Mohon tunggu...
Noviar Ananta
Noviar Ananta Mohon Tunggu... -

TraveLLer, Blogger, Movieholic, Juventini, Agatha Christie Big Fan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa Saya Pilih Jokowi - JK

1 Juli 2014   09:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:01 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14041562571259051565

Kapan saya kenal orang yang bernama Joko Widodo? Dari jejak digital saya di socmed, postingan status di Facebook di atas menunjukkan bahwa jawabannya adalah 25 Desember 2011. Bisa jadi sebelum tanggal tersebut, yang pasti ketika Jokowi belum wara wiri di televisi nasional. Saya masih ingat, postingan tersebut, adalah berita tentang bagaimana Joko Widodo, walikota Solo kala itu, menjadi penggemar musik metal.

Dan, seperti sebelumnya, postingan tersebut adalah wujud kekesalan saya terhadap pemerintahan SBY – Boediono yang menurut saya makin lamban dan peragu dalam penuntasan masalah di Republik ini. Dan, kekesalan kenapa Fadel Muhammad tiba – tiba dicopot dari jabatannya.

Crop postingan tersebut akhirnya menjadi senjata pamungkas ketika debat di forum atau grup di Facebook setiap kali difitnah Korban Pencitraan Jokowi, Pasukan Nasi Bungkus, Buzzer, atau Jasmev.

Tinggal tunjukkan foto, lalu kasih comment, “Anda tak mengenal Jokowi lebih dulu daripada saya. Jangan sampai anda yang sebanarnya latah ikut -ikutan dalam “Gerakan Fitnah Jokowi” sejak Jokowi maju di PilGub Jakarta ?”.

Setelah itu biasanya mereka berhenti menyebut saya Panasbung. Diganti dengan “teriakan” “Bodoh”, “Munafik” atau “Musuh Islam”. Hehe…

Lalu, kenapa saya berpikir Jokowi adalah Pemimpin yang bisa memberikan harapan dari berita “Joko Widodo Walikota Metal” tersebut? Jawabannya simple. Menurut saya, orang ini berpikir dan bertindak “Out of The Box” dan Anti Mainstream.

Tak banyak Pemimpin di Negara ini yang berani jujur mengakui bahwa dia sebenarnya suka sesuatu yang tak populer di masyarakat, namun menahan diri supaya tetap terlihat baik di mata masyarakat. Dan, bagi saya menjadi penikmat musik metal adalah salah satunya. Catat, saya bukan fans fanatik musik metal.

Sepengetahuan saya tentang tokoh – tokoh besar yang pernah lahir di dunia, mereka besar karena berpikir dan bertindak tak seperti masyarakat kebanyakan di zamannya. Kisah “Kenapa tak bertanya sama Tuhan kalian yang berkalung kapak itu” dalam proses pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim, Kisah Nabi Muhammad meletakkan selembar kain untuk meredakan polemik tentang siapa yang pantas memindahkan Hajar Aswad, sejarah bagaimana Gandhi melawan pemerintah Inggris dengan Gerakan Swadeshi, memintal dan menjahit baju sendiri, atau tentang K.H. Agus Salim yang bilang “Saya tak mau berpidato kalau di ruangan ini masih ada kambing” ketika diolok – olok oleh orang – orang Belanda dengan suara kambing gara – gara janggutnya.

Dan masih banyak lagi kisah – kisah tokoh – tokoh dunia lainnya, yang tak mungkin diucapkan atau dilakukan oleh orang yang berpikir standar, seperti orang kebanyakan.

Jangan lupakan pula kisah – kisah ilmuwan dan penemu besar yang pernah lahir di dunia. Masih ingat teori “Bumi yang mengelilingi Matahari”-nya Copernicus?. Atau, kisah Thomas Alfa Edison dengan “Saya tak gagal, saya hanya menemukan 999 cara yang tak bisa digunakan untuk menyalakan lampu”?. Bagi saya, pemikiran anti mainstream seperti ini yang membuat mereka kemudian berhasil dikenang sebagai tokoh besar di zamannya.

Berita tersebut juga jadi bukti bahwa Pak Jokowi adalah sosok pemimpin yang mau membaur dengan masyarakatnya. Iyalah, mana ada Konser Music Metal, terus di depan panggungnya ada kursi dan meja lengkap dengan hidangan seperti ketika ada kunjungan Pejabat.

Bagi yang mengenal saya dengan baik, saya orang yang dari dulu anti sama metode “Asal Bapak Senang” seperti ini, dan perilaku pejabat yang selalu mau “di-dewa-kan” ketika kunjungan. (Saya pernah berpikir, kenapa Pejabat Negara harus selalu diberikan saf paling depan setiap shalat berjamaah di mesjid? Anda datang terlambat, harusnya duduk di saf belakang.)

Pertanyaannya, kenapa Pak Jokowi saya letakkan di urutan ke-empat?

Menurut saya, rakyat Indonesia melakukan kecelakaan sejarah ketika memilih SBY bukan JK di 2009. (Kalau yang ini debatable, sebab dulu saya pun mengatakan hal yang sama kenapa bukan Amien Rais yang terpilih di 2004, sebelum insyaf. Hhhaaa…)

Ya, sebab bagi saya, kesuksesan pemerintahan SBY-JK di 2004, lebih banyak adalah hasil kerja dari Pak JK. Pak SBY lebih muncul sebagai pemimpin yang cari aman dan tak mau ambil resiko. Yang saya ingat, kala itu Pak JK lah yang pasang badan ketika program konversi minyak tanah ke gas dicaci begitu masif di televisi dengan berita “Misteri Meledaknya Tabung Gas 3 Kg”.

Ini menjadi bukti pemimpin yang berpikir dan bertindak “Out of The Box”. “Terserah anda mau bilang apa, kalau saya yakin ini program yang bermanfaat saya tak akan berubah pikiran”, begitu kira– kira pikiran Pak JK kala itu.

Anehnya, ketika kampanye 2009, keberhasilan ini diklaim habis – habisan sebagai karya SBY. Waktu dicaci kemana saja, Pak?

Nah, Dalam hal ini, Pak Jokowi yang kala itu masih walikota tentu saja levelnya masih di bawah Pak JK. Urutannya, beliau harus di bawah Pak JK.

Selanjutnya, bagi saya ada Pak Mahfud (Ketua Mahkamah Kostitusi kala itu) yang track record-nya setau saya sangat tegas dalam setiap keputusannya, bahkan bila keputusan itu membuat banyak orang tak suka sama dia.

Saya juga yakin, Pak Mahfud adalah orang baik, jujur dan bersih dari korupsi. Dan, ini jadi alasan saya tak pernah bisa mencela Pak Mahfud, walaupun beralih mendukung Pasangan Capres – Cawapres “You Know Who”. Maaf, sedikit ngeri menyebut namanya, seperti Harry Potter dkk menyebut Voldemort. Hhhehe…

Next, Pak Dahlan Iskan yang berhasil mencuri perhatian saya lewat insiden “Naik ojek ke Istana Bogor” dan “Pelantikan dengan Sepatu Kets”. Nah, sama lagi khan? Orang ini pun adalah orang yang berpikir dan bertindak “Out of The Box”, anti mainstream, dan tak pusing sama penilaian orang. Kalau anda menyebut ini pencitraan, anda sebenarnya meng-iya-kan bahwa apa yang dilakukan oleh Pak Dahlan Iskan adalah sesuatu yang luar biasa.

Dan ternyata, perkiraan saya tak salah. Pak Dahlan Iskan bisa memberi warna baru dalam kepemimpinannya sebagai Menteri BUMN yg berani mendobrak kekakuan sistem birokrasi. Tak perlu menilai Aksi Koboi-nya membuka palang pintu tol, cari saja berita tentang bagaimana Dahlan Iskan merubah Rapat – Rapat Koordinasi BUMN, yang tak efisien menjadi Rapat Koordinasi via Blackberry Messenger.

Lalu kenapa nama Bapak Fadel Muhammad pun saya masukkan di list ini, alasannya setelah dapat info dari seorang kawan tentang kenapa Pak Fadel Muhammad dicopot oleh SBY dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Gara – gara insiden “Gudang Garam”. Berita ini memang tak pernah diberitakan di media – media nasional, anggap saja ini info intelejen dari orang dalam istana. hehe…

Sejak itu saya makin teryakinkan bahwa Pak Fadel Muhammad adalah seorang Nasionalis. Seperti Pak Mahfud, Fadel Muhammad pun tak akan berani saya cela dalam “cyber war” Pilpres kali ini.

Nah, apa Pak Fadel Muhammad masuk kategori pemimpin yang “Out of The Box”, jawabannya “Definetly, Yes”, dan itu dilakukannya sejak beliau jadi Gubernur Gororntalo.

Saya pernah liat foto Fadel Muhammad, memegang kotoran dari sapi hasil program bioteknologi di bidang peternakan yang digagasnya ketika masih menjabat Gubernur Gorontalo, kemudian menciumnya. Saya lupa nama teknologi itu, yang saya tau salah satu efek teknologi tersebut membuat kotoran sapi tak berbau. Hayoo, pejabat negara mana yang mau melakukan ini?

Setelah postingan tersebut, saya terus meng-update informasi tentang Jokowi. Tentang dukungannya terhadap Proyek Mobil Anak SMK, tentang Satpol PP dilucuti pentungannya, dan tentang pemindahan PKL tanpa kekerasan. Bagi saya, ide ini luar biasa. Kalau tidak luar biasa, kenapa tak banyak pemimpin di daerah di negeri ini yang bisa melakukannya?

Dan, ketika beliau maju di PilGub Jakarta, berpasangan dengan Ahok, saya lalu berharap Jokowi – Ahok yang menang. Ternyata, hasilnya 2 (Dua) putaran. Pada saat itulah, saya lihat bagaimana Jokowi – Ahok dikeroyok oleh partai – partai politik pendukung Foke. Dan disini pulalah, “Gerakan Fitnah Jokowi” dimulai dan dilakukan begitu masif. Tak kurang tokoh sekaliber Bang Haji Rhoma Irama, menyerukan “Jangan pilih Jokowi karena ibunya Non Muslim” dari atas mimbar mesjid.

Belum lagi, ocehan – ocehan dari akun @triomacan2000 yang mendikreditkan Jokowi nampak begitu meyakinkan, seolah2 ocehan tersebut murni dari seorang “Pahlawan Pembela Kebenaran”. <=(Nah, ini juga jadi bantahan terhadap seorang teman “Jokowi Hater” yang menjadikan @triomacan2000 jadi rujukan. “Ibu guru, bilang sama dia, saya sudah mengikuti ocehan @triomacan2000 sejak si macan ini masih bayi, saya masih ingat ocehannya tentang “Putra Mahkota dan insiden di Bandara Singapura”, kira – kira begitulah, saya tak ingat lagi.”.)

Apa saya taqlid buta sama Jokowi, Tidak. Saya termasuk orang yang hampir percaya sama informasi – informasi tersebut. Rhoma Irama coy, muballigh, haji pula. Tapi, setelah, melihat Rhoma Irama menangis ketika di panggil Panwaslu DKI. Jakarta, dan kemudian meminta maaf di sebuah acara di TV Nasional, saya lalu berpikir sebaliknya, dan kembali ke jalan yang benar menjadi “Jokowi Lover”.

Pun, Saya termasuk orang yang ragu, apa iya Pak Jokowi bisa mengatur orang – orang Jakarta yang sangat heterogen yang wataknya jauh berbeda dengan orang – orang Solo?.

Nah, 2 (dua) tahun kepemimpinannya di Jakarta adalah jawabannya. Bagi saya, untuk menilainya anda hanya perlu menggunakan akal sehat dan menggunakan hati yang bersih. Program Lelang Jabatan, turun ke got mengecek, merapikan Tanah Abang tanpa kekerasan, (Tanah Abang Bung… Siapa yang tak pernah dengar tentang premannya?), menyulap Waduk yang penuh sampah jadi Taman Kota, Program Rumah Deret dan Rumah Susun, serta Keputusannya yang tak Goyah terhadap Lurah Susan. See, Sekali lagi “Out of The Box” dan berhasil. Relokasi Pedagang Tanah Abang pun kembali dilakukan tanpa kekerasan. Konsisten.

Saya hanya berpikir, kenapa partai – partai politik, (termasuk partai yang ngaku Partai Dakwah itu), tak bisa melihat ini sebagai sebuah keberhasilan. Lalu dulu mendukung Foke, yang selama 10 tahun menjabat (5 tahun sebagai Wakil Gubernur plus 5 Tahun sebagai Gubernur) tak bisa melakukan ini. Menurut saya, politikus tersebut harusnya menanggalkan baju partai, apabila program lawan politik-nya adalah sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

Kalau pun semua masalah Jakarta belum bisa terselesaikan, Lah, Jokowi kan manusia biasa, bukan Super Hero. Setidaknya, beliau sudah bekerja, tak hanya retorika. Itu pointnya.

Dan Akhirnya, Sebelum kembali dituduh Pendukung Bayaran, saya akan mengakhiri tulisan saya. Saya hanya mau bilang, saya mendukung Jokowi karena bermimpi melihat orang – orang seperti Anies Baswedan, Ibu Risma, Ganjar Pranowo, Bima Arya, Ridwan Kamil, Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arif, Bupati Klungkung Bali (saya lupa namanya), atau Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah diberi kesempatan mengurus Negeri ini.

Mereka orang – orang muda, yang berpikir dan bertindak “Out of The Box”, inovatif dan tak mau pusing penilaian orang apabila sudah yakin apa yang mereka kerjakan adalah hal yang benar. Bukan orang – orang yang datang dari Orde Baru dan partai – partai serta ormas – ormas pendukungnya yang menurut saya “mengerikan”.

Seperti orang – orang tersebut, pikiran saya pun ketika menulis kali ini saya anggap “Anti Mainstream“. Saya tak pernah pusing anda mau dukung siapa di Pilpres kali ini. Saya hanya ingin bilang sama anak saya, Kiran, bahwa Bapaknya dulu mendukung Jokowi – JK jadi Presiden dan Wakil Presiden. Dan, tulisan ini akan menjadi bukti yang bisa saya tunjukkan padanya, kelak. Karena saya yakin bahwa I Stand on The Right Side.

Salam 2 Jari.

(Noviar Ananta untuk Pilpres 2014) Sumber : http://vyemperor.wordpress.com/2014/06/30/kenapa-saya-pilih-jokowi-jk/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun