Namun sayangnya, pada sebagian perempuan yang fatherless, prinsip kehati-hatian atau was-was yang terlalu tinggi justru membuat kami nyaris tidak mampu membedakan mana calon pasangan yang baik dan tidak baik untuk kami.
Fatherless tidak selalu berupa ketidakhadiran sosok ayah secara fisik, melainkan juga kondisi dimana fisik ayahnya ada setiap hari di depan mata tapi jiwanya terasa jauh dan tak dapat dipahami oleh sang anak. Sehingga kedekatan emosional antara ayah dan anak perempuannya tidak dapat terbentuk.
Ketidakhadiran figur ayah dalam hidup kami, membuat kami tidak memiliki tolak ukur yang pas akan seberapa pantasnya seorang pria dapat dikatakan baik atau tidak untuk menjadi pasangan kami.
Maka bagi sebagian perempuan yang fatherless, melangkah ke jenjang pernikahan tidaklah semudah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada umumnya.
Namun pesan untuk para pria di luar sana, tidak perlu takut dan ragu untuk mendekati dan memulai hubungan dengan perempuan yang fatherless. Mereka mungkin akan terkesan cuek di depan kamu, tapi sebenarnya mereka sedang meninjau diam-diam dan memantapkan diri untuk membuka hati.
Tak dipungkiri, perempuan yang fatherless memang haus akan kasih sayang dan perhatian dari sosok seorang ayah. Maka saat kamu berhasil menarik perhatiannya, hargailah keberadaannya, hormatilah pendapatnya, dan jangan coba-coba menciptakan luka baru di hidupnya. Sebab, perempuan yang fatherless sesungguhnya memiliki hati yang rapuh meskipun ia selalu terlihat sebagai sosok perempuan yang kuat dan tegar.
Dan ketika kamu menikahi perempuan yang fatherless, kamu tidak hanya menikahi dirinya. Melainkan kamu telah menikahi seluruh hidupnya, dengan segala perjuangan yang telah ia lalui untuk bertahan tanpa kehadiran dan kehangatan dari sosok ayah dalam hidupnya.(*)
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H