Hari ini merupakan Hari Pendidikan Nasional. Dimana seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke selalu memperingati dan merayakannya setiap tanggal 2 Mei dengan berbagai kegiatan khususnya di setiap satuan pendidikan. Meskipun untuk peringatan di tahun 2020 ini berada pada masa pandemik corona. Dengan demikian ada keterbatasan dalam memperingati momen bersejarah ini. Namun itu bukanlah alasan untuk tidak mengingat hari bersejarah ini.
Momentum Hari Pendidikan Nasional bagi setiap praktisi pendidikan hendaknya menjadi sarana untuk merefleksi diri. Sudah sejauh mana peran kita dalam memberikan kontribusi pada dunia pendidikan ini. Sudahkan memberikan andil, memberikan kemampuan yang kita punya, baik sumbangsih pemikiran, tenaga atau apapun yang kita bisa lakukan demi kemajuan pendidikan anak bangsa kita yang sudah diperjuangkan oleh para tokoh-tokoh Pahlawan Pendidikan kita terdahulu. Jangan-jangan kita hanya melakukan tugas untuk menggugurkan kewajiban saja.
Itupula yang menjadi pemikiran dan renungan diri saya sebagai salah seorang praktisi pendidikan pada satuan pendidikan jenjang sekolah dasar. Sayapun teringat akan seorang tokoh besar yang berjasa pada bangsa Indonesia, seorang tokoh sentral dalam dunia pendidikan. Beliau adalah Bapak Pendidikan Nasional yakni Ki Hadjar Dewantara pendiri perguruan Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922. Selalin itu, beliau merupakan pejuang kemerdekaan nasional yang gigih.
Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Tanggal dan bulan kelahirannya dijadikan momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional dalam setiap tahunnya. Â Ia berasal dari lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Ia memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaadiningrat. Namun agar lebih dekat dengan rakyat ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Buah pemikiran beliau yang sangat popular, membumi dan mengakar pada budaya Nusantara antara lain tiga semboyan pendidikan yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Bahkan Semboyan Tut Wuri Handayani menjadi slogan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga kini.
Ing Ngarso Sung Tulodo
Semboyan ini memiliki arti bahwa seorang pemimpin atau seorang guru harus mampu memberikan suri tauladan paling depan bagi lingkungan sekitarnya.Â
Dalam perenungan diri, sudahkah kita bertindak sesuai semboyan itu? Saya sebagai pemimpin pada satuan pendidikan, banyak hal yang bisa dilakukan untuk memberikan keteladanan dalam menerapkan pendidikan karakter di lingkungan sekitar. Baik terhadap guru, staf, Â siswa, maupun orang tua atau siapapun orang yang berada di lingkungan sekolah khususnya. Â
Meskipun segala daya dan upaya telah dilakukan dalam meningkatkan penguatan pendidikan karakter, ada hal yang sudah berhasil ada juga yang belum berhasil. Ketika ada hal yang belum berhasil, inilah saatnya untuk memperbaiki diri, mulai saat ini dan hari-hari berikutnya.
Ing Madya Mangun Karsa
Semboyan ini bermakna bahwa seorang pemimpin ataupun seorang guru di sekolah harus mampu membangkitkan semangat para siswanya ditengah-tengah kesibukannya. Seperti pada situasi darurat corona saat ini, dimana siswa belajar di rumah, guru bekerja dari rumah. Sesuatu hal yang tidak mudah untuk membangkitkan semangat para siswa untuk tetap belajar di rumah.Â