Aku tersentak mendengar ucapannya, ku letakkan pekerjaanku dan menatapnya heran. "Ada apa?"
"Aku pingin ngobrol sama kamu, Sonia. Apa kita bisa makan siang bareng?"
"Ngga bisa!" aku ingin menghindar darinya, tapi ia justru menarik pergelangan tanganku dan memintaku ikut dengannya.
Kami duduk berhadapan di meja makan, di salah satu kafe yang tak jauh dari kantorku. Di sana ia menyampaikan kata maafnya padaku. Kata maaf yang sebenarnya sudah tak penting lagi untuk ku dengar.
Katanya, ia tak pernah berniat menyakiti perasaanku. Dan ia sama sekali tak bermaksud mempermainkan ku. Ingin rasanya ku katakan bahwa sesungguhnya rasa cintaku tak pernah mati untuknya, namun aku hanya dapat membisu menatap sebuah cincin melingkar di jari manisnya.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H