Mohon tunggu...
Bahas Sejarah
Bahas Sejarah Mohon Tunggu... Guru - Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Bangsanya Sendiri

Berbagi kisah sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sutan Syahrir Bapak Bangsa yang Meninggal Terpenjara

24 Februari 2023   18:30 Diperbarui: 24 Februari 2023   18:30 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini adalah kisah seorang pahlawan besar bernama Sutan Syahrir, yang hingga akhir hayatnya meninggal dalam pengasingan. Sebuah kisah tragis bagi seorang Bapak Bangsa yang justru berakhir ditangan bangsanya sendiri. Siapa sangka, konflik politik pada akhirnya membuat dirinya ditetapkan sebagai seorang tahanan politik.

Pertama kita awali dengan kisah beliau di panggung sejarah Indonesia. Tentu saja sejak era pergerakan nasional bergulir, siapa yang tidak kenal tokoh asal Padang Panjang ini. Sejak muda Sutan Syahrir memang menekuni dunia politik, melalui aktivitasnya dalam berbagai organisasi kedaerahan ataupun nasional.

Dimana ia tercatat sebagai salah satu pendiri organisasi Pemuda Indonesia, yang kala itu dianggap sebagai penggerak pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia. Sutan Syahrir juga terlibat secara langsung dalam perumusan Sumpah Pemuda di tahun 1928. Hingga membuatnya melanjutkan studi hukumnya di Belanda.

Selama di Belanda inilah, beliau mendalami paham sosialisme yang tumbuh subur di Eropa. Kelak selama di Eropa inilah, Sutan Syahrir kemudian bergabung dengan organisasi Perhimpinan Indonesia bersama Moh. Hatta. Selama tahun 1930an, kebijakan Belanda dalam memberangus organisasi pergerakan sudah semakin keras.

Begitupula dengan para anggotanya, dengan tidak ada pengecualian bagi siapapun yang terlibat dalam organisasi nasional. Termasuk Sutan Syahrir, yang pada tahun 1931 kembali ke Indonesia. Bukannya malah takut, justru beliau bergabung bersama Partai Nasional Indonesia (PNI) Baru, usai dibekukan oleh Pemerintah Belanda.

Hal inilah yang membuatnya kemudian ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Papua, bersama Moh. Hatta. Berikutnya adalah Banda Neira, Maluku, lokasi pengasingan Sutan Syahir bersama Moh. Hatta. Jadi, dapat dibayangkan betapa dekatnya Sutan Syahrir dengan Moh. Hatta.

Hingga masa pendudukan Jepang di Indonesia, Soekarno-Hatta yang lebih bersikap kooperatif, menjadikan berpisah kongsi. Tidak lain karena Sutan Syahrir mengetahui bahwa Jepang tidak akan menang melawan Sekutu. Berangkat dari keyakinan inilah, beliau menghimpun gerakan bawah tanah untuk melawan Jepang.

Selain itu, kelompok bawah tanah yang dibina oleh Sutan Syahrir ini mempersiapkan segala sesuatu untuk meraih kemerdekaan secara penuh. Kelak, melalui informasi dari Sutan Syahrir, berita mengenai terdesaknya Jepang dapat diketahui oleh para pemuda Indonesia.

Maka tidak heran, jika Sutan Syahrir dilabeli sebagai seorang pejuang radikal. Menuntut kemerdekaan dari tangan bangsa sendiri, tidak melalui hadiah atau pemberian Jepang. Sekiranya demikian yang membuat antara Soekarno-Hatta dan Sutan Syahrir kerap berkonflik ketika masa kekalahan Jepang sudah terdengar.

Bahkan, para pemuda pendukungnya hingga melakukan aksi penculikan terhadap Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok. Tujuannya tetap, kemerdekaan yang sepenuhnya. Bukan lantaran Moh. Hatta mengetahui karakter Sutan Syahrir yang keras kepala. Melainkan keinginannya, melalui perjuangan politik yang direncanakan secara matang, malalui Partai Sosialis Indonesia.

Hingga masa kemerdekaan diraih, Sutan Syahrir langsung didapuk sebagai Perdana Menteri pertama dan termuda di Indonesia. Pengetahuannya yang luas dalam politik internasional membuat dirinya kerap dijadikan sasaran lawan politiknya. Tidak main-main, beliau pernah diculik oleh para simpatisan Tan Malaka pada bulan Juni 1946.

Hal ini dikarenakan, Sutan Syahrir lebih mengedepankan diplomasi dengan Belanda yang hendak menjajah lagi Indonesia. Selain dari eksisntensi golongan Sosialis yang mendominasi Parlemen. Tudingan miring yang dialamatkan kepadanya sebagai kolaborator Belanda dalam Perundingan Linggarjati tidak membuatnya gentar.

Sutan Syahrir lebih percaya bahwa kekuatan diplomasi adalah bukti utama dari eksistensi sebuah Negara. Selain bahwa beliau sangat memperhitungkan kekuatan senjata Sekutu yang jauh lebih unggul dari para pejuang Republik. Benar saja, pada tahun 1947, beliau diminta untuk berpidato dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Tuntutannya terhadap Belanda berhasil dimenangkannya secara mutlak, sebuah rangkaian peristiwa yang mengantarkan Indonesia ke perundingan Meja Bundar. Seperti kita ketahui, bahwa melalui Konferensi Meja Bundar, kekuasaan Belanda di Indonesia kelak akan berakhir.

Selama kepemimpinannya, Sutan Syahrir sangat menentang aksi-aski dari golongan komunis yang dianggapnya "sok" revolusioner. Bahkan beliau secara terang menentang sistem kenegaraan yang dianut oleh Uni Soviet, sejak didaulat menjadi Duta Besar Keliling. Dimana ideologi sosialisme diperkenalkannya secara masif dan menjunjung derajat setiap manusia.

Tetapi, peristiwa Pemberontakan PRRI yang meletus pada tahun 1958, membuat dirinya seketika terhempas dari panggung politik. Hal ini terjadi sebagai akibat dari keterlibatan Partai Sosialis Indonesia dengan aksi-aksi politik dari para tokoh PRRI. Serta merta hal inilah yang membuat hubungan dengan Presiden Soekarno memburuk.

Sebagai konsekuensinya, Partai Sosialis Indonesia dibubarkan oleh Pemerintah pada tahun 1960. Sedangkan Sutan Syahrir ditangkap atas tuduhan makar tanpa diadili. Hal inilah yang kemudian membuat kesehatannya menurun. Keputusan pengasingan dirinya dari panggung politik membuat beliau tertekan hingga terserang stroke.

Selain ditetapkan sebagai tahanan politik, kebebasannya dalam area-area publik pun dibatasi. Hingga upaya berobat ke Swiss juga dipersulit hingga akhir hayatnya. Sutan Syahrir pun akhirnya meninggal dengan status tahanan dalam pengasingan di Swiss pada tanggal 9 April 1966.

Pemerintah Indonesia pun memutuskan untuk memakamkannya di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Serta menganugerahinya dengan gelar Pahlawan Nasional, sesuai dengan Keppres No. 76 Tahun 1966 atas jasa dan perjuangannya. Semoga bermanfaat, terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun