Berdasarkan data Badan Pusat Statistik/ BPS, jumlah pernikahan di Indonesia telah menyusut hingga angka 2 juta dalam periode 2021-2023. Dan tentu saja hal tersebut menjadi polemik yang ramai dibicarakan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, anak muda telah mengalami pergeseran gaya hidup serta memiliki perbedaan pola pikir dengan generasi-generasi sebelumnya.
Jika kebanyakan orang tua zaman dulu mengatakan, "Nikah saja dulu, nanti pasti ada rezekinya setelah menikah." Namun tampaknya, kalimat tersebut tidaklah berlaku lagi bagi anak muda zaman sekarang.
Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi, menjadi salah satu alasan mengapa angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil di tengah masyarakat, telah menjadi satu tantangan besar bagi generasi muda untuk lebih fokus menata masa depannya, dan berpikir berkali-kali lipat untuk menikah.
Sehingga, bagi mereka yang merasa dirinya belum mapan secara ekonomi, rasanya belum berani untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Mereka tidak ingin mengambil risiko terlalu besar di masa depan jika nantinya menikah dan memiliki anak.
Krisis kepercayaan pada lawan jenis, yang ditunjukkan dengan merebaknya kasus perselingkuhan akhir-akhir ini, juga menjadi salah satu penyebab anak muda memutuskan untuk menghindari pernikahan.
Sebagian besar dari mereka merasa takut akan dikhianati oleh pasangannya saat sudah menikah nanti.
Sementara itu, di masa kini juga semakin banyak perempuan yang lebih mengutamakan pendidikan, karier dan prestasinya, dibanding memutuskan untuk segera membina rumah tangga.
Mereka memiliki kebebasan lebih untuk mengeksplor banyak hal, terutama bakat dan hobinya tanpa harus merasa terbebani dengan tanggung jawab rumah tangga.
Di samping itu, angka pekerja perempuan di Indonesia yang semakin tinggi, telah menunjukkan betapa banyaknya perempuan masa kini yang dapat mencapai kemandirian secara ekonomi.
Oleh sebab itu, mereka memilih untuk tidak terburu-buru menikah, dan ingin menikmati lebih dulu hasil kerja kerasnya untuk dirinya sendiri dan untuk orang tuanya.
Namun, jika benar masalah ekonomi menjadi penyebab paling utama dari turunnya angka pernikahan di Indonesia, lantas mengapa mereka yang sudah terbilang mapan tetap merasa enggan untuk menikah?
Hal tersebut dapat terjadi, karena seseorang telah menemukan rasa nyaman dengan kesendiriannya. Nyaman dengan segala hal yang telah menjadi rutinitasnya selama ini. Dan nyaman dengan kemandirian ekonomi yang telah dicapainya.
Rasa nyaman dengan kesendirian ini, biasanya muncul sebagai akibat dari menunda-nunda waktu untuk menikah. Meski mungkin, bukan keinginannya sendiri untuk menunda, melainkan karena belum juga dipertemukan dengan pasangan yang tepat.
Angka pernikahan di Indonesia yang terus menurun setiap tahunnya, juga dapat dipicu oleh perasaan "Saya tidak sendiri", yang artinya : Seseorang yang belum menikah merasa bahwa bukan dirinya sendiri yang belum menikah, melainkan ada banyak orang di luar sana, yang seusia dengannya atau yang lebih tua darinya belum juga menikah.
Dan karena itu, ia semakin bersikap santai untuk urusan pernikahan, fokus pada hidupnya sendiri, dan yang lebih parah adalah hilang keinginan untuk menikah.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H