Mohon tunggu...
Novi Setyowati
Novi Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berkaca pada Musim Dingin, Tak Apa Meski Berasal dari Negara Tropis

27 Januari 2021   12:16 Diperbarui: 6 Februari 2021   10:49 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua terlihat bahagia dengan hamparan sinar matahari di setiap harinya. Taman-taman dan sungai-sungai mulai penuh dengan gerombolan muda-mudi yang menikmati sinar matahari hangat sepanjang harinya.

Musim panas rasa-rasanya adalah musim ramai manusia di luaran. Banyak juga festival-festival yang diadakan di musim panas. Pun langit pukul 10 malam masih terlihat sangat cerah, membuat aktivitas muda-mudi semakin panjang di luaran sana.

"Tak ada yang aneh", pikir saya lagi. "Orang-orang hanya terlihat lebih bahagia, bersemangat, dan ceria di musim panas", lanjut saya lagi. Tapi, hey, itulah sebabnya!

Dokumentasi pribadi: Musim panas yang selalu ramai di Jerman
Dokumentasi pribadi: Musim panas yang selalu ramai di Jerman

Sesuatu yang menarik mulai terbersit di benak saya saat hawa dingin musim gugur mulai datang dan perlahan menggantikan teriknya matahari musim panas. Orang-orang kembali berlalu-lalang dengan pakaian musim dingin (jaket tebal, syal di leher, sepatu boots, topi rajut, dan sarung tangan). Saya pun mulai harus beradaptasi lagi dengan hawa dingin yang kali ini jauh lebih dingin daripada saat pertama kali saya tiba. 

"Ternyata syal itu berguna bukan hanya untuk menghangatkan leher, tapi juga bisa menutupi mulut dan hidung saat di jalanan (seperti halnya masker) agar tidak sulit untuk bernapas karena dinginnya udara. Hidung jadi tidak mampet!" saya menarik kesimpulan.

Tapi, lebih menarik lagi, mengamati raut wajah orang-orang yang saya temui di jalanan dan di dalam bus, tram, ataupun subway. "Hmm, tatapan yang dingin", batin saya.

Dengan kedua mata awam saya, tak banyak keceriaan yang bisa dilihat seperti ketika musim panas datang. Tak banyak pula yang bercakap-cakap seperti di musim panas. Tak banyak interaksi yang terjadi di dalam transportasi umum dan semakin sedikit senyum yang bisa saya lihat di luaran. "Hmm, menarik", pikir saya lagi.

Hingga suhu semakin dingin mencapai minus, dan saya pun mengalaminya sendiri. Sembari menunggu bus untuk berangkat ke kampus, tidak ada sama sekali keinginan dari saya untuk membuka mulut dan menyapa teman saya dengan senyum lebar. Kami hanya mampu berkata "hi, how are you?". Rasanya itu saja sudah cukup.

Semakin berbicara dan membuka mulut, semakin hawa dingin terasa di badan ini. Daripada sibuk berkata-kata, lebih baik saya fokus menghangatkan diri dengan menyelipkan kedua tangan di dalam saku jaket dan menutupi separuh mulut saya dengan syal.

Jika salju turun dengan derasnya, saya tambahkan lagi untuk memasang topi jaket di kepala saya dan tak lagi tertarik menoleh ke kanan dan ke kiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun