*Cerita ini merupakan kelanjutan dari kisah Penyihir di Pulau Aurora, sekaligus sekuel dari novel fantasi The Duke's Daughter yang ditulis tahun 2023.
  Baginda Raja memutuskan kembali ke istana. Sejenak langkahnya terhenti ketika pangeran George baru saja tiba di beranda.
"Salam hormat, Yang Mulia." dengan sedikit membungkuk, pangeran George memberi salam kepada ayah mertuanya.
"Aku harus kembali ke istana. Tapi... George, apa kau tahu apa yang terjadi pada istrimu?"
"Apa yang Ayah maksud, adalah sikapnya yang tidak seperti biasa?"
"Ya, apa yang sebenarnya terjadi di Pulau Aurora?"
  Pangeran George mengatakan bahwa seluruh penduduk pulau itu menyambut hangat kedatangan mereka kala itu, termasuk para penyihir hitam yang terbuang. Namun Baginda Raja menganggap tak ada yang aneh tentang hal tersebut. Pikirnya wajar saja jika semua penduduk pulau itu menyambut kedatangan seorang tuan putri dan pangeran di tengah mereka.
"Lalu, apa kau tahu bahwa istrimu sedang... mengkhianatimu?"
"Ayah! Jadi kau tahu itu? Aku... aku sudah mengetahuinya. Tapi aku masih menahan diri. Aku menemukan beberapa surat dari lelaki itu. Aku rasa, ada yang tidak beres dengan mereka. Bukankah dulu... Matias tidak dapat membalas perasaan Nicole?"
  Sepanjang perjalanan Baginda Raja menuju istana, ucapan menantunya itu terus terngiang dan memenuhi seluruh rongga dalam otaknya. Beliau berpikir keras agar dapat segera menghentikan hubungan putrinya dengan Matias. Namun hingga sang kusir berhenti menggerakkan keretanya, beliau belum juga menemukan cara yang tepat.
  Keesokan harinya, Eleanor kembali menemui Nivea. Setelah penyelidikan panjang akhirnya penyihir putih itu datang membawa kabar.
"Yang Mulia tuan putri Nicole dilindungi oleh seratus penyihir hitam."
"Kau yakin? Bagaimana bisa putri Nicole bersekutu dengan mereka?"
"Semua itu bukan keinginannya, Nyonya. Aroma tubuh tuan putri sangat menyatu dengan alam di Pulau Aurora. Aroma tubuhnya membawa kesejukan bagi para penyihir yang terbuang. Mereka sangat mencintai tuan putri dan ingin tuan putri bahagia dengan lelaki yang dicintainya."
"Jadi, maksudmu... meskipun dia sudah menikah dengan George... diam-diam dia masih mencintai suamiku?"
"Benar Nyonya. Tuan putri Nicole sudah cukup bekerja keras untuk melupakan tuan Matias. Tapi, pada saat-saat tertentu dia merasakan rindu yang luar biasa pada suami Anda. Dia merindukannya hingga selaput matanya hampir pecah, karena dia sering menangis. Dan tulang-tulang rusuknya hampir patah, karena rindu itu begitu menyesakkan sepanjang nafasnya."
"Cukup, nona Eleanor! Aku tak pernah tahu, kalau ternyata cinta tuan putri sebegitu besarnya kepada Matias. Apa yang harus ku lakukan sekarang?!"
  Nivea ingin menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan untuk dirinya. Apa yang harus dilakukannya kini, ia tidak pernah merasa sebimbang ini. Nivea, seorang putri dari tuan Duke yang terpandang di negerinya bukanlah wanita yang lemah dan cengeng.
  Tapi baru kali ini ia benar-benar merasa bahwa dirinya adalah wanita yang bersalah dan sangat egois.
"Kalau saja aku tahu perasaanmu sebesar itu, Nicole. Aku tidak akan pernah menerima Matias dalam hidupku. Aku yang sudah menyakitimu." gumamnya dalam perjalanan pulang malam itu.
  Di bawah pekatnya awan malam yang mendung, kali ini tuan Willy mengendarai kereta kudanya dengan lambat, mematuhi titah sang nyonya.(*)
Baca juga kelanjutan kisah ini :
- Seratus Penyihir Hitam
- Abadinya Sihir Hitam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H