Mohon tunggu...
Novia Syahidah Rais
Novia Syahidah Rais Mohon Tunggu... Manajer Marketing & Komunikasi -

Bukan soal siapa kita, tapi ini soal apa yang kita tulis!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[HORORKOPLAK] Sosok Dalam Kaca (Hantu Kupluk Dalam Lift Koplak)

12 Januari 2017   14:37 Diperbarui: 13 Januari 2017   15:09 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dasar lift koplak semua!" omel Bu Tiwi sambil mendengus.

“Lift Barat sudah dibetulin kemaren, Bu. Sudah bisa digunakan lagi. Hanya pintunya agak lama beberapa detik, baru terbuka, jadi sabar aja menunggu pintunya terbuka sendiri, jangan dipencet-pencet tombol pembuka pintunya, biarkan membuka sendiri,” jawab karyawan tadi memastikan.

Kami pun berjalan menuju lift di sebelah Barat. Saat pintunya terbuka, aku pun langsung melangkah masuk dan melambai ke arah Bu Tiwi. Pintu lift kembali menutup. Aku memencet tombol angka 1 dengan agak menarik napas dalam. Cerita Bu Tiwi tadi melintas lagi di kepalaku. Berada sendirian dalam lift berdinding kaca cermin sekeliling ini membuatku agak berdebar juga.

Yang membuat debar di jantungku sulit berhenti adalah lift yang selalu berhenti di setiap lantai tanpa ada yang masuk atau keluar. Wong isinya cuma aku sendiri. Sepertinya ada salah setting pada jaringan lift ini sehingga selalu berhenti di setiap lantai. Ini membuat perjalananku dari lantai 15 menuju lantai 1 terasa sangat lama. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, menatap bayanganku sendiri di kaca. Ketika lift sampai di lantai 3 hatiku mulai terasa agak tenang. Sedikit lagi sampai.

Dan begitu sampai di lantai 1 tak sabar aku menunggu pintu lift terbuka. Aku kembali memencet tombol pembuka pintu berkali-kali. Aku lupa pada pesan karyawan di lantai 15 tadi. Aku terlalu gugup sendirian dalam lift ini. Dan akibatnya, pintu bukannya terbuka malah lift kembali bergerak naik. Sial! Aku memaki panik. Seperti proses turun tadi, lift ini membuka dan menutup sendiri di setiap lantai. Bagiku yang sendirian di dalam terasa sangat horor.

Di tengah ketakutan seperti ini bisa saja aku berhalusinasi macam-macam nantinya. Terbukti aku seperti mendengar suara helaan napas padahal aku sendiri nyaris menahan napas saking tegangnya. Dan saat menoleh ke kiri atau ke kanan, tetap saja yang kulihat adalah bayanganku sendiri namun terasa mengejutkan saat saling bertatapan. Ketakutan memang bisa membuat apapun jadi seperti hantu, termasuk bayangan sendiri. Ya Tuhan, aku bahkan tak berani melihat ke belakang. Kan kata orang tua, jika kita dalam keadaan takut, jangan pernah menoleh ke belakang. Lucunya, aku percaya pada nasehat itu. Aku pun diam mematung dan berdiri sangat dekat dengan pintu lift.

Mendadak aku dapat ide, aku akan keluar saja ketika pintunya terbuka dan turun dengan tangga. Ya, ide bagus. Begitu sampai di lantai 7 pintu lift kembali membuka. Hap! Aku menghambur keluar dan reflek membalikkan badan memandang lift yang siap menutup kembali. Dan jantungku seakan copot melihat dinding kaca yang sejak tadi aku belakangi. Di dalam kaca itu ada bayangan orang padahal lift itu kosong. Ia berdiri seperti posisi aku berdiri, menghadap ke arah pintu lift. Tapi dia berada dalam pantulan kaca lift, bukan dalam ruangan lift. Jadi persis seperti bayangan orang jika berdiri dalam lift.

Pintu menutup dan aku nyaris pingsan. Dengan lutut yang terasa goyah aku berlari mencari tangga turun. Sebanyak 7 lantai aku turuni tanpa terasa, aku seperti terbang saking takutnya. Aku percaya ada yang salah dengan system pengaturan di lift itu tapi aku tak ingin percaya pada apa yang kulihat. Sosok itu seperti seorang lelaki yang memakai jaket dengan kupluk atau tutup kepala yang ditarik agak ke depan hingga wajahnya terlihat gelap. Apalagi kepalanya sedikit menunduk. Hyyy...seluruh kulitku meremang. Supir kantor yang menungguku di lobby bingung melihatku seperti orang linglung. Tapi aku tak menjelaskan apapun, aku masih berusaha menenangkan diri.

Keesokan harinya saat aku menjelaskan bentuk dan konsep kerjasama dengan Bu Tiwi, Direktur nampak antusias dan sangat mendukung. Aku lega, akhirnya proyek pemasaran kami di awal tahun ini bisa segera dijalankan. Dan saat aku menceritakan kejadian di lift itu wajah Direktur nampak serius menyimak. Dia tak bersuara sama sekali sampai ceritaku selesai.

“Kalau begitu, batalkan kontraknya! Itu sudah pertanda buruk,” kata Direktur tegas.

"Serius, Pak?" Aku terperangah. Hanya karena masalah itu kontrak dibatalkan? Proyek sebagus ini dihentikan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun