"Aku hanya membuatnya tenang Mom. Kyle akan bahagia di sisi Tuhan." Tubuh ringkih Milly menggigil menahan pukulan Mom yang bertubi.
"Pergi kau pembawa sial. Semuanya hancur karenamu Milly. Ayahmu, pergi karena aku melahirkan anak sial sepertimu. Dia menginginkan anak laki-laki tetapi malah kau yang keluar dari rahimku."
Milly menyeret kakinya dengan gontai. Kenapa Mom selalu memukulnya. Milly hanya tak ingin adik kecilnya bernasib seperti dirinya. Milly keluar dari rumah Mom dengan hati yang tersayat.
****
"Yup, sudah. Besok saja kulanjut cerita tentang Milly. Rain menutup netbook miliknya. "Hoahmmm ...," kantuk semakin menjalar hingga dia tak kuasa memasuki alam mimpi.
"Ya ampun. Kenapa aku lupa memasang Alarm." Bella terbangun dengan badan  lemas dan kantung mata yang tiap harinya makin menebal. Bahkan Bella heran mengapa setiap bangun tidur dia merasa energinya terkuras, seperti seseorang yang terjaga semalaman.
Bella menyalakan shower dan mengguyur rambutnya yang acak-acakan. Lumayan pikirnya, guyuran air mampu sedikit menghilangkan rasa kantuknya.
Selesai berpakaian, Bella membuka netbook dan seperti biasa, dia menemukan file berbentuk zip yang terkunci. Seberapa keras dia berpikir untuk membukanya, maka selalu kegagalan yang ditemuinya. "Sudahlah, mengapa juga aku harus bersusah payah membuka file bernama 'Milly' itu. Lagian aku tak tahu siapa itu Milly. Dan anehnya, setiap kali kuhapus maka esok harinya file itu sudah bertengger kembali dengan manis."
Pagi ini Bella tak mau kehilangan banyak waktu hanya karena sebuah file yang terkunci. Dia bergegas pergi ke sekolah untuk mengajar kelas Bahasa Inggris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H