Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Abadinya Sihir Hitam

22 April 2024   06:48 Diperbarui: 22 April 2024   10:30 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pexels.com

*Cerita ini merupakan kelanjutan dari kisah Seratus Penyihir Hitam, sekaligus penutup kisah Eleanor Penyihir Putih (rangkaian sekuel dari novel fantasi The Duke's Daughter)

    Saat sebagian orang di negeri itu mulai beralih menggunakan jasa petugas pengantar surat, maka putri Nicole tetap mengandalkan seekor merpati untuk menyampaikan suratnya pada Matias.
   Di kejauhan sana, Matias telah menerima surat cintanya. Namun akhirnya lelaki itu tak berdaya membaca kata demi kata yang disampaikan putri Nicole.

"Cintaku Matias, kita tak dapat bertemu dalam waktu dekat ini. Aku sedang tidak baik-baik saja. Aku sudah memastikan bahwa aku sedang mengandung. Tapi, aku sungguh bodoh dan tidak mengerti siapakah ayah bayi ini. Kau atau suamiku. Aku sangat merindukanmu, kekasihku. Sebaiknya kau jangan membalas surat ini."

    Sekelumit kecemasan mulai menderanya. Langkahnya tertahan dan memaksa dirinya untuk diam. Sejenak ia pandangi pohon anggur di sekelilingnya. Di perkebunan inilah untuk pertama kalinya cinta putri Nicole bersemi untuknya. Dulu, jauh sebelum ia memilih untuk menikahi Nivea.
   Sementara kini di saat yang sama, pangeran George telah tiba di kediamannya.

"Kau melupakan sesuatu, Nicole?"

"Hmm, apa George? Apa itu?"

"Sejak kita kembali dari pulau itu, kau benar-benar lupa. Bahwa sejak kecil kita berdua memiliki kemampuan istimewa. Kau lupa bahwa, saat kita berdekatan kita dapat saling mendengar ucapan yang hanya kita ucapkan dalam hati."

    Putri Nicole tersentak, ucapan suaminya bagai petir tanpa hujan yang mengembalikan ingatannya. Sihir hitam itu telah menghalanginya untuk berpikir jernih. Lidahnya kelu, sang putri mahkota tak sanggup berkata.

"Aku tahu kau mengkhianatiku. Aku juga tahu bahwa semua itu di luar kendalimu. Satu hal yang kau tidak menyadarinya, sihir hitam telah setia menemanimu belakangan ini. Aku menyesal mengajakmu berlibur di Pulau Aurora."

"Maafkan aku George, aku mohon ampuni aku. Aku benar-benar tidak ingat, aku tidak pernah berniat mengkhianatimu." ucapnya bergetar sejalan dengan air matanya yang terus mengalir.

"Aku bisa memaklumi dirimu, Nicole. Aku percaya kau begini karena ulah para penyihir itu. Hatimu terlalu tulus, sampai para penyihir jahat pun jatuh hati padamu. Hentikan air matamu! Kau harus menjaga emosimu. Aku tahu, kau sedang mengandung."

"Apa? George, lantas bagaimana agar para penyihir itu berhenti merusak hidupku? Kalau mereka menyukaiku, mengapa mereka merusak jalan hidupku?" tangisnya kembali pecah.

"Kita harus kembali kesana untuk melakukan ritual pelepasan pada tanggal ganjil. Dan kita harus mengumpulkan seratus penyihir yang melakukan semua itu padamu."

"Apa? Seratus penyihir katamu?" putri Nicole yang terkejut lantas jatuh pingsan. Wajahnya pucat bak mayat yang belum diberi sentuhan make up.

    Malam ini, Nivea pun menemukan surat itu. Matias lupa menyingkirkannya dari dalam saku kemeja yang ia kenakan hari ini. Cahaya petromaks, menemani tangisnya yang merana.
   Jika bayi itu benar milik suaminya, maka Nivea hanya dapat berlapang dada. Ia tak ingin melukai putri Nicole. Maka ia akan menerima keadaan rumah tangganya, yang entah akan berjalan seperti apa nantinya.
  Karena di penghujung sore tadi, Eleanor baru saja memberi kabar bahwa salah seorang dari seratus penyihir hitam itu ternyata telah mati. Ritual pelepasan tidak akan berhasil meski satu penyihir yang mati, digantikan oleh penyihir yang lain.
   Entah sampai kapan putri Nicole dan Matias akan menjalani hidupnya dalam pengaruh sihir hitam. Sebab di tempatnya, para penyihir yang terbuang itu telah memaksa restu dari seluruh penghuni alam untuk menjadikan bayi laki-laki putri Nicole sebagai prajurit yang tangguh seperti ayahnya, Matias Vander Lawrence.(*)

Baca juga rangkaian kisah sebelumnya :
- Eleanor Penyihir Putih
- Penyihir di Pulau Aurora
- Penyihir Hitam Sang Pelindung
- Seratus Penyihir Hitam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun