Mohon tunggu...
Noviq Setiawan
Noviq Setiawan Mohon Tunggu... Atlet - Sarjana Humaniora Universitas Indonesia

Praktisi Olahraga dan Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Perjalanan Instansi Perbankan Syariah di Indonesia

29 Oktober 2020   21:05 Diperbarui: 29 Oktober 2020   21:11 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Sketsa Dinamika Perbankan Syariah (Dok: cermati.com)

Sebelum kita membahas perjalanan dunia perbankan Syariah di tanah air, konsep mengenai perbankan oleh bank Islam di era modern, muncul pertama kali muncul pada tahun 1940-an. Konsep tersebut dituangkan melalui pemikiran para penulis dari negara-negara di Timur Tengah, seperti, Anwar Qureshi di tahun 1946, Naiem Siddiqi pada tahun 1948, dan Mahmud Ahmad tahun 1952. 

Kemudian uraian pemikiran dari para penulis tersebut dibuat lebih terperinci mengenai gagasan perbankan Islam yang ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abu A'la Al-Mawdudi (1961) dan Muhammad Hamidullah (1944 -- 1962) dengan gagasan mengenai pelaksanaan perbankan dan pengelolaan keuangan berdasarkan dengan sistem bagi hasil.

Istilah bank syariah itu sendiri pertama kali muncul di kota kecil Mit Ghamr, Mesir pada tahun 1963. Bank syariah tersebut awalnya dalam bentuk bank tabungan pedesaan. Pada saat itu desa yang berada di kawasan Mit Ghamr para penduduknya membutuhkan pelayanan jasa keuangan yang memiliki sistem syariah, sekaligus para penduduk desa terbebas dari yang namanya "riba". Larangan mengenai riba sendiri tertuang pada suatu ayat Al-Qur'an yaitu "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan".

Kemudian percobaan berikutnya terjadi di Pakistan pada tahun 1965 dalam bentuk bank koperasi. Koperasi ini memberikan pelayanan yang sistem pembagian keuntungannya secara adil.  Setelah itu, kemudian muncul lagi Gerakan Bank Syariah pada pertengahan tahun 1970-an yaitu, berdirinya Islamic Development Bank (IDB) pada 20 Oktober 1975, yang merupakan lembaga keuangan Internasional Islam. 

Berdirinya bank tersebut kemudian memicu munculnya bank syariah di berbagai negara lain, seperti Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab (Maret 1975), Faisal Islamic Bank di Mesir (1977), dan Kuwait Finance House di Kuwait (1977). Kehadiran bank-bank tersebut menjadi tombak awal perkembangan perbankan syariah di dunia yang nantinya memberikan dampak positif terhadap muncul bank-bank yang berlandaskan prinsip syariah di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, keinginan masyarakatnya untuk mempraktekkan ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah telah ada sejak didirikannya organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Hindia Belanda pada tahun 1905. 

Organisasi ini awalnya merupakan perkumpulan para pedagang muslim saat itu untuk mempunyai sebuah lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip syariah. Hal itu disebabkan oleh belum adanya umat muslim yang mendirikan lembaga keuangan dengan prinsip syariah. Ternyata hal ini juga telah membangkitkan umat Islam yang mempunyai dana yang cukup untuk mencoba mendapatkan izin atas pendirian bank-bank baru.

Memasuki zaman kemerdekaan Indonesia, proses pembentukan bank syariah di Indonesia bermula dari kelemahan-kelemahan yang melekat pada perbankan dengan sistem bunga. Pada masa Orde Baru, keadaan perbankan sangat tidak efisien dan sangat bergantung pada tersedianya kredit likuiditas Bank Indonesia. 

Atas permasalahan itu, Bank Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan deregulasi pada bulan Juni 1983, yaitu kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dalam upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Setelah diluncurkannya deregulasi tersebut, bank-bank yang ada pada saat itu diizinkan untuk menentukan sendiri tingkat bunga deposito atau tabungan dan pinjaman yang ditujukan agar dapat lebih mandiri dan lebih efisien. 

Dengan adanya deregulasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, peluang bagi umat Islam untuk membentuk bank yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu menggunakan sistem bagi hasil menjadi lebih besar.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia secara kelembagaan diawali dengan didirikannya Koperasi Jasa Keahlian Teknosa. Koperasi ini merupakan sebuah lembaga keuangan syariah yang pertama kali beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Koperasi ini berbentuk Baitul Tamwil yang mulai beroperasi pada 4 Juli tahun 1984. 

Salah satu prestasi yang diraih oleh koperasi ini adalah berupa pencapaian asset sebesar Rp1.500.000.000,- dari modal awal Rp34.000.000,-. Namun pada tahun 1989, koperasi ini ditutup karena adanya pembiayaan yang bermasalah. Selain itu, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga diawali dengan adanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi dengan menerapkan prinsip syariah, seperti BPR Berkah Amal Sejahtera, BPR Dana Mardhatillah, dan  BPR Amanah Rabbaniyah.

Oleh sebab itu, dengan perkembangan yang dialami oleh beberapa Bank Perkreditan Syarih lainnya, pada tanggal 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan sebuah lokakarya dengan tema "Bunga Bank dan Perbankan" di Cisarua, Bogor. Dalam lokakarya tersebut, dihadiri oleh beberapa perwakilan dari masing-masing instansi, perwakilan dari Bank Indonesia hadir Subarjo Joyosumarto dan Achwan. 

Adapun pembicara dalam lokakarya tersebut, antara lain Achwan mewakili Bank Indonesia, Perwakilan Direktorat Jenderal Moneter Kementerian Keuangan Karnaen Perwataatmadja, kemudian MUI yang diwakili oleh Prof. KH Ibrahim Hosen dan Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) yang diwakili oleh Dawam Rahardjo. Dalam penyelenggaraan lokakarya tersebut, dihasilkan beberapa rekomendasi berisi tentang perlunya dibentuk bank yang berlandaskan prinsip syariah tanpa bunga.

Beberapa hari setelah dilakukannya lokakarya tersebut, pada tanggal 22 Agustus 1990 dihasilkan sebuah rekomendasi yang nantinya dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) oleh MUI. Sebagai tindak lanjut dari hasil rekomendasi tersebut, dibentuklah Kelompok Kerja (pokja) yang diberi nama dengan sebutan "Panitia Persiapan Dalam Usaha Berdirinya Bank Bebas Bunga", serta dibentuk pula kelompok "Panitia Kecil Penyiapan Buku Panduan Bank Bebas Bunga". Kedua kelompok tersebut kemudian menyatu membentuk Tim Perbankan MUI untuk mengembangkan perbankan syariah.

Tim perbankan MUI terus melakukan proses sosialisasi serta melobi untuk mempersiapkan berdirinya bank syariah pertama di Indonesia kepada para menteri dan para pejabat tinggi.  Akhirnya pada tanggal 27 Agustus 1991, tim ini berhasil menemui Presiden Soeharto untuk menyampaikan ide awal berdirinya bank syariah. 

Setelah melalui proses panjang dalam rangka merealisasikan rancangan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia, pada tanggal 1 November 1991 diumumkan akta pendirian bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia di Hotel Sahid Jaya. Penandatanganan akta tersebut dilakukan agar keberadaannya diakui secara formal oleh pemerintah. 

Pada kesempatan ini pula ditetapkan bahwa modal dasar pendirian bank syariah pertama tersebut adalah sebesar Rp 500.000.000.000,-. Adapun pengoperasian Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai Bank Umum Syariah pertama di Indonesia dimulai pada 1 Mei 1992.

Beberapa perkembangan perbankan syariah yang terjadi di Indonesia pada saat itu, mulai dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah hingga Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Umum Syariah pertama sebagai tonggak awal berdirinya bank syariah di Indonesia. Meskipun di Indonesia telah berdiri beberapa bank-bank syariah sampai sekarang, jika tidak didukung oleh semua elemen masyarakat, pemerintah, dan Bank Indonesia serta sistem yang digunakan tidak dibenahi, tentunya akan ditemui sejumlah kendala selama masa perkembangannya. 

Terlebih ketika memasuki tahun 1997, Indonesia dihadapi oleh krisis moneter yang mengancam perekonomian, sehingga menambah permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi oleh bank-bank Syariah hingga saat ini dan keberlangsungannya di masa depan.

Sumber-Sumber Artikel :

  • Amin, Ma'ruf. 2007. Prospek Cerah Perbankan Islam. Jakarta: LEKAS (Lembaga Kajian Agama & Sosial).
  • Antonio, Muhammad Syafi'I. 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute.
  • Darsono, dkk. 2016. Perjalanan Perbankan Syariah Di Indonesia: Kelembagaan dan Kebijakan, Serta Tantangan Ke Depan. Jakarta: Bank Indonesia.
  • Karim, Ahmad, 1999. Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
  • Nasution, Edwin Mustafa, dkk. 2010. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Prenada Media Group.
  • Nurul Ichsan Hasan. "Perkembangan Perbankan Syariah Dalam menghadapi Tantangan". Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2 No. 2 (2012) : pp. 80-105.
  • Shofwan Al Banna Choiruzzad. "More Gain, More Pain: The Development of Indonesia's Islamic Economy Movement (1980s -- 2012). Indonesia Journal. No. 95 (April 2013), pp. 125-172.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun