Mohon tunggu...
Novi Touristiani Susan
Novi Touristiani Susan Mohon Tunggu... -

Wirausaha dibidang makanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

“Ancol …, Emang Kagak Ada Matinye!”.

18 November 2011   12:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimat "Ancol..., Emang Kagak Ada Matinye!", aku dengar sekitar 20 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1990.

Dan yang mengucapkannya adalah ibu Kost-ku yang merupakan orang Jakarta Asli (biasa disebut dengan orang Betawi), yang tinggal di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat sejak tahun 60-an.

“Ancol emang punye pemerintah Jakarte, Neng. Ibu inget banget ntuh, awalnya Ancol mulai dibangun waktu jaman-nye Bung Karno. Dan terusan berkembang sampe sekarang”, ucap ibu kost-ku menjelaskan.

Apa yang aku dengar saat itu, tidaklah aku perhatikan hingga beberapa tahun kemudian, secara tidak sengaja aku mendapati sebuah artikel disurat kabar yang menyatakan hal yang senada.

Disebutkan di artikel tersebut bahwa Ancol Taman Impian berdiri di tahun 1966, dengan nama Taman Impian Jaya Ancol.

Dan Ancol Taman Impian sendiri merupakan sebuah sentra rekreasi terintegrasi terbesar se Asia, dengan luas 552 Ha.

Tempat rekreasi ini dirancang sebagai kawasan wisata terpadu "dari" dan "untuk" seluruh lapisan masyarakat Indonesia, oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, dengan menunjuk PT.Pembangunan Jaya sebagai pelaksana pembangunannya.

(Saat Pendirian Ancol)

Kepemilikan Ancol Taman Impian sendiri adalah dimana 72% saham dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta, 18% saham dimiliki oleh PT Pembangunan Jaya, dan 10% saham dimiliki oleh masyarakat.

“Hmm…, jadi Ancol Taman Impian benar-benar milik bangsa Indonesia”, gumamku dalam hati sambil mencermati penjelasan di artikel surat kabar tersebut.

Apalagi mayoritas sahamnya adalah dimiliki oleh PEMDA DKI Jakarta, berarti segala keuntungan akan segera masuk ke kas PEMDA, dan akan digunakan demi kepentingan bersama.

Tambahan pengetahuan tentang Ancol Taman Impian tersebut, membuat diriku semakin penasaran untuk mengenal lebih jauh tentang Ancol.

Maklumlah, sebelum mengenal Jakarta aku tinggal di daerah pegunungan (orang gunung gitu,  maksud-na…). Dan pengetahuanku tentang wisata pantai amatlah sedikit.

Mendengar tentang Ancol Taman Impian dari banyak orang, membuat rasa ingin tahuku menjadi semakin bertambah besar.

Akhirnya beberapa tahun kemudian, tibalah waktu dimana aku ada kesempatan bersama beberapa kawan kuliahku (yang kebetulan sama-sama belum pernah ke Ancol Taman Impian) untuk pergi ke Ancol Taman Impian.

Oh ya, dahulu Ancol Taman Impian masih bernama “Taman Impian Jaya Ancol”.

Dan sesampainya di Ancol Taman Impian, ternyata dampaknya adalah luar biasa…

Ancol Taman Impian benar-benar menyihir kami dengan pesona pantainya.

(Taman Pantai Pantai Indah Ancol)

Hamparan pantai yang luas, ditambah semilir angin pantai yang membelai wajah, dan iringan riak ombak menuju pantai, seakan membuai kami tanpa henti.

Berjam-jam kami habiskan ditepi pantai.

Hingga kami beringsut mencari naungan pohon yang dapat melindungi kami dari terik matahari yang mulai meninggi.

Mata yang selama ini hanya sebatas memandang ruang kuliah atau ruangan kamar kost yang sempit, kini dimanja dengan pemandangan nan luas tak terbatas hingga keseberang lautan.

Benar-benar menenangkan hati dan fikiran!.

Menjelang senja, kami putuskan untuk pulang setelah melihat matahari tenggelam (Sunset). Lalu kami berjanji akan kembali lagi mengunjungi Ancol Taman Impian.

Selang beberapa minggu kemudian, tepatnya setelah kiriman uang dari orang tua sudah sampai, kami kembali ke Ancol Taman Impian untuk mencoba sensasi baru, yaitu BERENANG!.

Sebagai “PUTRI GUNUNG”, kami memang terbiasa berenang, bukan di kolam renang, tetapi di sungai…

Dan kini kami kembali “ternganga” melihat betapa luas dan beragamnya fasilitas kolam renang yang dimiliki oleh Ancol Taman Impian.

Bayangkan, Atlantis Water Adventure adalah wahana renang yang menempati lahan seluas 5 hektar (sekali lagi, “LIMA HEKTAR), dengan delapan kolam utama (kolam Poseidon, Antila, Plaza Atlas, Aquarius, Octopus, Atlantean, dan Kiddy Pool). Mak-nyuss…kan!.

(Wahana Kolam Arus Atlantis Ancol)

(Kolam Renang Atlantis)

(Wahana Kolam Rainbow Ball)

Akhirnya, sehari penuh kami habiskan waktu yang ada hanya untuk berenang, sambil asyik bercanda satu dengan yang lainnya di kolam renang Ancol Taman Impian.

Sebagai akibatnya, fatal..., kami tidak bisa kuliah di keesokan paginya. Tubuh kami pegal-pegal dan tidak bisa bangun dari tempat tidur.

Kawan-kawan yang datang ke tempat kost kami, hanya menertawakan ke-Ndeso’an (ket: Ndeso artinya Norak atau kampungan) kami yang terkapar lemas setelah berenang sehari penuh tanpa ingat waktu..

Apakah kami jadi “kapok” (ket: maksudnya “Jera”).

Oh No!... Tentu Tidak!.

Dalam “keterkaparan” itu, kami malah merancang rencana yang lebih dahsyat, yaitu ingin mencoba tantangan yang lebih ekstrim bagi wong Ndeso seperti kami, yaitu DUFAN (Dunia Fantasi). Tetapi tentunya setelah kami menerima kiriman uang lagi dari orang tua bulan depan.

Sebulan kemudian, setelah lelah dan jenuh berkutat dengan berbagai diktat kuliah yang sukses “memerah” otak kami hingga jenuh dan hampir "meledak", kami segera bersiap untuk “menaklukkan” Dunia Fantasi.

Dengan tiket terusan (satu tiket untuk menjajal banyak wahana permainan), kami jelajahi berbagai wahana yang menantang di DUFAN.

(Poci-poci Dunia Fantasi)

Dari Poci-poci yang sederhana, lalu Bianglala, lalu Kora-kora, dilanjutkan hingga yang terdahsyat, …TORNADO!. Wah...wah...wah...

(Bianglala dan Kora-kora)

Kami sebut terdahsyat…, karena setelah mencoba wahana Tornado ini, tidak satupun dari kami yang kemudian bisa berjalan lurus tanpa terhuyung….

(Tornado Dunia Fantasi Ancol)

“Syuukuuriin…”, demikian komentar kami kepada satu sama lain saat ada diantara kami yang mengeluh pusing dan mual.

(Baku Toki Dufan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun