Mengutarakannya tak sesederhana,
Angin utara kepada Sungai Elbe.
Musim panas masih terasa sangat terik, padahal kalender sudah menunjukkan penghujung Agustus. Masih belum juga ada pertanda musim gugur datang mendekat.
Untungnya, angin yang bertiup di sekitaran Sungai Elbe mengaburkan terik matahari yang terasa sepanjang hari itu.
Dresden sangat ramai di musim panas apalagi saat sebelum pandemi. Banyak pengunjung yang bahkan masih membawa koper-koper mereka di sekitaran kota tua dan tempat-tempat wisata lainnya.
Dresden, salah satu kota favorit saya di Negeri Panzer. Terletak di sebelah timur dan termasuk dalam negara bagian Sachsen (atau Saxony dalam Bahasa Inggris). Dresden sendiri merupakan ibu kota dari Sachsen itu sendiri.
Musim panas saat itu, banyak rekonstruksi yang sedang dilakukan di area kota tua. Meskipun begitu, arsitektur klasik khas kota Dresden tetap dapat dinikmati dengan indahnya meski tak semua tempat bisa dikunjungi karena sedang direkonstruksi.
Jerman sebelah timur. Sesederhana karena di sebelah timur dari negeri ini adalah rumah dari salah satu partai politik di sana yang anti imigran. Â
Awalnya, saya selalu ragu untuk berkunjung keSempat mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan sebagai migran saat tinggal di sebelah selatan negeri ini membuat saya agak takut juga untuk berkunjung ke sebelah timur. Tapi, demi pertemuan dengan sahabat Brazil saya yang sudah hampir setahun tidak berjumpa, saya beranikan diri untuk berkunjung ke kota ini.
Dan ternyata, berbeda dari bayangan saya, kotanya sangat ramah. Bertemu dengan orang-orang di jalan pun tidak semenakutkan yang saya bayangkan. Bahkan, saat sedang berada di kota tua, seseorang menyapa saya dan mengajak berbincang hangat karena mengenali paras khas orang Indonesia.Â
Ah rupanya, saya hanya overthinking saja. Saya terlalu memikirkan hal-hal yang belum terjadi karena prasangka dan ketakutan pribadi.Â
Mungkin karena saya terlalu banyak membaca berita tentang partai ini dan juga terbiasa dengan lingkungan yang terlalu konservatif di Bayern.
Sebaliknya, tidak disangka-sangka, saya justru jatuh cinta dengan Dresden. Menjadikan kota ini pun salah satu kota favorit saya di Jerman. Apalagi setelah berkunjung ke Altstadt (kota tua).
Waah, saya tidak bisa lagi berkata-kata. Inginnya hanya tidak beranjak dari pelatarannya dan duduk-duduk saja sambil menyaksikan langit biru khas musim panas dengan para pengunjung yang lalu-lalang dan juga pemandangan arsitektur kotanya yang menghipnotis.
Dresden juga merupakan salah satu kota besar di Jerman. Jadi, tidak heran jika kawasan kota tuanya sangat luas dan mengelilinginya bisa jadi membuat kaki pegal-pegal.Â
Tapi bagi saya, selama masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki, jalan kaki saja. Tak apa meski pegal, asal bisa menikmati keindahan Kota Dresden dengan seksama.
Jangan lupa selalu sedia air putih jika banyak berjalan kaki dan tidak ingin dehidrasi. Musim panas di Eropa sangatlah kering, berbeda dengan di cuaca di Indonesia yang selalu lembab.
Jika ingin hemat, bawa botol minum sendiri saja, siapa tahu di perjalanan menemukan kran air minum, jadi bisa selalu kapan saja mengisi botol kita.
Iya, kran air. Tidak usah khawatir dengan air mentah di Eropa. Karena minum air mentah atau air kran di sana sangat aman. Dan yang pasti, lebih murah daripada membeli air putih di supermarket.
Jika tidak ingin berjalan kaki, mungkin bisa juga sedikit menganggarkan untuk menaiki bis kota khusus untuk wisatawan.
Lumayan kan tetap bisa duduk manis di dalam bus dan berkeliling kota tanpa harus kepanasan. Bisnya juga terbuka di bagian samping, jadi angin sepoi-sepoi sudah pasti menyejukkan suasana musim panas di Dresden.
Suasana musim panas tak lagi terasa terik karena kota tua Dresden sangat berwarna siang itu.Â
Frauenkirche, namanya. Gereja di area kota tua yang merupakan gereja Baroque, khas dengan arsitektur era 1700-an.Â
Gereja ini telah selesai dibangun pada tahun 1743, namun dihancurkan pada tahun 1945 dan dibangun kembali pada tahun 1994 hingga selesai di tahun 2005.Â
Tak ada salahnya sempatkan berkunjung sejenak ke Frauenkirche dan melihat-lihat arsitekturnya lebih dekat dan seksama lagi.Â
Kota tua Dresden sungguh memikat. Bangunan-bangunannya yang tinggi seolah mengimbangi pelataran kota tua yang sangat luas.Â
Bangunan-bangunannya pun berwarna-warni sedemikian rupa. Warna-warni yang serasi di bawah naungan langit biru dan awan putih musim panas.
Meski pucat biru langit siang itu,
Tak kutemukan sudut sepi pada kotanya.
Hari yang terik dan banyak berjalan kaki, sudah pasti membuat perut lapar. Coba sempatkan berjalan ke belakang Frauenkirche.Â
Nama kawasannya adalah Neumarkt. Dan di situ berjajar berbagai macam restoran yang bisa kita singgahi untuk makan siang.
Musim panas, rasanya tak lengkap ya jika tidak menikmati es krim. Apalagi dengan cuaca yang sangat terik khas musim panas. Satu tangkup es krim pasti akan menyejukkan hari kita di Dresden.
Atau, ingin coba jalan-jalan ke area istana di Dresden? Bisa juga dong!
Zwinger (Zwinger Palace), nama tempatnya. Sebuah istana bergaya Baroque yang dibangun pada abad ke-16 hingga ke-18. Bangunan istananya berkeliling megah dengan pelataran istana yang sangat luas dan dilengkapi dengan pancuran air di beberapa sudutnya.
Zwinger tentunya juga selalu ramai oleh pengunjung. Tapi, banyak tempat untuk hanya sekedar berduduk santai jika merasa lelah dengan lautan manusia di sana.
Bosan dengan arsitektur bergaya lama dan ingin lihat-lihat arsitektur bergaya kontemporer di kota Dresden? Berjalan saja ke kawasan Neustadt, bagian lain dari kota ini.
Terletak jauh dari pusat kota tua dan juga jauh dari kawasan wisata, Neustadt tak kalah menariknya dari Altstadt Dresden. Meski menuju kesana dari kawasan Neumarkt tidaklah dekat ya.
Saya berjalan kaki kira-kira 1 jam lamanya karena jarak dari Altstadt Dresden menuju Neustadt berjarak kurang lebih 4km.
Sesampainya di sana, ada tempat yang cukup terkenal oleh para pengunjung karena arsitekturnya yang menarik untuk dilihat. Kunsthofpassage adalah nama dari kawasan ini. Kawasan yang dikenal sebagai kawasan seni.
Salah satu bangunannya didesain dengan memanfaatkan pipa yang disusun sedemikian rupa sebagai ornamen dinding rumah di bagian luar.
Saat turun hujan, air hujan yang menjatuhi pipa-pipa tersebut akan menghasilkan suara musik. Inilah yang menjadi keunikan dari kawasan ini bagi para pengunjung.
Sekembalinya dari Neustadt dengan lagi-lagi berjalan kaki, rasanya ingin melepas lelah dengan hanya duduk-duduk santai di tepian Sungai Elbe.
Jika inginnya begitu, kita bisa bersantai saja di Bruehlsche Terrase (Bruehl's Terrace) sambil memandang ke arah Sungai Elbe dengan bersemilir angin yang bertiup sepanjang alirannya.
Musim panas di Dresden jadi tidak terasa jika dibarengi dengan angin sepoi-sepoi di tepian Sungai Elbe. Apalagi jika sambil menikmati es krim. Hmm, pasti menyenangkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H