Senandung Tanpa Syair Pada Kereta Malam
Senja sore itu mulai merangkak naik menuju persinggahannya. Semburat lembayung kemerahan bak warna merah telur melengkapi indahnya sore itu. Kupu-kupu berwarna warni terbang dari bunga satu ke bunga yang lainnya untuk menghisap sari madu bunga itu. Desir angin, dengan semilirnya mulai menyeruak rasa dingin menghampiri pori kulit. Semua itu menambah kian romantisnya suasana sore di rooftop garden sebuah hotel. Hotel berbintang yang berada di tengah-tengah Kota Budaya, Daerah Istimewa Jogjakarta.
"Bu Nilam, Pukul berapa nanti malam acaranya di mulai,"tiba-tiba suara itu memecah lamunan Nilam yang sedang duduk di kursi yang tersedia di area rooftop hotel itu menikmati senja yang indah. Tadinya Nilam ditemani Erna sahabatnya juga sekaligus teman satu kamarnya, tetapi Erna pamit masuk ke kamar duluan.
"Eh...Pak Rian, saya kira siapa?" ujar Nilam sembari menutupi kekagetannya. Pak Riyan adalah Kepala Kantor dimana Ia dan teman-temannya bekerja yang saat ini sedang ada acara di luar kantor dan luar kota pula.
"Silakan duduk Pak!" kata Nilam seraya berdiri untuk menggeser kursi yang ada di depannya, Erna yang tadi duduk di kursi itu.
"Terima kasih Bu Nilam," jawab Pak Rian sambil menduduki kursi yang berada persis di depan Nilam.
"Tadi saya berbincang dengan Panitia, sesuai rundown dari pihak event organizer acara pisah sambut dilaksanakan pukul 19.30 ba'da sholat Isya Pak," jawab Nilam yang baru bisa leluasa memberi penjelasan tentang pertanyaan Pak Riyan tadi.
"Baiklah, tolong sampaikan ke teman-teman juga panitia agar on time yah, tidak ada acara molor waktunya," Pak Riyan menegaskan.
"Siap Pak Riyan, nanti saya sampaikan,"seru Nilam meyakinkan.
"Oh Iya Bu Nilam, jangan lupa juga nanti malam tiket pemberangkatan kita yang terakhir pukul 21.30. Jangan sampai terlambat sampai di stasiunnya yah, beres acara langsung berangkat," lanjut Pak Riyan mengingatkan Nilam.
"Baik Pak Riyan, nanti saya segera berkemas setelah selesai acara inti, tidak ikut bersama teman-teman dalam acara ramah tamahnya, "jawab Nilam sambil berdiri dari duduknya, begitupun dengan Pak Riyan beranjak menuju ruang kamar masing-masing karena suara adzan maghrib telah memanggil.
"Nilam, koq lama banget masuk ke kamarnya? Memangnya teman-teman masih pada menikmati indahnya sore di atas gitu?" Erna menyerbu dengan berbagai pertanyaan saat membukakan pintu kamar hotel untuk Nilam.
"Tadi saat aku hendak beranjak dari tempat duduk tetiba Pak Riyan datang menghampiriku. Dia bertanya kapan acara malam ini dimulai, sekaligus mengingatkan aku kembali tentang kepulangan dengan kereta malam ini,"Nilam menjawab pertanyaan Erna seraya bersiap memasuki kamar mandi untuk mengambil wudhu karena adzan maghrib telah tiba.
"Hemmm.....ada yang kangen rupanya nih sampai mencari-cari sampai ke ujung langit!" seloroh Nilam sambil tersenyum seraya mengedipkan mata.
"Hush...jangan bikin issue dong Er!" jawab Nilam seraya balik badan menghampiri Erna untuk menutup mulut dengan tangannya. "Aku saja sedang mempersiapkan diri, menata hati memikirkan perjalanan pulangku nanti bersama Pak Riyan, membayangkan perjalanan panjang selama kurang lebih enam jam, betapa rikuhnya aku Erna," sambung Nilam seraya menatap Erna seperti memohon dukungan, jangan nambah beban dengan menebar issue.
"Iya iya Nilam sayang sahabatku yang baik, aku mengerti dirimu Nilam, aku hanya bercanda, sana buruan mandi," seru Erna sambil memeluk Nilam.
"Nah, begitu dong, itu baru namanya sahabat hebatku," kata Nilam sambil membalas pelukan Erna sahabatnya itu kemudian bergegas ke kamar mandi.
Tiada terasa waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 wib. Itu berarti saat acara inti pisah sambut sahabat-sahabat yang purnabakti, mutasi dan promosi akan segera di mulai. Nilam segera bergegas memasuki ruang Ballroom Hotel setelah ia berkemas berganti kostum sekaligus packing untuk kepulangannya malam ini juga bersama Kepala Kantor di tempatnya bekerja kembali ke kota dimana ia tinggal.
Sesampainya di Ballroom Nilam sudah ditunggu teman-temannya sudah menunggu begitupun dengan sahabatnya Erna. Erna yang tidak diperkenankan menunggu oleh Nilam saat Dia berkemas.
"Erna, dirimu pergi duluan saja ya ke Ballroom, jangan nunggu aku, aku masih harus packing barang-barangku," pinta Nilam sambil melipat baju-baju dan dimasukkan ke dalam koper.
"Tidak apa-apa Nilam, aku tetap setia koq nunggu kamu,"ujar Erna sambil tersenyum manis menatap Nilam.
"Jangan Ernaku sayang, aku tahu dirimu sahabat sejati, tapi aku gak mau dirimu sampai kelaparan karena telat makan malam gegara nunggu aku packing. Sekarang dirimu pergi ke resto untuk makan malam, nanti ketemu aku di ballroom yah...," bujuk Nilam yang tahu banget sahabatnya itu gagal diet yang bawaannya laper.
Tepat pukul 19.45 acara di mulai. Pembawa Acara mulai mengawal sederet acara. Beranjak pada acara inti, Pak Ryan, memberikan sambutannya buat teman-teman yang hadir terkhusus mengantarkan dengan kata-kata bagi yang memasuki masa purnabhakti dan menyambut dengan hangat bagi teman-teman yang mendapatkan mutasi serta promosi. Dalam sambutan itupun sekaligus mohon pamit tidak bisa membersamai teman-teman sampai akhir kegiatan yang masih berlangsung satu hari lagi.
"Dalam kesempatan ini juga saya mohon ma'af tidak bisa mengikuti kegiatan sampai selesai. Saya bersama Ibu Nilam harus kembali ke Jakarta malam ini juga karena besok ada pertemuan yang tidak bisa ditinggalkan. Kebetulan saya dengan Ibu Nilam ada dalam satu Tim untuk pembahasan Perda,"begitu panjang lebar Pak Ryan menjelaskan sembari matanya tertuju kepada Nilam.
Nilam menanggapi apa yang disampaikan oleh Pak Ryan seraya membalas tatapannya dengan menyungging senyum di bibirnya dan berkata,"baik Pak!. Tanpa disadari hampir semua mata yang hadir saat itu tertuju kepada dirinya.
"Ehem..ehemmm....,"ada celetukan sebagian teman-teman Nilam.
"Hati-hati di jalan ya Pak, titip Ibu Nilam," suara teman laki-laki yang duduk di belakang Nilam menanggapi sambutan akhir Pak Ryan.
"Semangat ya Nilam, hati-hati di jalan, biasa aja jalan bareng Pak Ryan," bisik Erna kepada Nilam sambil memberi pelukan. Erna tahu kegundahan Nilam harus pulang berdua bareng Pak Ryan, terlebih di malam hari. Tetapi itu pilihan yang tidak bisa dihindari oleh Nilam.
"Terima kasih Erna..., do'akan aku yah say," jawab Nilam membalas pelukan Erna dengan hangat.
Sebelum benar-benar Pak Ryan dan Nilam pergi meninggalkan acara, pembawa acara memberikan kesempatan kepada Pak Ryan untuk menyumbangkan suara emasnya terlebih dahulu di acara ramah tamah. Tanpa bisa menolak, Pak Ryan akhirnya mendekati panggung musik yang sudah dipersiapkan. Memang semua orang kantor sudah mengetahui kelebihan dan hobby Pak Ryan adalah menyanyi.
Don't Cry lagu milik Guns N Roses adalah lagu pertama yang dipilih oleh Pak Ryan.
"Lagu ini saya persembahkan buat teman-teman, semua panitia dan terkhusus buat Ibu Nilam,"ujar Pak Ryan sembari mengumbar senyum.
Lagi-lagi semua mata memandang Ibu Nilam dengan senyum-senyum penuh rasa ingin bertanya.
Nilam tersentak kaget, jika suasana siang mungkin terlihat memerah mukanya mendengar ungkapan Pak Ryan itu.
"Duh, Pak Ryan ada-ada saja ya," batin Nilam. Dia khawatir teman-teman akan memiliki prasangka yang tidak-tidak kepadanya terlebih malam ini dia harus pulang berduaan. Nilam sendiri masih mencoba menguasai diri untuk menjalani kepulangan berdua dengan Pak Ryan selama kurang lebih 6 jam perjalanan, tengah malam pula. Jika sehari-hari Nilam tidak masalah sering bercanda dengan Pak Ryan karena teman sekantor banyak. Tetapi malam ini sungguh akan menjadi malam melelahkan bagi Nilam. Sebagai perempuan Nilam memang merasa sering mendapatkan perhatian lebih dari Pimpinannya itu
Riuh tepuk tangan membuyarkan lamunan Nilam. Tepuk tangan sebagai apresiasi bagi Pak Ryan yang telah mengakhiri lagu yang dinyanyikannya.
Satu lagu lagi Pak Ryan, baru boleh meninggalkan acara ini," seru Pak Bambang yang duduk di bagian depan panggung.
"Baiklah, tapi bolehkah saya ditemani oleh Ibu Nilam untuk berduet?"pinta Pak Ryan.
"Wah, itu ide yang bagus Pak Ryan, setuju.." serentak teman-teman menjawab.
"Ibu Nilam, dipersilahkan ke depan,"pinta Pak Ryan seraya berjalan menghampiri Nilam untuk menjemputnya ke panggung.
Di antara kikuknya, Nilam mengikuti Pak Ryan ke panggung.
"Boulevard ya Nilam, "kata Pak Ryan menatap Nilam, kemudian melirik ke bagian musik. Pak Ryan tahu Nilam suka dengan lagu itu.
Tiba waktunya Pak Ryan dan Nilam untuk berpamitan dari teman-temannya. Sebuah taksi sudah menunggu di depan Hotel untuk mengantarkan mereka ke stasiun. Hanya butuh waktu 10 menit untuk bisa tiba di stasiun.
Sesampainya di stasiun, Nilam mengambil kopernya di bagasi taksi. Namun tetiba Pak Ryan sudah dihadapannya.
"Biarkan saya yang bawa kopernya Nilam, eh Bu Nilam" kata Pak Ryan sambil menarik handle koper Nilam.
"Panggil Nilam saja tidak apa-apa Pak Ryan," Nilam menegaskan.
"Tidak apa-apa Pak Ryan, saya yang bawa saja, gak enak kalau Pak Ryan yang bawa," selanjutnya Nilam mencoba untuk mengelak bantuan Pak Ryan. Nilam merasa gak enak jika pimpinannya yang bawa kopernya.
"Tidak apa-apa Nilam, abaikan jabatan saya di kantor. Sekarang kita hanya berdua, tidak mungkin saya membiarkanmu membawa barang yang berat-berat," Pak Ryan meyakinkan seolah tahu apa yang difikirkan Nilam.
"Tolong Nilam bawakan ini saja,"pinta Pak Ryan sambil menyodorkan jaketnya.
"Baik, Pak Ryan," akhirnya Nilam menyerah.
Merekapun beranjak beriringan menuju ruang tunggu. Sebelumnya melewati petugas pemeriksa tiket.
Nilam merasa belum sepenuhnya menguasai diri. Dirinya diperlakukan istimewa oleh Pak Ryan. Sampai-sampai dia merasa kehilangan kata-kata yang biasa mengalir, nyeroscos jika sedang berdiskusi dengan Pak Ryan di kantor atau dimanapun tempat bekerja yang telah dikunjungi. Tapi saat berduaan di stasiun ini seperti lenyap ribuan kata-kata itu. Begitupun dengan Pak Ryan sendiri. Pak Ryan mencoba memecah suasana dengan membelikan ice cream buat Nilam. Hanya malam yang tahu apa yang ada di benak Pak Ryan dan Nilam.
Kereta yang ditnanti pun akhirnya tiba juga. Pak Ryan dan Nilam duduk bersebelahan. Pak Ryan memberikan kesempatan memilih tempat duduk kepada Nilam. Nilam memilih dekat jendela, meskipun pandangan keluar gelap gulita tidak seperti siang hari yang luas pandangan, bisa menikmati pemandangan lewat jendela kereta.
"Nilam, jika ngantuk tidurlah agar besok bisa fresh lagi saat pertemuan lanjutan pembahasan perda," Pak Ryan mulai membuka pembiacaraan yang sedari tadi kaku.
"Iya Pak, nanti kalau ngantuk pasti saya tidur. Pak Ryan, siap-siap tutup kuping yah..jika nanti saya tidurnya ngorok hehe...,"seloroh Nilam yang mencoba menguasai diri, menetralkan suasana seperti biasa.
"Wah, justru saya akan buka telinga lebar-lebar ingin mendengar dengkuran Nilam saat tertidur," Pak Ryan membalas candaan Nilam.
"Hemmm...kalau begitu, saya pilih gak tidur deh," Nilam beralasan.
"Baiklah, akan saya turuti permintaanmu,Nilam," Pak Ryan mengalah.
Waktu kian beranjak malam, suara rel kereta mewarnai sunyinya malam dengan rasa dingin menyelusup tubuh. Pak Ryan mencoba memecah sunyi dengan bersenandung mengikuti kereta yang terus berlari.
Senandung lagu Pak Ryan seakan meninabobokan Nilam. Perlahan kantuk datang menghampiri Nilam. Nilam tak mampu lagi bertahan untuk terus terjaga, karena waktupun kian larut. Akhirnya Nilam tertidur juga.
Hampir setengah perjalanan Nilam tertidur pulas. Saat Nilam terbangun dia kaget karena Pak Ryan tidak ada di sebelahnya. Dia mencoba untuk bangun dari tempat duduknya untuk merapikan selimut, Nilam tersentak kaget karena selimutnya jadi ada dua.
"Nilam, sudah bangun ya!" sapa Pak Ryan dari kursi seberang.
"Ma'af ya, tadi saya pindah tempat duduk karena di sini kosong agar Nilam lebih nyaman tidurnya," ujar Pak Ryan.
"Dan mohon ma'af juga tadi saya selimuti Nilam dengan selimut saya karena saya lihat Nilam seperti kedinginan," Pak Ryan kembali melanjutkan penjelasannya.
Nilam yang masih terkaget-kaget diantara kantuknya menjawab,"Terima kasih Pak Ryan!"
"Lanjutkan tidurmu, perjalanan masih setengahnya lagi. Nanti jika sudah mendekati akan saya bangunkan," kata Pak Ryan.
"Baik, Pak Ryan, Terima kasih!" jawab Nilam sambil menarik selimutnya kembali.
"Duh...Pak Ryan baik sekali,"batin Nilam sambil memejamkan mata meskipun tidak langsung tertidur kembali.
"Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini. Jagalah hati, jiwa dan ragaku ini dari segala bentuk ujian dan godaan dunia yang akan membawa diri ini celaka," batin Nilam mendo'a.
Nilam pun terlelap kembali dalam merenda bulu mata indahnya. Tanpa dibangunkan Pak Ryan, Nilam sudah terjaga sesaat sebelum kereta tiba di Kota tujuan.
Pak Ryan dan Nilam berpisah di stasiun Kota Jakarta, untuk kembali bertemu beberapa jam mendatang di pertemuan kegiatan kerja yang sudah dijadwalkan.
Cirebon, 29 Agustus 2023
Novi Nurul Khotimah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H