Mohon tunggu...
Novita Ekawati
Novita Ekawati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengajar dan aktivis muslimah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mewujudkan Kemandirian Pangan Tanpa Dikendalikan oleh Impor

23 Februari 2023   06:03 Diperbarui: 23 Februari 2023   09:25 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah penulis dari NOJ/cnbc via Canva

Gonjang-ganjing di kalangan para petani padi juga merasa makin resah disaat pemerintah pusat mewacanakan melakukan impor beras. Disisi lain beras dari luar daerah Kaltim membanjiri pasaran. Para petani kebingungan menjual hasil sawah karena panen berlebih. Sehingga hasilnya panen para petani menjadi banyak yang terbengkalai.

Kran Impor Terus Terbuka

Harga beras di Indonesia, Bank Dunia menyebutkan selama satu dekade terakhir secara konsisten harga beras Indonesia termahal dibandingkan negara Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) lainnya. Harga beras Indonesia 28% lebih mahal dari Filipina, bahkan dua kali lipat dari Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. (Laporan terbaru Bank Dunia "Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022".

Dalih pemerintah jika saat musim tanam dan tidak ada panen, hal tersebut bisa membuat harga beras tinggi. Begitu pun tempatnya, jika sampel diambil di daerah yang jauh dari sentra beras, pasti harganya menjadi mahal. 

Alasan kenaikan harga pangan pun terdengar sangat klasik, yaitu akibat cuaca dan juga permintaan yang tinggi di akhir tahun. Padahal, jika memang kondisi ini terus berulang seharusnya pemerintah tidak jatuh dalam kubangan yang sama. Pemerintah harus bisa menjaga pasokan kala permintaan naik dan produksi menurun akibat cuaca sehingga tercapai harga yang relatif stabil.

Swasembada yang digembar-gemborkan Pemerintah di era kapitalisme menjadi sekadar jargon tanpa realisasi. Apalagi kedaulatan pangan, sebatas janji politik saja. 

Realitasnya, ketergantungan pada impor terus menguat yang menyebabkan harga pangan tidak stabil. Terlepas dari harga beras di Indonesia yang entah termurah atau termahal dibandingkan dengan negara lain, tetapi sebuah fakta bahwa harga beras Indonesia tidak pernah stabil dan cenderung terus meningkat. 

Bukan hanya beras, melainkan juga pangan pokok lain, seperti telur, minyak, dsb. Belum lagi kebutuhan hidup, seperti pulsa, air, listrik, dan BBM, semua mencekik.

Pada periode 2022, telah disepakati izin impor untuk gula, daging sapi, dan garam. Impor gula kristal rafinasi atau GKR ditetapkan sebanyak 3,48 juta ton dan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sebesar 891,627 ton, sedangkan daging sapi dan kerbau direncanakan importasi sebanyak 266.000 ton. Bahkan, untuk kedelai, 90% lebih kebutuhan dalam negeri dipenuhi dari impor dan impor tahun ini diperkirakan mencapai 2,5 juta ton. Untuk bawang putih, ketergantungan pada impor bahkan lebih dari 95% dengan rata-rata impor 500 ribu ton/tahun.

Sejumlah komoditas penting lainnya juga masih dipenuhi dari impor, seperti jagung, gandum, susu, kopi, teh, cengkeh, kakao, dan sebagainya hingga 28 jenis komoditas. Tidak ketinggalan, beras yang produksinya surplus pun masih tetap ada yang diimpor. Tidak hanya bahan pangan, sarana produksi pertanian, seperti alat dan mesin pertanian dan pupuk pun masih tergantung impor. 

Selain Tiongkok, Kanada, dan Mesir, Indonesia juga mengimpor pupuk dari Rusia. Dampak lanjutan konflik Rusia-Ukraina akan menyebabkan lonjakan harga pupuk sebab Rusia merupakan pengekspor utama kalium, amonia, urea, dan nutrisi tanah lainnya, di samping kenaikan harga bahan bakar gas yang telah lebih dahulu melambungkan harga pupuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun