Arman, seorang duda berusia lima puluh tahun yang merupakan seorang jurnalis, memiliki seorang anak bernama Rian. Suatu hari Arman pulang kerja dan menemukan Dila, sahabat Rian, sedang mengerjakan tugas di ruang tamu.
"Dil, kamu di sini? Rian ke mana?" tanya Arman sambil meletakkan tas kerjanya.
"Oh, Pak Arman! Rian pergi ke lapangan basket. Saya belajar untuk ujian minggu depan," jawab Dila tersenyum.
Arman senang melihat Dila. Gadis berusia dua puluh tahun itu selalu ceria dan penuh semangat. Ia sering datang ke rumah mereka, dan seiring berjalannya waktu, Arman mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa sayang seorang ayah untuk sahabat anaknya.
Suatu malam saat mereka berdua duduk di teras, mereka berbincang. "Pak Arman, kalau boleh tau, apa yang membuat Bapak jatuh cinta pada dunia jurnalisme?"
"Saya selalu tertarik untuk bercerita. Setiap orang punya kisah sendiri, dan saya ingin menyampaikannya."
"Wah, saya harap saya juga bisa seperti Bapak. Kalau saya bilang, saya merasa lebih dekat dengan Bapak dibanding dengan Rian, gimana?"
"Kalau itu.. itu gimana ya, Dil.."
Malam itu, Arman tidak bisa tidur. Pikiran tentang Dila terus menghantuinya. Ia menyadari bahwa ketertarikan itu semakin kuat dan tak bisa diabaikan. Keesokan harinya saat di depan Rian, Arman coba menjauhkan diri dari Dila.
Dila merasakan perubahan sikap Arman. Ia merasa kehilangan sosok yang selalu mendukungnya. Sampai suatu malam, Dila menemui Arman di taman dekat rumah. "Pak Arman, kenapa Bapak menjauh?"
"Dila, kita harus menjaga jarak. Ini ngga baik untuk kita berdua."