"Apa? George, lantas bagaimana agar para penyihir itu berhenti merusak hidupku? Kalau mereka menyukaiku, mengapa mereka merusak jalan hidupku?" tangisnya kembali pecah.
"Kita harus kembali kesana untuk melakukan ritual pelepasan pada tanggal ganjil. Dan kita harus mengumpulkan seratus penyihir yang melakukan semua itu padamu."
"Apa? Seratus penyihir katamu?" putri Nicole yang terkejut lantas jatuh pingsan. Wajahnya pucat bak mayat yang belum diberi sentuhan make up.
  Malam ini, Nivea pun menemukan surat itu. Matias lupa menyingkirkannya dari dalam saku kemeja yang ia kenakan hari ini. Cahaya petromaks, menemani tangisnya yang merana.
  Jika bayi itu benar milik suaminya, maka Nivea hanya dapat berlapang dada. Ia tak ingin melukai putri Nicole. Maka ia akan menerima keadaan rumah tangganya, yang entah akan berjalan seperti apa nantinya.
 Karena di penghujung sore tadi, Eleanor baru saja memberi kabar bahwa salah seorang dari seratus penyihir hitam itu ternyata telah mati. Ritual pelepasan tidak akan berhasil meski satu penyihir yang mati, digantikan oleh penyihir yang lain.
  Entah sampai kapan putri Nicole dan Matias akan menjalani hidupnya dalam pengaruh sihir hitam. Sebab di tempatnya, para penyihir yang terbuang itu telah memaksa restu dari seluruh penghuni alam untuk menjadikan bayi laki-laki putri Nicole sebagai prajurit yang tangguh seperti ayahnya, Matias Vander Lawrence.(*)
Baca juga rangkaian kisah sebelumnya :
- Eleanor Penyihir Putih
- Penyihir di Pulau Aurora
- Penyihir Hitam Sang Pelindung
- Seratus Penyihir Hitam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H