Seratus Penyihir Hitam, sekaligus penutup kisah Eleanor Penyihir Putih (rangkaian sekuel dari novel fantasi The Duke's Daughter)
*Cerita ini merupakan kelanjutan dari kisah  Saat sebagian orang di negeri itu mulai beralih menggunakan jasa petugas pengantar surat, maka putri Nicole tetap mengandalkan seekor merpati untuk menyampaikan suratnya pada Matias.
  Di kejauhan sana, Matias telah menerima surat cintanya. Namun akhirnya lelaki itu tak berdaya membaca kata demi kata yang disampaikan putri Nicole.
"Cintaku Matias, kita tak dapat bertemu dalam waktu dekat ini. Aku sedang tidak baik-baik saja. Aku sudah memastikan bahwa aku sedang mengandung. Tapi, aku sungguh bodoh dan tidak mengerti siapakah ayah bayi ini. Kau atau suamiku. Aku sangat merindukanmu, kekasihku. Sebaiknya kau jangan membalas surat ini."
  Sekelumit kecemasan mulai menderanya. Langkahnya tertahan dan memaksa dirinya untuk diam. Sejenak ia pandangi pohon anggur di sekelilingnya. Di perkebunan inilah untuk pertama kalinya cinta putri Nicole bersemi untuknya. Dulu, jauh sebelum ia memilih untuk menikahi Nivea.
  Sementara kini di saat yang sama, pangeran George telah tiba di kediamannya.
"Kau melupakan sesuatu, Nicole?"
"Hmm, apa George? Apa itu?"
"Sejak kita kembali dari pulau itu, kau benar-benar lupa. Bahwa sejak kecil kita berdua memiliki kemampuan istimewa. Kau lupa bahwa, saat kita berdekatan kita dapat saling mendengar ucapan yang hanya kita ucapkan dalam hati."
  Putri Nicole tersentak, ucapan suaminya bagai petir tanpa hujan yang mengembalikan ingatannya. Sihir hitam itu telah menghalanginya untuk berpikir jernih. Lidahnya kelu, sang putri mahkota tak sanggup berkata.
"Aku tahu kau mengkhianatiku. Aku juga tahu bahwa semua itu di luar kendalimu. Satu hal yang kau tidak menyadarinya, sihir hitam telah setia menemanimu belakangan ini. Aku menyesal mengajakmu berlibur di Pulau Aurora."
"Maafkan aku George, aku mohon ampuni aku. Aku benar-benar tidak ingat, aku tidak pernah berniat mengkhianatimu." ucapnya bergetar sejalan dengan air matanya yang terus mengalir.
"Aku bisa memaklumi dirimu, Nicole. Aku percaya kau begini karena ulah para penyihir itu. Hatimu terlalu tulus, sampai para penyihir jahat pun jatuh hati padamu. Hentikan air matamu! Kau harus menjaga emosimu. Aku tahu, kau sedang mengandung."