Jika bukan karena ia sahabat dekatku, mungkin aku tak mungkin bernafsu untuk ke Malang. Karena hanya dia lah orang yang paling mengerti aku. Meski sudah kukatakan padanya 3 bulan yang lalu, bahwa aku ingin menyudahi semua kegilaanku. Aku sudah tak ingin merangkai cerita lagi dengan laki-laki yang hanya untuk membuat kisah dalam sejarah hidupku. Aku sudah lelah. Dan dia pun kaget ketika kukatakan bahwa aku dalam perjalanan menuju Malang. Kami pun bertemu dan melepas rindu.
“Ada apa denganmu, Nov?”, tanya Dida, sahabat yang begitu peduli padaku dan aku masih diam dan tersenyum. “Aku tahu, kau ke Malang bukan hanya ingin bertemu denganku. pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan”. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“Aku Hamil, Did!”
“Apa !!!!!!!. Hamil ? gila apa kamu ?!!! . Aku hanya mengangguk lemas. “Aku tak percaya!. Bukankah selama ini kau selalu mempertahankannya, mengapa tiba-tiba kau lengah ?”
“Aku tidak lengah, tapi aku memang menginginkannya. Aku hanya ingin hamil, Did”
“Gak mungkin ! bukannya kau selama ini punya control yang kuat untuk mempertahankan keperawananmu. Tapi mengapa sekali jebol, kau malah ingin hamil ? siapa laki-laki itu ?”
“Laki-laki yang tak pernah ku tahui namanya. Tapi aku tahu, dia laki-laki baik-baik. Dia cerdas. Dia kaya. Dan dia cakep.”
“Oooo… jadi karena kau sudah menemukan laki-laki yang pas menurut seleramu, lalu kau dengan mudah menyerah begitu saja?”
“Tidak, Did. Sebenarnya aku sudah mengenalnya cukup lama. Tapi kami baru saja bertemu dan terjadilah !”
“Jadi kau sudah tahu sapa dia ?”
“Iya, dia adalah laki-laki cerdas dan menarik “