Saat siang hari, Alan merupakan sosok yang sempurna bagi siapapun yang mengenalnya. Dia bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan ternama. Alan dan kekasihnya yang bernama Sasya, juga sering terlihat bersama.
Malam itu, Alan menatap cermin di kamar apartemennya. Wajah maskulinnya perlahan memudar saat dia mulai mengaplikasikan make up. Dari eyeliner hingga lipstik merah menyala, semua itu membuatnya merasa bebas.
Ini adalah saatnya, sesuatu yang tidak bisa dia lakukan di siang hari. Begitu selesai, dia mengenakan gaun panjang berwarna merah, menata rambut palsu hitamnya dengan sempurna, dan memasang sepatu hak tinggi.
"Selamat malam, Bella!" bisiknya pada dirinya sendiri, menatap ke cermin.
Tepat pukul sembilan malam, dia meninggalkan apartemen dan menuju klub yang menjadi tempat pelariannya setiap malam. Klub itu terletak di sudut kota, sedikit tersembunyi.
Di atas panggung, Bella adalah ratu. Suaranya yang merdu dan penampilannya yang memukau membuat pengunjung terpesona. Tak seorang pun di klub itu yang tahu siapa dia sebenarnya di luar. Di sini, Bella adalah diva yang diidolakan, bukan Alan, lelaki dengan kehidupan normal dan pacar yang cantik.
Malam itu, setelah selesai bernyanyi, Bella turun dari panggung dan menuju ke ruang ganti. Di sana sahabat sesama warianya, Tania, sudah menunggu.
"Penampilan yang luar biasa! Lihat saja, semua orang bertepuk tangan untuk kamu," puji Tania tersenyum.
Saat mereka sedang mengobrol, ponsel Bella berdering. Layar ponselnya menunjukkan nama yang membuatnya panik, Sasya.
Tania melirik kepada Bella. "Kenapa? Pacarmu ya?"
Bella mengangguk. Dengan gemetar, dia pun menjawab panggilan itu. "Halo, sayang?"
"Lan, kamu di mana? Aku di apartemen, tapi kamu ngga ada. Aku mau kasih sesuatu buat kamu."
"Oh, maaf sayang. Aku.. aku lagi di luar. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan."
Namun menjelang pagi, Alan baru kembali ke apartemen. Wajah Bella sudah menghilang, digantikan oleh sosok Alan yang dikenal Sasya. Saat dia membuka pintu, Sasya duduk di sofa sambil menonton TV.
Alan ingin sekali mengungkapkan semuanya, tapi rasa ketakutan membuatnya tak mampu bicara. Sasya adalah wanita yang sempurna untuknya, namun Bella.. Bella adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dia tolak.
"Aku bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu kamu, Lan. Aku ngga mau memaksa kamu cerita sekarang."
Kata-kata itu menghujam dada Alan. Rasa sayang dari Sasya justru semakin menambah rasa bersalahnya. "Makasih Sya."
Beberapa hari kemudian, Alan tetap menjalani rutinitasnya. Suatu malam, ketika Alan sedang bersiap menjadi Bella, ponselnya kembali berdering. Kali ini bukan Sasya, tapi Tania yang meneleponnya.
"Halo, Tan.. Ada apa?" tanya Alan sambil memoleskan lipstik merah di bibirnya.
"Salah satu pengunjung bilang kalau dia lihat kamu di luar klub beberapa kali. Dia bilang.. dia lihat kamu sama cewek."
Sekejap jantung Alan berdegup kencang. Dia tahu bahwa dunia Bella dan Alan selama ini terpisah dengan aman. Namun, semakin sering dia keluar, semakin tipis jarak yang memisahkan dua identitas itu.
Di tengah keheningan malam, Alan memutuskan bahwa esok dia akan berbicara pada Sasya. Alan dan Bella harus keluar dari bayang-bayang yang selama ini membatasi hidupnya.
Keesokan harinya, Alan bangun dengan perasaan campur aduk. Sepanjang malam dia tak bisa tidur, memikirkan cara untuk berbicara dengan Sasya. Dia tahu bahwa ini mungkin adalah saat terberat dalam hidupnya, mengungkapkan sisi dirinya yang selama ini dia sembunyikan.
"Kamu baik-baik saja, Lan?"
Alan menarik napas dalam-dalam. "Sya, ada yang harus aku ceritain ke kamu. Aku ngga bisa lagi terus sembunyi."
Lantas Alan mulai menjelaskan segala yang harus dijelaskannya kepada Sasya. Bahwa dirinya berkepribadian alter ego. Alan memiliki kepribadian lain dalam dirinya.
Setelah mendengar semua penjelasan Alan, Sasya meminta waktu untuk dapat memahami dan mencoba menerima keadaanya. Hingga dua minggu berlalu, Sasya tak memberi kabar. Namun di hari berikutnya, Sasya datang menemui Alan.
"Semua ini jelas ngga mudah buat aku, Lan. Tapi.. aku akan coba menerima dan ngerti keadaan kamu sekarang. Dan aku harap, suatu hari nanti kamu bisa menjadi diri kamu yang aku kenal selama ini. Cuma Alan, dan bukan sebagai Bella."
Hari itu Alan merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Sasya mungkin belum sepenuhnya menerima Bella, tapi yang pasti, Sasya tidak akan meninggalkan Alan.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H