Mohon tunggu...
Novi Saptina
Novi Saptina Mohon Tunggu... Guru - Guru berprestasi di bidang bahasa dan menaruh perhatian pada kajian sosial dan budaya

Penulis adalah guru. Dalam bidang seni, dia juga menulis skenario drama musikal dan anggota paduan suara. Penulis juga sebagai pengurus lingkungan sekolah. Pada jurnalistik, penulis adalah alumni Akademi Pers dan Wartawan dan turut berpartisipasi sebagai kolumnis koran hingga saat ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Penguatan Keluarga dalam Pendidikan Anak

1 Maret 2017   09:39 Diperbarui: 5 Maret 2017   14:00 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi bangsa yang besar tentunya dicita-citakan. Indonesia tentunya sama juga seperti itu. Sebuah negara dengan kawasan yang apik dengan sumber daya yang handal, anak-anaknya tumbuh sehat dan cerdas, ditambah lagi mempunyai ketaatan pada Tuhannya. Bagaimana menciptakan semua itu? Begitu sulitkah? Apakah betul demikian sulitnya?

Sebuah bangsa yang terjajah merupakan lembaran hitam dan sejarah pahit yang harus dilalui para pendahulu. Namun setelah merdeka, Sang Proklamator pun tak henti untuk memompa semangat anak bangsa agar jangan lagi menjadi bangsa  yang menderita seperti pendahulunya. Cukup sudah para pendahulu yang berkorban jiwa dan raga, rela terjajah dan berupaya melepas dari cengkeraman penjajahan itu dengan berbagai cara mendobraknya. Maka yang berguguran menjadi bunga bangsa.

Pengorbanan itu jangan terbang begitu saja, haruslah berdaya besar untuk memajukan bangsanya.

Bermula dari Keluarga

Keluarga adalah awal dari kemasyarakatan. Bila suatu keluarga mempunyai karakter dan kepribadian yang kuat, kemudian seluruh bangsa mempunyai keluarga-keluarga yang berkarakter adiluhung yang kuat, maka bukan mustahil kalau negara juga akan sangat maju.

Revolusi mental adalah bagaimana memaknai hal yang tersirat dan melaksanakan yang tersirat tersebut dalam tindakan (action) dalam keseharian dan menempuh cita-cita di kehidupan.

Keluarga harus dimaksimalkan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar.

Nawa Cita yang digemakan bangsa sebetulnya memang terobosan handal. Program bernomor delapan itu menyebutkan revolusi karakter.

Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penetapan kembali Kurikulum Pendidikan Nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan Kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,  seperti sejarah  pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara, dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

Dari sini, revolusi mental yang diprioritaskan dalam keluarga sangatlah tepat, karena dari keluargalah awal dari masyarakat terbentuk.

Menjadikan pribadi yang empati, pantang menyerah, dan ceria tentulah menyenangkan semua pihak dan menginspirasi sumber daya.

Adapun revolusi yang masuk dalam 8 Fungsi keluarga yaitu: agama, lingkungan, sosial dan budaya, reproduksi, cinta kasih, perlindungan, dan ekonomi. Tentunya saling terhubung dengan baik.

Dalam hal agama, para keluarga harus mempunyai spiritual yang tinggi sehingga terbentuk kepribadian yang kokoh dan tidak terpengaruh oleh godaan-godaan dari luar karena agama mengajarkan mana yang baik dan buruk, serta bagaimana mengatasi semua godaan yang mengejarnya.

Karakter Bangsa

Untuk menjadi bangsa yang besar diperlukan karakter yang kuat. Seseorang yang mempunyai ciri khas teguh pendirian pandai, ramah, dan pantang menyerah tentunya diinginkan untuk menjadi suatu karakter generasi mudanya yang tumbuh sejak dari anak- anak. Orang tua sangat berperan untuk membentuk karakter tangguh ini.

Generasi muda yang 30 tahun lagi, saat memasuki Indonesia Emas, merekalah yang akan memimpin bangsa. Mereka itu kini adalah para remaja. Dari generasi inilah, mereka sebagai harapan besar dan gadangan dari Indonesia Emas. Mereka itulah putra-putri dari generasi sekarang.

Anak-anak itu bukanlah makhluk hidup yang tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan panduan dari orang tuanya untuk pembentukan pribadinya.

Tulada, Teges, Temen dan Tegel dari orang tuanya diperlukan anak-anak.

Tulada adalah sebuah ajaran dari tradisi Jawa, yang artinya adalah tampilan teladan dari orang tua yang bagus dan berguna untuk dicontoh oleh anak-anak dan remaja. Bila orang tua tampil bak kasatriya tangguh dan tulus ikhlas memberi contoh hidup dan kehidupannya. Maka, anaknya bukan tidak mungkin akan berlaku lebih bagus karena mengidolakan orang tuanya.

Teges, adalah pemahaman jati diri dari orang tuanya yang menjadikan suatu ketegasan langkah yang akan terpancar dalam diri anak atau remaja tersebut.

Temen yaitu arti kesungguhan hidup orang tuanya yang sangat diperlukan anak dan remaja untuk menerangi jalan hidup mereka.

Kemudian yang terakhir adalah Tegel. Tegel mempunyai arti tega. Namun, hal itu diartikan sebaga sikap yang tidak mendua dan mantap yang dicontohkan orang tua. Hal ini diperlukan dalam pengambilan sikap dan keputusan

Ayah, bunda, dan keluargalah yang akan menghibur hati anak dan remaja ini. Sudah kewajiban orang tua untuk menyelamatkan keluarganya dari segala hal yang terlarang. Orang tua, oleh agama, tidak diperbolehkan meninggalkan generasi yang lemah. Generasi harus kuat sehingga akan memperkuat bangsanya kelak.

Anakmu bukanlah anakmu, dia adalah anak jaman. Luting Jaman Lakoni, artinya pengejawantahan pendidikan anak termasuk remaja ini memang sesuai dengan jaman yang berjalan. Orang tua harus mengikuti alur ini.

Berat memang menjadi orang tua, namun buah yang manis akan dirasakan kelak. Ibu Pertiwi juga akan mendidiknya sebagai lapangan kehidupannya dengan kekayaan pengetahuan dan kekayaan pengalaman (field of knowledgedanfield of experience).

Para orang tua, mohon petunjuk pada Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak tidur dan menguasai alam raya, agar diberikan bantuan untuk menjaga sang buah hati sebagai calon pemimpin di Indonesia Emas.

Teladan dan nasehat orang tua diperlukan untuk pribadi anak agar memiliki kekuatan keimanan. Kuat dalam hal ini akan memberikan pribadi yang terbentuk dengan sendirinya. Dengan iman, kebesaran hanya milik Allah, dan kalau Allah berkehendak akan memberikan yang terbaik

Kuat

Adalah negara dengan rangkaian kata Waras, Wasis, Wareg dan Mapan. Bila anak bangsanya waras, mereka sehat jasmani dan rohaninya. Yang dimaksud adalah penduduknya mempunyai kesehatan jiwa dan raga yang tinggi dan mumpuni.

Kemudian wasis, yaitu pandai. Maksudnya, bangsa mempunyai warga yang pandai. Kemudian wareg, adalah tidak kekurangan pangan, berarti bangsanya mempunyai ketahanan pangan yang kuat. Dan yang terakhir adalah mapan, yaitu sudah mempunyai jati diri yang kuat. Bangsa itu mempunyai warga yang masing-masing berjati diri kuat.

Bangsa itu adalah Bangsa Indonesia dalam cita-citanya menjadi bangsa yang kuat.

Maka peran orang tua untuk pembentukan karakter anak sebagai calon pemimpin Indonesia Emas mendatang sangat diperlukan.

Dra.Novi Saptina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun