"Tapi aku serius, Kak. Tolong Kakak pikirin dulu soal ini. Aku harap Kakak mau nerima aku."
Hari-hari berikutnya, Vania jadi merasa canggung setiap kali Reno datang. Tapi perlahan, Vania mulai membuka diri dan menerima perasaan yang selama ini coba ia tepiskan.
"Aku pikir, aku ngga akan pernah bisa melihat kamu lebih dari sekedar sahabat buat Beny. Tapi, ternyata aku salah. Aku bisa melihat kamu lebih dari sekedar sahabatnya Beny."
"Maksudnya.. Apa Kakak udah punya jawaban buat aku?"
Vania tertawa dan mengangguk, "Iya, tapi aku ngga mau kalau kamu sampai menyesal nantinya, karena memilih berhubungan dengan aku yang lebih tua."
"Aku yakin, ngga akan menyesali apapun. Makasih ya, udah kasih aku kesempatan."
"Oh iya, mulai sekarang berhenti panggil aku Kakak! Oke?"
Reno tertawa dan mengangguk setuju. Vania merasakan hangatnya genggaman tangan Reno. Mulai detik ini lembaran baru kebersamaan mereka siap dimulai.
Vania merasa kabar ini patut dibagikannya kepada Beny. Sebab selama ini, mereka hanya tinggal berdua sejak kedua orang tua mereka bercerai dan masing-masing telah menikah lagi.
"Ben, kakak sama Reno.. kita berdua pacaran lho."
"Hahaha.. apaan sih, Kak!"