Esok harinya saat matahari mulai mengusir sisa hujan, Sarah masih duduk di kursi goyangnya dengan perasaan yang campur aduk. Kenangan-kenangan tentang Haris terus terngiang dalam pikirannya. Beliau memutuskan untuk berjalan-jalan di halaman rumahnya untuk menikmati keindahan pagi setelah hujan.
Aroma tanah basah yang menyegarkan menyambutnya. Di antara tanaman-tanaman yang mulai tumbuh kembali, Sarah menemukan ketenangan.Â
"Aku memikirkan cerita Oma kemarin. Aku rasa, aku ingin mencari Pak Haris."
Sarah terkejut mendengar ucapan Mira, "Mencari dia? Buat apa Mir?"
"Aku ingin lihat senyum Oma. Senyuman Oma karena laki-laki itu. Oma percaya kan, aku bisa mempertemukan Oma sama dia?"
Sarah mengamati cuaca pagi yang cerah, sejenak terdiam, dan tersenyum memandang Mira, "Ya, Oma percaya!"
Hari ke hari, terus berlalu. Dengan segala daya dan upaya yang dilakukan oleh Mira, akhirnya pencarian itu membuahkan titik terangnya.
Setelah Mira mendapatkan alamat Haris dengan jelas, ia pun memutuskan untuk mengajak sang nenek pergi bersamanya. Mereka telah tiba di sebuah gedung apartemen yang tak jauh dari pusat kota. Mira bertanya kepada penjaga gedung tentang kemungkinan tinggalnya seorang pria bernama Haris.
"Nama itu... kalau ngga salah, beliau tinggal di lantai lima. Tapi, saya ngga yakin apa beliau masih tinggal di sini. Coba saya cek dulu."
Beberapa menit kemudian, penjaga itu kembali dan berkata, "Pak Haris masih tinggal di sini. Tapi, beliau sudah cukup tua dan jarang keluar."
Dengan hati berdebar, Sarah dan Mira menaiki lift menuju lantai lima. Mereka berhenti di depan pintu unit yang dimaksud. Mira mengetuk pintu dan setelah beberapa saat, pintu terbuka. Tampak seorang pria tua dengan rambut abu-abu dan mata yang lembut berdiri di ambang pintu.