan oleh Malaikat Jibril ketika bertemu dengan Rosulullah SAW, dengan membawa amanat (kain kafan) dari Allah SWT.
Dikisahkan bahwa, Malaikat Jibril hanya membawa 5 kain kafan dari surga. Pertama untuk Rosulullah SAW, kedua untuk Siti Khadijah RA, ketiga untuk Fatimah Az Zahra, keempat untuk Ali bin Abi Thalib RA, dan kelima untuk cucu Rosulullah SAW, Hasan. Namun, Husain bin Ali tidak disertakan, karena Malaikat Jibril memberi tahu bahwa akan terjadi sebuah peristiwa tragis terhadapnya.
Semua berawal dari perseteruan antar umat Muslim sesaat usai Rosulullah SAW wafat. Umat Muslim kala itu mulai terpecah menjadi beberapa golongan, ketika hendak memutuskan siapa khalifah yang dirasa paling tepat menggantikan kepemimpinan Rosulullah SAW dalam memimpin umat. Karena secara etimologi, khalifah memiliki makna penerus, dengan tugas melanjutkan dakwah Islam.
Namun, selisih pendapat kemudian berakhir pada pemilihan Abu Bakar Ash Shidiq, yang secara aklamatif didaulat sebagai pemimpin umat Muslim setelah Rosulullah SAW wafat. Ketika Abu Bakar Ash Shidiq wafat, tampuk kepemimpinan kemudian beralih pada Umar bin Khattab. Pada masanya (Umar), Islam telah berkembang hingga wilayah Eropa yang kala itu tengah dikuasai oleh Romawi.
Ketika Umar bin Khattab wafat, tampuk kepemimpinan pun jatuh ke tangan Ustman bin Affan. Nah, pada masa kepemimpinannya perselisihan antar kelompok mulai memanas. Hingga membuat Ustman bin Affan wafat dalam sebuah pemberontakan. Sedangkan, penerusnya Ali bin Abi Thalib juga wafat dalam sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah I.
Muawiyah I yang secara langsung mengambil alih kepemimpinan terkejut karena umat Muslim di Kufah secara resmi membai'at Hasan bin Ali (cucu Rosulullah SAW) sebagai penerus kekhalifahan. Mengetahui kenyataan ini, seketika Muayiwah I membuat sebuah perjanjian dengan Hasan bin Ali, untuk saling menjaga kekhalifahan selama keduanya hidup.
Tak lama, kabar duka justru terdengar dari keluarga Hasan bin Ali, beliau diketahui wafat secara tiba-tiba (diracun). Mengetahui kabar tersebut, buru-buru Muawiyah I mendeklarasikan Yazid bin Muawiyah sebagai khilafah selanjutnya. Hal ini dilakukan oleh Muawiyah karena tak ingin Husain meneruskan kepemimpinan Hasan.
Pada masa kepemimpinan Yazid bin Muawiyah, selalu ditandai dengan berbagai pergolakan dalam negeri. Lantaran Muawiyah I meminta kepada para pengikutnya untuk melakukan sumpah setia kepada Yazid. Umat Muslim tidak menyukai gaya dan sikap kepemimpinan Yazid, yang dianggap jauh menyimpang dari ajaran Islam. Kiranya sejarah mencatatnya demikian.
Hal inilah yang kemudian membuat Husain tergerak untuk mengambil alih kekhalifahan, dengan menolak menyatakan sumpah setia kepada Yazid. Disinilah kemudian cikal bakal peristiwa Karbala terjadi. Yazid pun mempersiapkan sekitar 3000-5000 pasukannya untuk memburu Husain bin Ali.
Di padang Karbala tepatnya, kala Hasan bin Ali hendak melakukan perjalanan ke Kufah. Di tengah perjalanan, rombongan Hasan, yang diiringi dengan keluarga beserta para sahabat lain (wanita dan anak-anak), langsung dikepung dari berbagai arah oleh pasukan berkuda Yazid. Selama beberapa hari lamanya, rombongan Hasan dikepung tanpa diberi akses sedikitpun.
Hingga pada tanggal 10 Muharram 61 H atau 10 Oktober 680 M, perang Karbala pun berkecamuk. Hingga di akhir pertempuran, banyak diantara pengikut Husain yang gugur di medan pertempuran, termasuk para wanita dan anak-anak (Ali Asghar bin Husain) yang kala itu berusia 6 bulan.
Tak luput dari aksi anarkis pasukan Yazid kepada jasad Husain sesaat setelah kepala beliau dipenggal oleh Sinan bin Anas bin Amr Nakhai. Sungguh sebuah peristiwa diluar nalar kemanusiaan karena unsur politik pemerintahan. Inilah kiranya, betapa politik kerap mempengaruhi kewarasan berpikir manusia. Seperti kisah Yazid, yang haus akan kekuasaan.
Puncaknya memang pertempuran Karbala, namun latar belakangnya sudah terjadi sejak perebutan kekhalifahan yang bersumber dari kepentingan politik antar golongan. Kita tidak akan membahas secara spesifik mengenai perbedaan antara Sunni dan Syi'ah secara keyakinan. Melainkan melalui kisah konflik politik yang mendasari terjadinya perpecahan di kalangan umat Muslim kala itu.
Salam damai, dan terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI