Melalui Departemen Propaganda Jepang, Sendenbu akhirnya dibentuk guna memberikan informasi mengenai kejayaan Jepang pada setiap pertempuran di Asia Timur Raya. Badan ini tidak lebih dari wadah para jurnalis Indonesia untuk terlibat dan mempelajari seluk beluk tentang Jepang.
Tepatnya pada bulan Agustus 1942, Sendenbu lebih memprioritaskan urusan pers dan media sebagai alat propaganda. Walau kerap ditentang oleh para tokoh nasionalis, karena dianggap memalsukan fakta dan lebih mengintimidasi rakyat. Diantara tokoh Republik yang pernah terlibat di dalam organisasi ini adalah Soekarni.
Dimana mulai tahun 1943 mulai tampak perlawanan rakyat yang mengakibatkan Jepang bertindak semakin keras. Segala macam organisasi "gelap" menjadi target penangkapan oleh Kempeitai (polisi rahasia Jepang). Maka, tidak ada jalan lain bagi Jepang, untuk melibatkan tokoh-tokoh besar seperti Soekarno dan Hatta dalam agenda selanjutnya.
3. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Ialah Putera, yang diketuai langsung oleh Soekarno, Moh. Hatta, K.H. Mas Mansyur dan Ki Hajar Dewantara. Semua elemen "dirangkul" jadi satu oleh Jepang. Tentu saja agar mudah dikontrol dan diarahkan sesuai dengan keinginan Jepang. Melalui Putera, para tokoh nasional tersebut diminta untuk berkontribusi secara aktif guna kepentingan Jepang.
Tidak lain adalah merangkul para pemuda Indonesia, untuk dapat dilibatkan kepada organisasi militer bentukan Jepang. Seperti Heiho, Seinendan, Keibondan, hingga PETA. Pun dengan tenaga paksa yang dipekerjakan di dalam Romusha, ataupun perempuan dalam Fujinkai. Putera diresmikan pada tanggal 16 April 1943.
Maka tidak mengherankan, jika pada suatu kampanye mengenai Romusha, para tokoh Putera terlibat secara langsung. Bahkan dalam usaha mengumpulkan bahan makanan dari rakyat yang kerap melibatkan para tokoh Indonesia. Walau terjadi friksi antara para tokoh nasionalis dengan rakyatnya, tetapi hal itu dianggap lumrah terjadi.
4. Masyumi
Melihat gelagat tidak menguntungkan dari Putera, Pemerintah Jepang pun memisahkan dua kelompok tokoh politik dan agama sesuai porsinya masing-masing. Ialah dengan mendirikan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), dimana para tokoh agama dipersatukan dalam sebuah wadah organisasi pada bulan November 1943.
Baik dari kalangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, diharapkan melalui Masyumi dapat membangkitkan semangat mendukung Jepang ketika menghadapi kekuatan Sekutu. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya kesatuan Hizbullah, yang dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
Walaupun pada akhirnya Hizbullah lebih konsen terhadap upaya-upaya kemerdekaan Indonesia dengan mengedepankan barisan milisnya bersama dengan Heiho dan PETA.