Mohon tunggu...
Novi Damai Tambunan
Novi Damai Tambunan Mohon Tunggu... Teacher -

@ndtambunan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Karang #1778mdpl (Kecil-kecil Cabe Rawit)

24 Oktober 2018   14:47 Diperbarui: 24 Oktober 2018   15:11 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                

Holla!

Perjalanan pendakian kali ini ada yang unik, namun ada juga membuat nyali dan tekad yang sudah bulat berubah menjadi ciut. Setelah sekian lama meninggalkan kebiasaan baik untuk menulis, akhirnya tiba juga waktu dan kesempatan untuk berbagi pengalaman ini.  Sesuai dengan judul yang tercatut pada tulisan ini, yaitu catatan perjalanan pendakian ke gunung karang.

Wait... Gunung Karang?

Mungkin sebagain dari kita bahkan baru saja mendengarnya, atau baru tahu bahwa ada sebuah gunung dengan nama Gunung Karang pada saat membaca tulisan ini. Hal yang sama juga saya rasakan ketika pertama kali teman saya menyebutkan nama Gunung Karang. Mari kita berkenalan dengan Gunung Karang, Gunung yang letaknya ada di ujung sebelah barat pulau Jawa. 

Gunung Karang adalah sebuah gunung berapi kerucut (istirahat) yang terletak di Kabupaten Pandeglang, Banten, Indonesia. Gunung ini masuk kedalam kelompok Stratovolcano yang memiliki potensi meletus. Gunung Karang memiliki ketinggian 1.778  meter di atas permukaan laut dengan puncaknya yang bernama Sumur Tujuh.  Gunung Karang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Banten. Selain  itu, gunung ini juga menjadi lokasi wisata ziarah favorit di Banten. (Sumber: Wikipedia.com)

Pendakian ini sejujurnya tidak pernah terencana dalam daftar gunung yang hendak saya daki bersama teman-teman saya. Itulah yang menyebabkan pendakian kali ini ada yang unik. Di mulai ketika wacana itu menyebutkan pendakian menuju puncak tertinggi di Jawa Barat, yaitu Gunung Ciremai. 

Sebuah gunung yang sudah hampir 3 tahun ingin sekali saya hampiri namun apa mau dikata sepertinya waktu belum berpihak kepada saya untuk mengunjungi Gunung Ciremai. Salah dari 6 orang teman yang saya ajak merupakan seorang Mahasiswa yang juga tinggal di kota Cilegon, Banten. Beliau mengajak kami untuk mampir ke wilayah barat pulau Jawa. Dalam hati saya berpikir, "ah emangnya di Banten ada gunung?"

Setelah saya searching, saya baru ingat ada seorang bapak yang saya temui ketika tahun 2015 mendaki Gunung Manglayang mengatakan sebuah gunung di Banten yaitu Gunung Pulosari. 

Saya pun tertarik untuk kesana dan langsung mengajak teman-teman saya. Kebetulan ada pemandu jalan yang asli orang Banten. Tidak lama kami menerima informasi dari akun instagram @infopandeglang bahwa jalur Gunung Pulosari sedang dalam masa perbaikan akibat longsor. Aaah...pupus harapan! Waktu pendakian sudah semakin dekat. 

Tercetus lah sebuah gunung yang letaknya tidak jauh dari Gunung Pulosari yaitu Gunung Karang. Saya pun mencari informasi yang saya bisa dan bersiap-siap menyiapkan segala sesuatunya untuk pendakian bersama teman-teman saya. Saya berlima berangkat dari Jakarta, Terminal Pulogebang menggunakan Bus menuju Cilegon untuk menghampiri 2 teman saya. 

Sabtu, 10 Februari 2018

Saya berlima tiba di terminal bus Pulogebang pukul 05:00, namun ternyata bus baru ada pukul 06:00. Kami menunggu, sampai akhirnya bus penuh dan melaju dengan amat-amat-amat-amat-teramat kencang (sungguh seperti roller coaster) dan tiba 2 jam kemudian di Cilegon pukul 08:00. Saya pikir, yaudahlah mungkin supirnya sudah mahir sekali.

Harga tiket: 45 ribu 

Kami berlima minta diturunkan persis di depan Universitas Ageng Tiratayasa. Beristirahat sebentar dan menunggu 2 teman lagi datang. Ternyata 2 teman saya mengajak 3 orang temannya yang lain, alhasil pasukan semakin banyak.

10.00 WIB

Kami berangkat dari depan Universitas Ageng Tirtayasa menggunakan mobil pick up yang dibawa teman saya. Mohon maaf saya tidak bisa memberikan informasi mengenai angkutan umum menuju jalur pendakian Gunung Karang. Waktu yang ditempuh dari kota sekitar 1,5 jam.

11.30 WIB

Kami tiba di sebuah desa dengan jalur sempit dan menanjak alhasil mobil harus kami parkir di bawah dekat dengan Masjid yang terdapat disana. Kondisi disana masing sangat sepi dengan pendaki, bahkan seorang bapak yang menghampiri kami untuk meminta data diri mengenai regu kami mengatakan bahwa "belum ada pos pendakian Gunung Karang". Yang ada hanya sebuah bangunan sepeti pos yang belum selesai dibangun, dan di seberangnya terdapat warung. Di sebelah warung ada sebuah Masjid, yang saya lihat sangat ramai dengan warga setempat. 

Ada biaya simaksi?

Oemji, you have to know guys!!! Maaf karena saya mendaki ketika bulan februari, saya tidak tahu perkembangan saat ini ya. Saat itu, kami tidak dikenakan biaya pendakian, NAMUN jika kami ingin memberikan uang juga tidak masalah, berapa pun, se-ikhlasnya. Akhirnya kami memberikan uang yang sudah kami siapkan sebagai biaya pendakian. 

Setelah itu kami siap untuk mendaki.

Tapi.... langkah kami di tahan oleh bapak yang tadi meminta data diri kami. Beliau meminta kami untuk masuk ke dalam masjid terlebih dahulu, berdoa agar diberi ke-ridho-an dalam perjalanan pendakian. 

Saya langsung bingung apa yang harus kami lakukan. Kami melihat banyak ibu-ibu yang mulai berdatangan ke masjid seperti hendak melakukan pengajian. Dari kami ber 10, hanya 2 orang yang beragama Islam sedangkan saya dan teman yang lain adalah Nasrani. Disinilah letak keunikan dari Gunung Karang!

Saya pikir, bisa saja kami langsung mendaki tanpa harus berziarah ke dalam Masjid. Tetapi bagi saya, ini lah letak keindahan dari keragaman suku dan agama serta keyakinan di Indonesia. 

Saya dan teman saya yang lainnya tetap melakukan himbauan dari petugas RT karena kami menghargai keyakinan warga setempat. Ternyata Gunung karang juga sering digunakan sebagai tempat ziarah, sedangkan tujuan kami murni hanya untuk mendaki.

12:30 WIB

Hari semakin siang, kami mulai pendakian. Jalur pada saat memulai pendakian, saya pikir masih mirip seperti kebun-kebun warga namun jalanan terus menanjak dan mengurang tenaga. 

Waktu: 1,5 jam

14:00 WIB

Kami tiba di Pos 1, kiri kanan masih kebun-kebun warga. Pemandangan kota Cilegon mulai terlihat dari ketinggian. Sepanjang jalur hanya kami ber 10 sepertinya yang mendaki gunung ini. Sesekali kami menjumpai warga yang naik turun membawa hasil perkebunan sayur. Istirahat sebentar, perjalanan kami lanjutkan kembali.

16.30 WIB

Dokpri
Dokpri
                                                                                                                   

Sejauh mata memandang, seperti sudah tinggi. Tetapi kalau melihat ke depan, nyali mulai ciut. Angin berhembus kencang, sedangkan waktu sudah hampir gelap. \

Setelah pos ini, yang ditemui adalah pepohonan rindang dan hutan semakin dalam. Puncak pun tidak terlihat. Karena jalur pendakian ini mengharuskan kita memutar jalan. Dan benar saja, ternyata langit yang gelap menunjukkan cuaca yang mendung dan hujan akhirnya turun.

Kami sempat bingung harus membuka tenda dimana karena gunung itu sepi sekali dengan pendaki, ditambah tenaga sudah semakin terkuras, suhu semakin dingin, badan mulai menggigil. 

18:15 WIB

Tiba lah kami disebuah lapak yang muat untuk 2 tenda tertup pohon yang rindang, namun sepertinya sangat dekat dengan Puncak Sumur Tujuh (begitu sebutannya). Karena kami melihat ada papan dengan tulisan "Puncak Gunung Karang". 

Kami membangun tenda dengan kondisi becek dan hujan. Namun segera kami menyiapkan makanan untuk menghangatkan tubuh dan mengganti pakaian yang basah. Karena jika tidak diganti, maka akan terkena gejala Hypotermia. 

Tidur, dan kami bangun pukul 06:00 pagi untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju Puncak Gunung Karang.

Minggu, 11 Februari 2018

06:20 WIB

Menuju puncak sumur tujuh

07:00 WIB

Kami tiba di puncak sumur tujuh!

dokpri
dokpri
                                                                                                                             Sumber foto: Dokpri

Namun karena cuaca baru saja selesai hujan, alhasil pemandangan yang kami lihat hanya kabut dan pepohonan yang basah. 

dokpri
dokpri

Di puncak Gunung Karang terdapat sebuah plang dengan tulisan Gunung Karang 1778 mdpl, yang artinya puncak Gunung Karang berada 1.778 meter dari permukaan laut. Buat saya Gunung ini bukan gunung yang dapat diremehkan jika dilihat dari ketinggiannya. Tetapi jalurnya yang luar biasa menguras tenaga, hawa yang dirasakan di dalam hutan, dan keyakinan dari warga setempat lah yang membuat Gunung ini tidak se-terkenal gunung yang lainnya. Puncak di Gunung ini berupa sebuah dataran yang di tengahnya terdapat sebuah sumur, sumur tersebut dipagari dan pagarnya diselimuti kain berwarna putih. Sayang sekali, saya masih melihat banyak sekali aksi Vandalisme di sekitar sumur tersebut.

Satu lagi!

Warga setempat meyakini sumur tersebut merupakan sebuah sumur yang memiliki air jernih, Hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat air jernih di dalam sumur tersebut. Sisanya, masih banyak keyakinan dan kebiasaan yang akan kalian temui jika berkunjung disana. 

Sekian pengalaman yang bisa saya bagikan. Kalau boleh memberikan saran, beberapa hal ini yang harus diperhatikan sebelum mendaki Gunung Karang, yaitu :

1. Pastikan kamu mendaki bersama teman yang mengetahui jalur pendakian karena jalurnya masih sangat sempit, hutannya lebat, dan tidak ada penunjuk jalan dari setiap pos nya

2. Jika mendaki saat musim hujan, hati-hati karena jalur sangat licin

Mari menjelajah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun