"Aku tak tahu lagi, apa masih ada yang bisa membantuku?", ingatku samar-samar.
Tapi aku tak ingin mengubur mimpi yang t'lah kupupuk sejak lama. Mimpiku akan terus hidup selama aku tak menguburnya.
Dan mimpiku harus tetap hidup, sekeras apapun badai menerjang. Seperti kapal-kapal yang akan terus menggerakkan layarnya meski terombang-ambing di lautan sana dengan ombak yang tak tentu.
"Dan aku t'lah di Skandinavia, seorang diri. Ternyata aku memang tak pernah menyerah", batinku lagi setelah kembali mengingatnya.
Beberapa jam kemudian, seorang lelaki paruh baya ternyata memperhatikanku yang sedari tadi sibuk mengambil gambar dengan kameraku. "Let me help you take your picture", katanya singkat seraya tersenyum.
Aku pun tersipu malu. Ternyata ada yang memperhatikanku mengambil swafoto seorang diri. Berkatnya, aku jadi punya foto yang layak sembari berdiri di tepian Nyhavn siang itu.
Aku kembali berjalan sambil tersenyum. Kembali merenungkan, "Selalu saja ada kebaikan dan pertolongan tanpa disangka-sangka di tengah-tengah perjalananku, meski kami tak saling mengenal".
Mungkin begitu juga seharusnya hidupku terus kuarungi, tak peduli meski aku seorang perempuan dan berjalan seorang diri, tak peduli seberapa tinggi dan mustahil impian-impian yang kumiliki menurut yang lainnya, pasti ada saja jalan dalam arusnya nanti. Entah dari arah mana datangnya, aku tak bisa terka. Aku hanya tahu bahwa aku hanya harus terus berjalan dan berlari tanpa lelah.
Kerikil yang mengganjal bukan penanda untuk berhenti
Aku pun teringat pada dongeng si putri duyung akan mimpinya menjadi manusia. Jalannya sudah pasti tak mudah dilalui. Tapi toh, dia berhasil mendapatkan kaki manusia yang diidam-idamkannya, dan bertransformasi menjadi manusia seperti yang diinginkannya.