Semakin bertambah usia, kebutuhan hidup pun semakin bertambah. Jika sudah tinggal terpisah dari keluarga, tetap saja harus bertanggung jawab sendiri terhadap kebutuhan kehidupannya. Sesederhana hanya untuk membayar sewa kamar kos setiap bulannya, misalnya.
Pun jika termasuk dalam kelompok sandwich generation, meski belum berkeluarga, tetap saja ada anggota keluarga yang harus didukung secara finansial.
Jika sudah begini, harus benar-benar berpikir beribu-ribu kali untuk kehilangan pekerjaan.
2. Belum ada pekerjaan pengganti
Biasa disibukkan dengan rutinitas bekerja, lalu tak lagi bekerja adalah sebuah kebiasaan baru yang cukup sulit, baik untuk diri sendiri maupun badan kita.
Tubuh yang biasa bergerak dan pikiran yang biasa dikerahkan untuk urusan pekerjaan, terkadang menjadi mudah lelah dan lesu karena tidak lagi ada yang dikerjakan. Motivasi pun menjadi berkurang karena kondisi fisik yang tidak lagi semangat.
Belum lagi, tidak adanya pemasukan bulanan seperti saat bekerja, membuat selalu berpikir berulang kali saat akan mengeluarkan uang dari dompet kita. Kekhawatiran akan cukup tidaknya finansial setelah pengunduran diri, tentu juga akan membuat pikiran stress.Â
Jangan lupa, budaya kita adalah budaya kolektif. Mengundurkan diri dari pekerjaan bisa mendatangkan tekanan dari luar diri kita tentang adanya pertanyaan "kok tidak kerja lagi?" atau "kenapa berhenti bekerja?".
Meski kita sadar betul bahwa kitalah yang memahami efek buruk dari pekerjaan yang tidak menyenangkan. Tapi sayangnya, tidak begitu dengan lingkungan di sekitar kita.
Jika kita siap dengan segala konsekuensi ini sih, tidak masalah, lakukan saja.