Hallstatt di musim gugur. Alih-alih keemasan, Hallstatt di musim gugur justru keperakan.
Musim gugur memang identik dengan warna-warni keemasan dari daun-daun yang berjatuhan. Tapi, tidak begitu halnya denganPadahal, musim dingin belum juga mendekat. Suhu udara masih di kisaran normal selayaknya musim gugur, belum juga di bawah 7 derajat.Â
Mungkinkah karena deretan pegunungan Alpen yang mengelilinginya diselimuti salju sehingga membuat Hallstatt lebih keperakan daripada keemasan di musim gugur?
Atau, mungkin juga karena pagi itu matahari bersinar dengan lembut sehingga cahayanya memantulkan sinar keperakan di seluruh kota? Hmm, bisa jadi sih.
Austria yang mulai sangat terkenal di dunia pariwisata beberapa tahun terakhir karena semakin banyaknya ulasan mengenai Hallstatt di media massa.
Hallstatt, sebuah kota kecil diLetaknya tak jauh dari Kota Salzburg, kira-kira berjarak 1.5 jam perjalanan dengan kendaraan pribadi atau 2.5 jam perjalanan dengan kereta. Jika berkendara dengan kereta, stasiun pemberhentian kereta yang harus dituju ialah Hallstatt Gosaumühle.
Saat itu, saya menempuh perjalanan selama 3 jam dengan kereta regional dari kota tempat saya tinggal (Passau). Tak butuh waktu lama dan jadwal kereta juga tersedia sepanjang hari, sehingga tak perlu sampai menginap untuk berkunjung ke Hallstatt.
Setibanya di stasiun kereta, kita tak bisa langsung menjelajah Hallstatt. Kota kecil ini terletak di tepian Danau Hallstatt, sehingga untuk mencapai kota kecil ini harus menyeberangi danaunya dulu.
Begitu turun di stasiun kereta yang juga sangat kecil, ada sebuah pelabuhan mungil tempat berlabuhnya kapal penyeberangan menuju Hallstatt.Â
Seingat saya hanya ada satu kapal penumpang yang bolak-balik di sana. Jadi, kita harus benar-benar memperhatikan jadwal kapal jika tak ingin tertinggal kereta untuk pulang nantinya.
Menyeberangi danau ini juga tidaklah lama, kira-kira 10 menit saja. Tapi, dalam waktu yang singkat itu, kita benar-benar disuguhi dengan pemandangan Kota Hallstatt yang mungil dan menawan. Seperti di negeri dongeng!Â
Untuk menyeberangi danau ini pun tak perlu tiket mahal, hanya EUR 3 saja untuk sekali perjalanan dari stasiun menuju pusat kota.
Hallstatt benar-benar kota kecil, dihuni oleh sekitar 800 penduduk saja. Mengelilingi kota mungil ini pun tak butuh waktu lama. Dua jam rasanya sudah cukup lama. Tapi, yang bikin betah berlama-lama adalah suasana di Hallstatt yang memang memanjakan mata.
Bangunan-bangunannya berdinding tinggi dan berwarna-warni, menambah suasana klasik khas kota-kota di Eropa tapi dalam nuansa kota kecil yang tidak bising dan menenangkan.
Hanya saja, sebelum pandemi, Hallstatt sangat populer bagi wisatawan mancanegara. Kota yang mungil ini terlihat semakin padat dengan keberadaan turis-turis mancanegara dan koper-koper besar mereka di jalanan.Â
Hallstatt juga terkenal karena letaknya yang termasuk dalam wilayah Salzkammeragut, yang membuatnya terkemuka karena keberadaan tambang garam di sana (salt mine).Â
Tambang garam ini bahkan saat ini juga menjadi salah satu tempat wisata yang bisa dikunjungi oleh wisatawan di Hallstatt dengan kereta luncur yang sudah disediakan.Â
Karena keberadaan dari tambang garam ini pun, tak jarang jika toko-toko suvenir di Hallstatt juga menawarkan suvenir-suvenir berbahan dasar garam, seperti sabun, garam dapur, hingga lampu hias.
Meskipun begitu, layaknya tempat wisata lainnya, tentu tak semua toko menjual barang-barang berbasis garam. Banyak juga toko-toko suvenir yang menjual barang-barang sederhana seperti kaos kaki, tas, boneka, magnet kulkas, dll.Â
Tak seperti di Indonesia, di mana kita bisa menawar harga suvenir di tempat-tempat wisata, toko-toko suvenir di Eropa mematok harga yang tak lagi dapat ditawar meskipun tatanan toko dipajang bak kaki lima.
Rumah-rumah penduduk di Hallstatt juga terbilang unik karena tatanannya yang bersusun layaknya rumah-rumah di area pegunungan, menjadikan Hallstatt kaya akan pemandangan perumahan yang menarik hati.
Tak hanya itu, Hallstatt juga mempunyai arsitektur penginapan dan restoran yang artistik dengan hiasan-hiasan yang terpajang di pintu, dinding, dan jendelanya.
Hiasan-hiasan dari bangunan-bangunan ini menjadikan Hallstatt benar-benar seperti sebuah negeri dongeng di kartun-kartun yang sudah pernah difilmkan.Â
Rumah-rumah di Hallstatt juga membentuk gang-gang sempit. Menjelajahi setiap gangnya juga bisa menjadi pengalaman yang seru saat mengunjungi Hallstatt.
Jika ingin hanya sekedar bersantai-santai saja dengan menikmati pemandangan danau dan pegunungan di Hallstatt, ada banyak titik di tepian danau yang bisa kita manfaatkan untuk berduduk-duduk santai dengan suasana yang menenangkan.
Dari tepian danau inilah, warna keperakan Hallstatt saat musim gugur tercermin.
Biasanya, tak banyak wisawatan yang berlama-lama berdiam di tepian danau. Umumnya mereka hanya akan berfoto sesekali saja tanpa duduk-duduk santai. Jadi, hal ini bisa kita manfaatkan untuk menikmati suasana di Hallstatt dengan lebih leluasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H