"Hai Kak, aku Reno." seraya mengulurkan tangannya dan tersenyum.
"Oh, hai! Vania."
Vania tak terlalu memedulikan perkenalan itu, ia hanya berpikir kalau Reno adalah sahabat Beny. Namun, beberapa hari kemudian Reno mulai sering datang ke rumah itu.
Setiap kali datang, ia selalu mengajak Vania berbincang. Lama-lama Vania menyadari bahwa Reno memang menarik. Vania nyaman berbincang dengannya, meski usia mereka terpaut jarak sepuluh tahun.
"Beny belum balik, Ren. Itu motornya belum ada." ucap Vania tersenyum tipis di suatu petang yang cerah.
"Oh iya, ngga apa-apa Kak. Sebenarnya.. aku ke sini mau ngobrol sama Kakak."
"Ngobrol sama aku? Ngobrolin apa, Ren?"
"Ya, ngobrol aja. Hehehe. Kak Vania itu.. lain daripada yang lain."
Vania mengernyitkan dahi, "Lain gimana, Ren?"
Reno tak mampu menjelaskannya dengan kata, namun ia memilih untuk langsung menyampaikan maksud hatinya, "Sebenarnya aku.. suka sama Kakak. Bukan suka sebagai Kakak atau teman, tapi.. lebih daripada itu."
"Hah, serius Ren? Kamu suka sama orang tua kayak aku? Hahaha, yang bener aja kamu!"