Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Usai Penantian Panjang

10 November 2024   16:07 Diperbarui: 10 November 2024   16:38 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pexels.com 

Vania sedang bersantai di kamarnya. Ia baru saja pulang kerja, dan petang itu suasana rumahnya terlihat cukup ramai. Adiknya yang bernama Beny, sedang berkumpul dengan beberapa teman kuliahnya di ruang tamu.

"Yang tadi itu kakak lo ya, Ben?" tanya Reno, salah satu teman Beny.

"Iya, Kak Vania. Baru pulang kerja."

"Cantik juga Kakak lo. Hahaha.."

Mendengar celetukan Reno, teman-teman yang lain pun bereaksi. Tawa mereka menggema, bersamaan dengan kalimat-kalimat curiga yang mengarah kepada Reno. "Wah, hati-hati lho Ben! Nanti Reno godain Kakak lo."

Beny hanya tertawa menanggapi ucapan teman-temannya. Ia menganggap semua itu hanya bercanda.

"Ben, kenalin dong sama Kakak lo! Gue serius nih.." bisik Reno pada Beny ketika satu persatu temannya telah beranjak pulang.

Beny menghela nafas, melangkah ke dalam untuk menghampiri sang kakak di kamarnya. Ia pun mengutarakan maksud hati temannya yang bernama Reno itu.

Meski merasa cukup malas, akhirnya Vania mengiyakan ajakan adiknya untuk melangkah ke ruang tamu.

"Kak, ini Reno. Ren, ini Kak Vania." ucap Beny kepada keduanya.

"Hai Kak, aku Reno." seraya mengulurkan tangannya dan tersenyum.

"Oh, hai! Vania."

Vania tak terlalu memedulikan perkenalan itu, ia hanya berpikir kalau Reno adalah sahabat Beny. Namun, beberapa hari kemudian Reno mulai sering datang ke rumah itu.

Setiap kali datang, ia selalu mengajak Vania berbincang. Lama-lama Vania menyadari bahwa Reno memang menarik. Vania nyaman berbincang dengannya, meski usia mereka terpaut jarak sepuluh tahun.

"Beny belum balik, Ren. Itu motornya belum ada." ucap Vania tersenyum tipis di suatu petang yang cerah.

"Oh iya, ngga apa-apa Kak. Sebenarnya.. aku ke sini mau ngobrol sama Kakak."

"Ngobrol sama aku? Ngobrolin apa, Ren?"

"Ya, ngobrol aja. Hehehe. Kak Vania itu.. lain daripada yang lain."

Vania mengernyitkan dahi, "Lain gimana, Ren?"

Reno tak mampu menjelaskannya dengan kata, namun ia memilih untuk langsung menyampaikan maksud hatinya, "Sebenarnya aku.. suka sama Kakak. Bukan suka sebagai Kakak atau teman, tapi.. lebih daripada itu."

"Hah, serius Ren? Kamu suka sama orang tua kayak aku? Hahaha, yang bener aja kamu!"

"Tapi aku serius, Kak. Tolong Kakak pikirin dulu soal ini. Aku harap Kakak mau nerima aku."

Hari-hari berikutnya, Vania jadi merasa canggung setiap kali Reno datang. Tapi perlahan, Vania mulai membuka diri dan menerima perasaan yang selama ini coba ia tepiskan.

"Aku pikir, aku ngga akan pernah bisa melihat kamu lebih dari sekedar sahabat buat Beny. Tapi, ternyata aku salah. Aku bisa melihat kamu lebih dari sekedar sahabatnya Beny."

"Maksudnya.. Apa Kakak udah punya jawaban buat aku?"

Vania tertawa dan mengangguk, "Iya, tapi aku ngga mau kalau kamu sampai menyesal nantinya, karena memilih berhubungan dengan aku yang lebih tua."

"Aku yakin, ngga akan menyesali apapun. Makasih ya, udah kasih aku kesempatan."

"Oh iya, mulai sekarang berhenti panggil aku Kakak! Oke?"

Reno tertawa dan mengangguk setuju. Vania merasakan hangatnya genggaman tangan Reno. Mulai detik ini lembaran baru kebersamaan mereka siap dimulai.

Vania merasa kabar ini patut dibagikannya kepada Beny. Sebab selama ini, mereka hanya tinggal berdua sejak kedua orang tua mereka bercerai dan masing-masing telah menikah lagi.

"Ben, kakak sama Reno.. kita berdua pacaran lho."

"Hahaha.. apaan sih, Kak!"

"Tapi kakak serius, Ben! Reno lho yang nembak duluan."

"Jadi beneran, Kak? Dia sebaya lho sama aku. Tapi ya.. aku tau kok, kadang cinta ngga pandang umur. Reno anaknya baik, aku percaya dia bisa jaga Kakak." Beny menutup kalimatnya dengan anggukan disertai senyum.

Kisah kasih Vania dan Reno masih terus berlanjut, meski terkadang beberapa pertengkaran kecil turut mewarnai hubungan mereka.

Sampai pada satu hari yang romantis menjelang akhir tahun, diiringi gerimis yang menyentuh, keduanya mengikat janji suci untuk hidup setia selamanya hingga maut memisahkan. Usai sudah penantian panjang Vania untuk menemukan jodoh sejatinya.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun