Rentang waktu pendaftaran pun tidak akan singkat, paling tidak satu bulan atau bahkan lebih. Hal ini justru menguntungkan kita sebagai pendaftar, karena kita akan mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan semua berkas-berkas yang harus dikumpulkan.
Tidak ada salahnya melihat informasi skema waktu pendaftaran di laman daring secara berkala. Kalaupun kita belum bisa mendaftar tahun ini, setidaknya kita sudah tahu kapan kira-kira pendaftaran tahun berikutnya akan dibuka, sehingga kita bisa lebih siap dalam melengkapi berkas-berkas yang disyaratkan.
2. Pahami persyaratan
Selain tanggal pendaftaran yang relatif sama, dokumen-dokumen yang menjadi syarat pendaftaran pun umumnya sama setiap tahunnya. Jika ada tambahan atau perbedaan, pastilah tidak banyak, hanya satu atau dua dokumen saja.
Memahami persyaratan dokumen juga penting agar kita tak terlewat satu dokumen pun ketika mendaftar beasiswa. Jika perlu, buat daftar kelengkapan dokumen secara pribadi sebagai catatan.
Misalnya, jika tahun ini kita belum memiliki sertifikat bahasa, maka kita harus mengusahakannya di tahun berikutnya. Toh, sertifikat bahasa biasanya berlaku selama dua tahun lamanya. Jadi, tak apa jika dilakukan di tahun sebelumnya.
Memahami persyaratan ini pun penting sebagai salah satu tolok ukur agar lolos seleksi administrasi. Setidaknya, jika satu tahap di awal berhasil dilalui, kemungkinan untuk lolos ke tahap berikutnya pun akan lebih besar.
Memahami persyaratan secara dini juga diperlukan untuk menyempurnakan persyaratan yang belum bisa dipenuhi.
Misalnya, jika beasiswa tersebut mewajibkan para calon pendaftar untuk memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun lamanya, tetapi pada tahun tersebut kita baru memiliki satu tahun pengalaman kerja saja, sehingga kita masih harus menunggu satu tahun lagi untuk bisa mendaftar.
Di sinilah pentingnya pemahaman akan persyaratan, agar kita bisa menjamin kelengkapan dan kesempurnaan dari dokumen kita.
3. Terjemahkan dan legalisir dokumen
Mendaftar beasiswa untuk studi di luar negeri sudah pasti membutuhkan dokumen dengan bahasa asing, paling tidak dalam bahasa Inggris.
Jika memaksa mengumpulkan dokumen dalam bahasa Indonesia, sudah pasti pihak universitas atau pemberi beasiswa di negeri seberang tidak akan mengerti isi dari dokumen tersebut, iya kan?