1. Sumber hukum telah tersedia
Sebenarnya, sumber hukum yang mengatur tentang pengelolaan sampah pun telah tersedia, yaitu tertuang dalam UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Namun, sejauh mana efektivitas dan penerapan UU ini sepertinya dapat terlihat dari masih maraknya pencemaran sampah sebagai permasalahan umum hingga saat ini.
Bisa jadi bukan UU-nya yang jadi sorotan, tapi penerapan dan pengawasan dari kebijakan yang telah diatur tersebut.
2. Mulai dari langkah kecil mengurangi timbunan sampah di TPA
Jika kita terlalu sibuk memperdebatkan siapa yang harus bertanggung jawab dan apa yang harus dibenahi, mungkin akan memakan waktu lama karena setiap aktor seyogianya mempunyai kepentingan masing-masing.
Menurut hemat saya, yang bisa kita lakukan adalah dengan mengurangi timbunan sampah di TPA. Ini juga berkaca pada kasus longsor TPA Leuwigajah beberapa tahun silam akibat kapasitas yang berlebihan.
Bagaimana caranya? Sesederhana dengan tidak menambah sampah-sampah yang tidak diperlukan, seperti sampah plastik dan sampah makanan. Jika ada sampah yang masih bisa didaur ulang, lebih baik kita daur ulang.
Jika tidak bisa mendaur ulang, bagaimana? Sepertinya di kampung-kampung masih banyak para pengepul plastik dan kertas yang mengambil dari sampah rumah tangga untuk dijual dan dikelola lagi. Kita bisa memanfaatkan para pengepul ini sebagai alternatifnya.
Selain itu, di beberapa kota besar seperti DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Bandung, Semarang, Sidoarjo, dan Medan telah tersedia layanan Responsible Waste Management dari Waste4Change, sebuah perusahaan/organisasi nirlaba yang berfokus pada pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah di TPA secara signifikan.