Era digitalisasi informasi kini secara faktual memang telah memberi ruang terbuka bagi siapapun juga dalam menyampaikan sebuah berita. Baik dalam perspektif positif atau negatif, semua mempunyai kebebasan berekspresi dalam dunia maya. Khususnya dalam ruang pers, yang identik dengan kabar peristiwa sesuai fakta dan realita.
Sesuai fakta dan realita ini sudah sepatutnya dijunjung tinggi bagi segenap insan pers. Artinya bahwa berita yang disajikan, bukanlah berita hoax dan tidak bertanggung jawab. Muatan yang disajikan pun sudah melalui riset yang dapat menunjang validitas sajian berita. Bukan sekedar menyajikan dari perspektif yang tengah viral atau berangkat dari hasil plagiasi.
Namun, apakah penyampaian berita yang berdasarkan fakta ataupun data dapat menjadi jaminan saat ini? Karena banyak diantara penyaji berita positif justru menghadapi segala kendala dan bahkan ancaman, bila berita yang disajikan dapat dikatakan telah menyinggung seseorang, kelompok, bahkan instansi.
Apalagi jika muatannya mengandung kritik dan dianggap mengusik hal yang tabu untuk dipublikasikan. Sudah tentu akan menjadi konflik tertutup bagi para pegiat pers. Bagi para jurnalis, ini merupakan tantangan yang memang harus dihadapi, namun jika ancaman sudah berlebih, apakah akan ada peluang untuk mendapatkan bantuan hukum?
Hingga kini, persoalan ini seolah menjadi hal yang tidak dapat dijelaskan secara pasti. Kita ingat bagaimana kasus wartawan Udin yang belum dapat dikatakan tuntas, sampai saat ini. Sebuah peristiwa pembungkaman pers, yang pernah viral dan dianggap sebagai salah satu bentuk pelanggaran atas HAM.
Kiranya hal ini terus terjadi kini, walau kampanye mengenai kebebasan pers terus digulirkan, bahkan hingga tingkatan internasional. Apalagi kebebasan pers justru membuat para pelaku hoax dapat terus mendapatkan ruang terbuka di media. Dimana keberadaannya justru terorganisir, dan mampu menggiring opini publik dalam memandang suatu berita.
Belum lagi masalah doxing yang belakangan ini marak "menteror" kalangan jurnalis. Ancaman menyebarkan data pribadi bagi para jurnalis yang dianggap "mengganggu" seseorang, kelompok, atau instansi, justru makin kerap terjadi. Ini adalah bukti ancaman nyata bagi pers saat ini, ditengah derasnya arus media digital, yang penuh dengan berbagai berita atas nama suatu kepentingan.
Sudah selayaknya persoalan ini dapat dikemukakan pada peringatan Hari Pers Internasional kini. Khususnya dalam upaya mengurai polemik dalam kontek kebebasan pers. Pun terhadap industri pers, yang sudah selayaknya mengedepankan prinsip independen dan merdeka dalam penyampaian sebuah berita. Namun tetap sesuai aturan dan norma yang berlaku terhadapnya.
Jadi, kemerdekaan adalah hal utama bagi para jurnalis. Dengan prinsip dan aturan yang sejatinya telah menjadi pedoman dalam setiap sajian beritanya. Hal ini menjadi syarat penting, bagi keleluasaan informasi yang positif bagi masyarakat. Bukan justru menebar konflik dengan tendensi tertentu yang kerap menjadikan suasana menjadi tidak kondusif. Sesuai kode etiknya.
Agar berita yang tersaji tidak dijadikan bahan untuk mengecam satu dengan lainnya. Apalagi jika berita yang disajikan dianggap telah memenuhi kriteria kritik. Kiranya kebebasan pers dapat menjadi bagian dari demokrasi yang selaras dengan konsep check and balance. Terlebih jika berkaitan dengan kebijakan publik, yang dirasa perlu untuk dapat saling mengawasi (netizen).
Netizen pun seolah menjadi masyarakat maya yang mampu menggiring opini publik terhadap suatu pemberitaan tertentu. Baik dalam perspektif positif atau negatif, semua seolah dikembalikan kepada warganet, yang menjadi bagian dari kemerdekaan berpendapat. Namun uniknya, banyak pula berita yang justru berangkat dari trending topic para netizen tersebut.
Di Hari Kebebasan Pers Internasional ini kiranya ada harapan bagi masa depan jurnalis Indonesia. Khususnya terhadap perlindungan hukum yang secara kokoh melindungi segenap insan pers dalam koridor yang tepat. Sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang menjaminnya sebagai hak asasi bagi setiap warga Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H