Mohon tunggu...
Novina Chrisdianto
Novina Chrisdianto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa yang tertarik dengan bidang tulis menulis, saya juga suka berbagi tentang apapun yang menarik perhatian saya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Persepsi Pelaku Usaha Thrifting di Instagram Terhadap Adanya Larangan Impor Pakaian Bekas

16 April 2023   17:33 Diperbarui: 16 April 2023   17:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, jika melanggar aturan yang ada pasti ada sanksi yang harus diterima. 71,9% dari responder mengatakan bahwa ia telah paham dengan sanksi yang diterima jika tetap melakukan impor pakaian bekas, sedangkan 28,1% lainnya tidak. Melanggar peraturan yang berlaku terkait impor pakaian bekas, mungkin akan dikenai sanksi yang berbeda-beda, seperti denda, penyitaan barang, atau bahkan tuntutan hukum. Misalnya, beberapa negara membatasi jumlah pakaian bekas yang dapat diimpor dalam jumlah tertentu, sehingga jika Anda melanggar batasan tersebut, Anda dapat dikenai sanksi oleh otoritas atau instansi lain yang berwenang.

Di Indoensia sendiri disebutkan bahwa pada Pasal 112 ayat 2 dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 disebutkan bahwa bagi importir yang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diimpor dapat sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda sebesar 5 miliar rupiah.

Dengan adanya larang tersebut, 68,8% dari responder mengatakan bahwa larang impor pakaian bekas, membuat mereka kesusahan dalam menyediakan produk siap jual, bahkan terancam kemungkinan tidak bisa menyediakan produk siap jual lagi. Sedangkan 28,1% dari mereka merasa tidak terpengaruh dengan adanya larang ini, karena sampai saat ini mereka masih bisa melakukan pengadaan barang. 3,1% sisanya mengatakan bahwa kebijakan ini membuat takut untuk melakukan promosi.

Munculnya peraturan larang ini digadang-gadang karena pemerintah takut bila bisnis thrifting mengganggu UMKM lokal atau produk pakaian lokal. Sedangkan 93,8% dari responder sepakat bahwa adanya usaha thrifting tidak mempengaruhi UMKM lokal atau produk lokal karena keduanya memiliki target masing-masing. Sedangkan 6,3% responder beranggapan bahwa usaha thrifting mempengaruhi pasar produk lokal karena alasan harga barang dari pakaian bekas terbilang murah dan memiliki kualitas bagus serta brand ternama.

Selain karena dianggapap mengganggu UMKM lokal, muncul stigma bahwa impor pakaian bekas dapat menjadi ladang penyebaran virus dari luar negeri. 84,4% dari responder mengatakan pendapat bahwa usaha thrifting atau impor pakaian bekas menjadi lahan penyebaran virus atau bakteri dari luar luar negeri adalah tidak benar karena proses jual---beli pakaian bekas sebelum penggunaan atau bahkan penjualan, telah melewati proses strerilisasi. Baik dengan dicuci menggunakan alcohol atau anti bakteri ataupun direbus.

6,2% dari responder juga mengatakan bahwa pendapat tersebut berpengaruh sebab menurutnya sampai hari ini belum ada yang terkena virus dari luar lewat pakaian bekas. 3,1% dari responder lainnya juga tidak sepakat dengan pendapat tersebut dengan alasan selama 16 tahun ia menggunakan pakaian bekas, tidak ada masalah dengan kesehatannya. Sedangkan 6,3% dari responder menyetujui pendapat tersebut, karena tidak menutup kemungkinan adanya penyebaran bakteri atau virus dari luar negeri meski sudah dilakukan sterilisasi.

Dengan demikian kami juga menanyakan bagaimana mereka menjaga keberlangsungan usaha mereka. 59,4% dari responder ditambah 6,2% dengan pendapat serupa mengatakan bahwa, untuk menjaga kelangsungan bisnis mereka melakukan pengadaan barang dengan mencari pakaian bekas di Indonesia atau pasar lokal tanpa melakukan impor. Sedangkan 18,8% tetap memilih nekat melakukan impor, didukung dengan 6,2% responder dengan pendapat yang sama. Sedangkan 6,2% dari responder memilih untuk mengikuti alur yang ada, jika memang ada kesempatan untuk impor, maka mereka akan mengambil kesempatan tersebut namun jika hanya bisa melakukan pengadaan barang lokal maka ia akan melakukan pengadaan barang lokal saja. Dan 3,1% lainnya memilih untuk gulung tikar dan menghabiskan stok yang ada.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun