"Hah? Boleh... Boleh, silahkan."
Aku lantas membukakan pagar kayu yang sejak tadi membatasi kami. Mungkin saat ini wajahku tampak seperti orang bodoh. Bagaimana tidak? Aku takjub mendengarnya berbahasa Indonesia dengan sangat fasih.
Dua bulan pun berlalu sejak Ryan berkunjung ke rumah halmeoni. Sejak hari itu kami bertukar nomor ponsel, hingga akhirnya kami jadi sering chattingan. Hari ini Ryan akan menjemputku, ia akan mengajakku berkeliling kota Seoul. Karena halmeoni memintaku untuk beristirahat sejenak dari pekerjaanku.
Awalnya aku ingin menolak, mengingat perjalanan dari Seoul ke Gwangju memakan waktu sekitar tiga jam jika berkendara dengan mobil. Tentu aku merasa sangat tidak enak pada Ryan. Tapi, karena Ryan mengatakan senang bisa mengajakku berkeliling, aku pun tak kuasa untuk menolak.
Oh ya, nama Korea Ryan adalah Kim Wo Jin. Itu karena ayah dan kakeknya bermarga Kim. Sementara usia Ryan empat tahun lebih tua dariku. Ia bekerja pada salah satu kantor stasiun tv swasta di kota Seoul.
Kini kami sudah duduk berhadapan di salah satu kafe, yang terdapat di distrik kota Seoul. Kami sedang menikmati makan malam, setelah hampir seharian kami bersama-sama mengelilingi kota yang indah ini. Kami pun melanjutkan berbincang setelah makanan kami habis.
"Bulan depan aku mau pulang ke Bandung."
"Hah? Serius?" tanyaku yang cukup terkejut.
"Ya. Aku kangen mama. Setelah papa meninggal, mama udah jarang ke sini. Jadi, aku yang harus pulang ke sana kalau mau ketemu mama."
Aku terdiam. Tak tahu harus mengatakan apa. Sepertinya saat ini Ryan sedang berusaha membaca mimik wajahku yang sedikit menunduk.
"Kamu betah di sini?"