"Aku cuma ingin hidup normal seperti dulu, Yas."
Dias menyerah setelah mendengar jawaban Larisa. Ia tak ingin berdebat, memohon, apalagi berusaha menahan Larisa untuk tetap tinggal. Dias pun mengabulkan keinginan Larisa untuk pergi dari kehidupannya.
Hari-hari berikutnya Dias jalani dalam kesepian. Ia mengasingkan diri dari teman-temannya, jarang berkumpul dengan keluarga besar, dan hanya tinggal bersama seorang perawat laki-laki yang membantunya mengurus segala keperluannya di rumah.
Sedang bisnis yang selama ini ia punya, dipercayakan kepada sang adik. Dunia yang dulu ia bangun dengan susah payah, kini terasa hampa.
Suatu sore saat Dias sedang menikmati semilir angin di kursi taman rumahnya, terdengar suara yang begitu familiar memanggil namanya.
Dias menajamkan pendengarannya, dan ia dapat merasakan seseorang telah mendekat kepadanya.
"Apa kabar Yas?"
"Raya.. ini benar Raya?" Dias mengangkat kedua tangannya, memastikan keberadaan wanita yang berdiri di depannya.
Wanita itupun meraih kedua tangan itu. "Iya, ini aku Raya. Aku dengar kamu kecelakaan. Aku ke sini untuk jenguk kamu."
Raya adalah wanita yang dulu pernah ia tolak. Wanita sederhana yang selalu berada di sisinya, bahkan saat ia mengejar Larisa. Namun, karena penampilan dan gaya hidup Raya tidak sebanding dengan Larisa, Dias lantas menolak Raya.
"Aku.. aku ngga tau harus bilang apa. Hidup aku sudah hancur, Ray."