Mohon tunggu...
Novina Chrisdianto
Novina Chrisdianto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa yang tertarik dengan bidang tulis menulis, saya juga suka berbagi tentang apapun yang menarik perhatian saya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Persepsi Pelaku Usaha Thrifting di Instagram Terhadap Adanya Larangan Impor Pakaian Bekas

16 April 2023   17:33 Diperbarui: 16 April 2023   17:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2022/

Industri fashion kini semakin naik popularitasnya, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa berbondong-bondong untuk memamerkan style mereka masing-masing. Setiap orang berlomba-lomba untuk memenuhi tren yang dihadirkan oleh industri fashion, agar tetap terlihat modis dan tidak ketinggalan jaman, terlebih remaja masa kini. Banyak orang yang mencari berbagai macam cara untuk terlihat modis dengan budget pas-pasan. 

Dengan demikian banyak yang menjadikan thrifting sebagai jalan keluar untuk tetap modis dengan low-budget. Aktivitas thrifting yang paling sering dijumpai adalah jual---beli pakaian bekas, yang mana banyak dari para pedangan menjadikan instagram sebagai salah satu platform untuk menawarkan produk mereka.

Aktivitas Thrifting di Instagram

Thrifting berasal dari kata "thrift" yang berarti hemat. Kegiatan ini sangat meninjau nominal yang dikeluarkan dengan barang yang didapat. Dimana barang yang diperjual belikan merupakan barang bekas. Thrifting menawarkan kita berbagai macam bentuk kebutuhan barang, mulai dari sepatu, tas, baju dan lain sebagainya. Namun, diantara sekian banyak barang yang ditawarkan, pakaian menjadi salah satu yang paling populer dijual belikan.

Pakaian yang ditawarkan pun tidak main-main, banyak merek-merek terkenal dari luar negeri yang dijual belikan dengan harga sangat murah seperti lacoste, dickies, nike, adidas, supreme, dior dan masih banyak lagi. Tidak jarang kita dapat menjumpai pakaian dengan harga 50---100 ribu rupiah, padahal harga aslinya 2 juta keatas. Karena alasan inilah thrifting jadi sangat populer, selain barang yang murah dengan merek branded, kita juga dapat terlihat modis dan mahal.

Kebanyakan pelaku usaha thrifting menggunakan sosial media untuk tempat mempromosikan dagangan mereka, salah satunya melalui platform Instagram. Instagram merupakan suatu media sosial yang memberikan layanan untuk membagikan foto, video dan juga kita bisa membagikan informasi dan pesan terhadap khalayak. Pengguna instagram sendiri sangat banyak dibanding dengan pengguna sosial media lain, ini menjadi salah satu alasan pelaku usaha thrifting memilih instagram sebagai platform untuk menawarkan produknya.

Dilansir dari Andi.Link yang dikutip dari data reportal, instagram berada dipuncak kedua sebagai sosial media yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan presentase 84,8% dari data mereka pada februari 2022.

Larangan Impor Pakaian Bekas

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor yang mana pada pasal 2 ayat 3 dinyatakan bahwa pakaian bekas termasuk dalam salah satu barang dilarang impor. Dan dipertegas oleh pernyataan presiden Jokowi di Istora Gelora Bung Karno 15 Maret 2023 lalu, "Sudah saya perintahkan untuk mencari betul, dalam sehari, dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat menganggu," ujar Jokowi, yang dilansir dari kompas.com.

Impor sendiri merupakan kegiatan dimana kita mengadakan barang dari luar negeri kedalam negeri. Kebanyakan usaha thrifting pakaian memang memerlukan impor dari luar, karena ketersedian barang branded lebih banyak dan lebih murah dari luar negeri. Kami telah melakukan survei kepada beberapa online shop acak di instagram yang berjumlah 32 orang, dan 87,5% dari mereka membutuhkan kegiatan impor untuk pengadaan ketersediaan barang dagangan mereka. Sedangkan sisanya melakukan pengadaan barang lokal saja.

Melakukan impor pakaian bekas sendiri memerlukan pertimbangan beberapa faktor, mulai dari  jenis usaha yang dijalankan, target serta aturan yang berlaku di negara tersebut terkait dengan impor pakaian bekas. Bilamana usaha menjual pakaian bekas yang membutuhkan bahan mentah tambahan atau produk merek luar, maka impor pakaian bekas menjadi pilihan yang memungkinkan untuk melakukan pengadaan barang. Namun, jika target pasar utama adalah pelanggan yang lebih suka produk baru atau merek-merek lokal maka tidak diperlukan impor pakaian bekas.

Selain itu, jika melanggar aturan yang ada pasti ada sanksi yang harus diterima. 71,9% dari responder mengatakan bahwa ia telah paham dengan sanksi yang diterima jika tetap melakukan impor pakaian bekas, sedangkan 28,1% lainnya tidak. Melanggar peraturan yang berlaku terkait impor pakaian bekas, mungkin akan dikenai sanksi yang berbeda-beda, seperti denda, penyitaan barang, atau bahkan tuntutan hukum. Misalnya, beberapa negara membatasi jumlah pakaian bekas yang dapat diimpor dalam jumlah tertentu, sehingga jika Anda melanggar batasan tersebut, Anda dapat dikenai sanksi oleh otoritas atau instansi lain yang berwenang.

Di Indoensia sendiri disebutkan bahwa pada Pasal 112 ayat 2 dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 disebutkan bahwa bagi importir yang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diimpor dapat sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda sebesar 5 miliar rupiah.

Dengan adanya larang tersebut, 68,8% dari responder mengatakan bahwa larang impor pakaian bekas, membuat mereka kesusahan dalam menyediakan produk siap jual, bahkan terancam kemungkinan tidak bisa menyediakan produk siap jual lagi. Sedangkan 28,1% dari mereka merasa tidak terpengaruh dengan adanya larang ini, karena sampai saat ini mereka masih bisa melakukan pengadaan barang. 3,1% sisanya mengatakan bahwa kebijakan ini membuat takut untuk melakukan promosi.

Munculnya peraturan larang ini digadang-gadang karena pemerintah takut bila bisnis thrifting mengganggu UMKM lokal atau produk pakaian lokal. Sedangkan 93,8% dari responder sepakat bahwa adanya usaha thrifting tidak mempengaruhi UMKM lokal atau produk lokal karena keduanya memiliki target masing-masing. Sedangkan 6,3% responder beranggapan bahwa usaha thrifting mempengaruhi pasar produk lokal karena alasan harga barang dari pakaian bekas terbilang murah dan memiliki kualitas bagus serta brand ternama.

Selain karena dianggapap mengganggu UMKM lokal, muncul stigma bahwa impor pakaian bekas dapat menjadi ladang penyebaran virus dari luar negeri. 84,4% dari responder mengatakan pendapat bahwa usaha thrifting atau impor pakaian bekas menjadi lahan penyebaran virus atau bakteri dari luar luar negeri adalah tidak benar karena proses jual---beli pakaian bekas sebelum penggunaan atau bahkan penjualan, telah melewati proses strerilisasi. Baik dengan dicuci menggunakan alcohol atau anti bakteri ataupun direbus.

6,2% dari responder juga mengatakan bahwa pendapat tersebut berpengaruh sebab menurutnya sampai hari ini belum ada yang terkena virus dari luar lewat pakaian bekas. 3,1% dari responder lainnya juga tidak sepakat dengan pendapat tersebut dengan alasan selama 16 tahun ia menggunakan pakaian bekas, tidak ada masalah dengan kesehatannya. Sedangkan 6,3% dari responder menyetujui pendapat tersebut, karena tidak menutup kemungkinan adanya penyebaran bakteri atau virus dari luar negeri meski sudah dilakukan sterilisasi.

Dengan demikian kami juga menanyakan bagaimana mereka menjaga keberlangsungan usaha mereka. 59,4% dari responder ditambah 6,2% dengan pendapat serupa mengatakan bahwa, untuk menjaga kelangsungan bisnis mereka melakukan pengadaan barang dengan mencari pakaian bekas di Indonesia atau pasar lokal tanpa melakukan impor. Sedangkan 18,8% tetap memilih nekat melakukan impor, didukung dengan 6,2% responder dengan pendapat yang sama. Sedangkan 6,2% dari responder memilih untuk mengikuti alur yang ada, jika memang ada kesempatan untuk impor, maka mereka akan mengambil kesempatan tersebut namun jika hanya bisa melakukan pengadaan barang lokal maka ia akan melakukan pengadaan barang lokal saja. Dan 3,1% lainnya memilih untuk gulung tikar dan menghabiskan stok yang ada.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun