Aku mengangguk, "Harus betah. Aku kan kerja di sini, lagi pula halmeoni juga baik banget sama aku."
"Karisa, aku mau tanya sesuatu sama kamu. Boleh?"
"Hmm... Iya, mau tanya apa?"
"Apa kamu ngga keberatan kalau kita... berteman lebih dekat?"
"Maksudnya, Ryan?"
"Maksudnya kita... Apa ya namanya? Pacaran. Iya pacaran. Gimana?"
Aku tersedak oleh es kopi yang sejak tadi ku sedot sedikit demi sedikit, sambil mendengarkan Ryan berbicara. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
Maka itu, ku akhiri saja kisahnya sampai di sini. Bagaimana, apa penggalan kisah tadi sudah cocok dijadikan naskah dalam sebuah novel? Aku ingin mencoba peruntungan di dunia menulis. Tampaknya, aku hanya perlu mengganti namaku dengan nama gadis lain. Nyatanya aku tetaplah seorang Karisa, rakyat jelata yang bekerja sebagai kasir sebuah minimarket di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Dan kisahku tadi hanya sebatas khayalan.
Belakangan ini, aku dilanda kejenuhan. Maka setiap ada waktu, aku mencoba untuk menulis saja. Hobi lama yang sempat ku tinggal sekian lama. Ingin rasanya aku dapat berlari sejenak dari rutinitas harianku. Menanggalkan semua beban pikiran dan tanggung jawab. Tapi apalah daya, aku harus kembali pada kenyataan. Melanjutkan hidup dan berjuang melawan kejamnya dunia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H