Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Murid Terbaik di Sekolah Minggu

3 Januari 2025   10:00 Diperbarui: 3 Januari 2025   10:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gereja tua (sumber : pexels.com)

"Ibu tidak pernah memarahiku. Tapi, itu bukan karena aku anak yang baik, melainkan jika memarahiku nanti urusannya bisa jadi panjang."

Sesaat ku tersentak ketika Bu Magdalena mengatakan pada kami tentang materi sekolah minggu hari ini. Beliau juga menambahkan bahwa materi ini sengaja dipilihnya sebab pada saat ini, kenakalan remaja semakin merajalela.

Kenakalan demi kenakalan yang terjadi, tak luput dari perilaku anak yang tidak menaruh hormat pada kedua orang tuanya, dan suka melawan perkataan mereka.

Baru mendengar beberapa kalimat pembukanya saja, jantungku sudah hampir copot. Hatiku yang sudah bergumul dengan dosa, semakin terasa ketar-ketir.

Aku begitu sering membantah ucapan Ibuku, yang akhirnya membuat kami kerap terlibat dalam perdebatan panjang. Tak terhitung pula berapa kali aku membangkang pada Ayah. Aku merasa Ayah terlalu berlebihan, dan tak mau memberi kepercayaan padaku untuk menjaga diriku sendiri.

Di usiaku yang menginjak masa remaja ini, semakin banyak hal baru yang ingin ku ketahui sekaligus ingin cobai. Meski sehari-hari di sekolah, dan di sekolah minggu, aku dikenal sebagai Rachel yang cerdas dan berprestasi, namun mereka semua tak pernah tahu bahwa sebenarnya aku memiliki tabiat yang buruk.

"Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu --- ini adalah suatu perintah yang penting. Supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6: 1-3)

Bu Magdalena baru saja membacakan kutipan ayat yang semakin membuat kerongkonganku terasa kering bagai tak tersisa ludah yang dapat ku telan.

Kutipan ayat itu terasa menghujam di sekujur jiwaku. Apa kali ini Tuhan masih bersedia mengampuni dosaku pada orang tuaku? Dulu saat ku kecil, rasanya tak ada yang aneh saat mendengar orang lain membaca kutipan ayat yang ini. Tapi, hari ini aku merasa terbunuh mendengarnya.

"Rachel! Ada apa, Nak?" tanya Bu Magdalena yang sudah berdiri di samping tempat dudukku.

Aku terkejut, dan mengangkat wajahku yang tertunduk pilu. Ku usap air mata yang entah sejak kapan telah membasahi kedua pipiku. "Ngga apa-apa Bu." jawabku memaksakan senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun